Trending Topik

Mechanical Properties Unsur Logam (Metallurgy) Adopted from The Babcock & Wilcox Company

Diposting oleh On Sunday, September 27, 2020

Berdasarkan Handbook (The Babcock & Wicox), berikut didetailkan sifat properties dan karakteristik dari elemen/unsur logam:

  • Carbon (C)
Penambahan C mengakibatkan peningkatan ultimate strength & hardness dan mengurangi sifat ductility & toughness. Berikut grafik efek C terhadap mechanical properties.
  • Manganese (Mn)
Umumnya ditambahkan pada residual sulfur ketika proses steel molten untuk membentuk manganese sulfide yang memiliki karakteristik diatas melting poin iron sulfide pada 982 oC. Mn merupakan unsur penambah strength yang sangat baik melebihi Ni dan setara dengan Cr. Kehadiran Mn pada alloy steel mengurangi critical cooling rate yang menyebabkan steel menjadi struktur martensite. Mn juga digunakan pada austenite stainless steel untuk menggantikan Ni sebagai austenite stabilizer dengan lower cost. Menurut Revie & Uhlig (2008), fungsi Mn mengurangi acid corrosion dari steel yang disebabkan oleh sulfur.
  • Molybdenum (Mo)
Sifat properties Mo seperti menambah strength, membatasi tingkat elastisitas, tahan terhadap wear dan hardenability. Mo banyak digunakan karena sifatnya yang tetap strength pada high temperature. Sifat ketahanan terhadap korosi juga baik terutama mengurangi potensi pitting pada stainless steel (SS).
  • Chromium (Cr)
Cr merupakan konstituen utama pada SS karena Cr merupakan unsur stabil pada besi. Sifat properties Cr adalah menambah yield & ultimate strength, hardness & tooughness dari ferritic steel pada room temperature. Steel dengan 12%Cr bisa mencegah terbentuknya surface rust (corrosion resistance). Cr mampu mencegah graphitization selama pemanasan suhu tinggi pada waktu yang lama.

  • Nickel (Ni)
Sifat properties Ni seperti menambah toughness ketika ditambahkan >1%Ni dan ketika >5%Ni maka bisa meningkatkan ketahanan korosi namun Ni tidak tahan terhadap sulfur. Ni banyak dikombinasikan dengan unsur lain seperti Cr untuk meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi pada high temperature, juga meningkatkan creep strength.
  • Cobalt (Co)
Karakteristik Co adalah hardenability, creep strength dan ketika ditambahkan ke austenite itu menyebabkan strong strengthener dan carbide former. Aplikasi yang umum pada magnet permanen karena kemampuannya yaitu kombinasi Fe-Co meningkatkan magnetic saturation induction.
Tungsten (W)
Sifat properties W adalam mirip Mo, dimana very strong carbide former dan strong solution strengthener. W juga tahan abrasi dan creep strength pada high temperature.
  • Vanadium (V)
Merupakan degasifying & deoxidizing agent dan V jarang digunakan dalam kapasitas besar karena high cost. Sifat karakteristiknya adalah strength, toughness dan hardness. W juga mampu membentuk carbide element sehingga menstabilkan struktur terutama pada high temperature.
  • Titanium (Ti)
Merupakan good deoxidizer & denitrider sehingga sangat baik ketahanan terhadap korosi. Columbium (Cb) + Ti digunakan pada super alloy untuk meningkatkan sifat properties pada high temperature karena keberadaannya membuat kestabilan.
  • Copper (Cu)
Penambahan dalam jumlah kecil meningkatkan ketahanan korosi atmosfer dan terhadap pH asam. Cu tidak tahan terhadap sulfur pada peningkatan temperatur. Cu jarang digunakan pada low alloy steel untuk aplikasi pada high temperature dimana sulfur adalah komponen utama pada combustion gases.  Penambahan 1%Cu pada low alloy steel meningkatkan yield strength dan ketahanan korosi atmosfer.
  • Boron (B)
Umumnya ditambahkan pada steel untuk meningkatkan hardenability selama quenching
  • Nitrogen (N)
Aplikasi pada umumnya di carbon dan low alloy steel adalah ketika hardening. N + C adalah solid solution strengthener. Pada austenite stainless steel, N sama dengan C dalam hal strengthening.
  • Oxygen (O)
Kehadiran unsur O pada steel tidak normal, namun umumnya keberadaanya sebagai impurities ketika proses pembentukan alloy steel. Penambahan sedikit oxide menambah kekerasan dan stabil seperti pada Al (Al2O3), Ti (TiO2) dan Th (ThO2). Keberadaan oxide tersebut sebagai hasil dari internal oxidation atau teknik proses metalurgi
  • Alumunium (Al)
Berfungsi sebagai deoxidizer pada alloy steel. Al banyak digunakan pada produksi killed steel karena bisa membentuk lapisan pelindung (refractory oxide scale) sehingga menambah ketahanan terhadap scaling.
  • Silicon (Si)
Digunakan pada steel untuk deoxidizing dan degasifying. Penambahan sampai 2.5%Si meningkatkan ultimate strength tanpa kehilangan sifat ductility. Sedangkan jika >2.5%Si menyebabkan brittle dan ketika >5% membuat steel non-malleable. Si banyak digunakan pada peralatan elektronik karena sifatnya menambah electrical conductivity. Penambahan Si pada steel membentuk complex oxide atau oxysulfides dan ini setara dengan penambahan Ca + rare earth metal 
  • Phosphorus (P)
Ketika dilarutkan pada molten steel 0.2%P efektif sebagai hardener. Pada high P itu mengurangi ketahanan carbon steel menjadi brittle fracture dan ductility ketika metal cold worked. Selain itu high P juga meningkatkan laju korosi. Keberadaan P meningkatkan sifat machinability pada free-cutting steel.
  • Sulfur (S)
Kehadiran S di steel kurang diharapkan dan kalau bisa diminimalisir. Fungsi S dalam steel adalah meningkatkan machinability.

Berdasarkan Revie & Uhlig (2008) berikut kutipannya:

Macam-Macam Physical & Mechanical Properties sebagai berikut: (Schweitzer, 2003)
  • Modulus of Elesticity, pengukuran stiffness/rigidity (kekakuan) metal yang merupakan rasio antara stress dengan strain pada elastic region
  • Tensile Strenth/Ultimate Tensile Strength, ketahanan maksimal material dari deformation
  • Yield Strength, stress pada area plastic deformation
  • Elongation, pengukuran ductility (kelenturan) material
  • Hardness, pengukuran kekerasan material yang berhubungan dengan strength
  • Density, pengukuran berat jenis material yaitu massa per volume
  • Specific Gravity, rasio density material terhadap densitas referensi
  • Thermal Conductivity, kuantitas dari panas yang mengalir dibawah kondisi steady state melewati area per unit perbedaan temperature
  • Thermal Expansion Coefficient, perubahan dimensi per perubahan temperatur
  • Impact, jumlah energy yang diserap terhadap deforming & fracturing material
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Mechanical Properties Unsur Logam (Metallurgy), Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] The Babcock & Wilcox Company Handbook. Metallurgy, materials and Mechanical Properties
[2] Revie, R.W., and Uhlig, H.H. (2008). Corrosion and Corrosion Control, An Introduction to Corrosion Science and Engineering. Fourth Edition. John Willey & Sons
[3] Schweitzer, P.A. (2003). Metallic Materials, Physical, Mechanical, and Corrosion Properties. Marcel Dekker, Newyork

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Cara Kontrol NOx NO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara (2 of 2)

Diposting oleh On Sunday, September 13, 2020


NOx adalah gas dari reaksi pembakaran bahan bakar fossil, berikut macam-macam gas NOx:
NOx Control, dapat dikendalikan dengan beberapa cara sebagai berikut:
  • Combustion Modification
NOx bisa terbentuk pada temperatur tinggi >1000 oC, sehingga pengendalian yang umum dilakukan adalah menjaga pembakaran bahan bakar pada temperatur rendah.
  • Post-Combustion Methods
Kontrol ini dilakukan dengan penambahan bahan kimia, yang terbagi dalam 2 yaitu Selective Non-Catalytic Reduction (SNCR) dan Selective Catalytic Reduction (SCR).

[1] Selective Non-Catalytic Reduction (SNCR)
SNCR ini menggunakan tambahan reagent ammonia (NH3) atau urea-CO(NH2)yang turunannya merupakan ammonia juga ketika dipanaskan. Reagent tersebut diinjeksikan pada furnace temperatur tinggi 760-1100 oC sehingga terdapat reaksi antara NOx dengan NH3 sehingga letak injeksi yang tepat adalah di furnace downstream, reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2 NO2 + 2 NH3 ---> NH4NO3 + N2 + H2O

Teknik ini cukup efektif yaitu bisa mengurangi emisi gas NOx antara 30-50%. Selain itu chemical diatas, juga digunakan reducing agent seperti hydocarbon dan carbon monoxide.


Reaksi dengan urea sebagai berikut:

CO(NH2)2 + 2 NO + ½ O2 <---> 2 N2 + CO2 + 2 H2O

Reaksi efektif terjadi pada 1140-1420 K = 867-1147 oC, jika dioperasikan <1000 K maka tidak ada reaksi yang terjadi

[2] Selective Catalytic Reduction (SCR)

Teknik ini memiliki efisiensi yang paling bagus yaitu 80-90% karena kehadiran pengikatan NOoleh ammonia dibarengi dengan penambahan katalis (dari titanium, platinum or vanadium) yang bekerja efektif pada temperatur rendah yaitu 260-430 oC sehingga efektif diinjeksikan sebelum furnace (economizer) atau sesudah furnace (air heater).

Reaksi NOx control terjadi pada temperatur tinggi sebagai berikut:

6 NO + 4 NH3 <---> 5 N2 + 6 H2O

2 NO + 4 NH3 + 2 O2 <---> 3 N2 + 6 H2O

6 NO2 + 8 NH3 <---> 7 N2 + 12 H2O

Berdasarkan jurnal "controlling nitrogen oxide emissions from industrial source (Harrison et al, 1985) dijelaskan tahapan reaksi pada pada proses SCR sebagai berikut:
Gas NOx bisa terbentuk melewati 2 cara yaitu: [i] thermal dissosiation-recombination yaitu penggabungan unsur nitrogen (N2) dengan oksigen (O2) pada pembakaran di udara; [ii] keluaranya atom nitrogen selama proses pembakaran dan bereaksi dengan oksigen membentuk nitogen oxide (NOx).
Berdasarkan Handbook The Babcock & Wilcox Company sebagai berikut:
  • Adsorption
Teknik ini menggunakan zeolite sebagai penyerap gas NOx dan senyawa zeolite dan activated carbon. Zeolite yang umum dipasaran adalah noble metal-exchanged zeolite dan copper-ion exchanged zeolite.
  • Scrubbing
Teknik ini menggunakan tipe spray wet scrubber dan berdasarkan hasil uji laboratorium oleh peneliti didapatkan data bahwa penggunaan chemical ini bisa mengurangi gas NOx seperti: KMnO4, NaClO2, NaClO2+NaOH, larutan ferrous chelate nitrilotriacetic acid (NTA), ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA), hydroxy ethylene diamine triacetic acid (HEDTA) dan diethylene triamine penta acetic acid (DTPA).

  • Biological Method
Ada beberapa proses secara biologi seperti nitrification, denitrification dan microalgae. Nitrification adalah proses dimana ammonium/ammonia teroksidasi menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri. Selama proses oksidasi terlepaslah senyawa gas NOx seperti NO dan N2O. Senyawa tersebut diminimalisir menggunakan teknik denitrification juga munggunakan bantuan bakteri. Denitrification menggunakan media seperti trickling biofilter dan pelet diatomaceous earth.
Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Cara Kontrol NOx NO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., and Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation, 8th Edition Handbook
[2] Tullin, C., and Ljungstrom, E. (1989). Reaction Between Calcium Carbonate and Sulphur Dioxide. Journal of Energy & Fuels 1989, 3: 284-287
[3] Nannen, L.W., West R.E and  Kreith, F. (2012). Removal of SO2 from Low Sulfir Coal Combustion Gases by Limestone Scrubbing, Journal of the Air Poluution Control Association, 24:1, 29-39
[4] Harrison, B., Diwell A.F., and Wyatt, M. (1985). Controlling Nitrogen Oxide Emission from Industrial Source. Journal of Platinum Metals, 29(2), 50-56
[5] Hardison, L.C. (2012). Techniques for Controlling the Oxides of Nitrogen. Journal of the Air Pollution Control Association, Vol. 20 No. 6
[6] The Babcock & Wilcox Company. Economizers and air Heaters

Cara Kontrol SOx SO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara (1 of 2)

Diposting oleh On Tuesday, September 01, 2020

SO2 (SOx) dan NO2 (NOx) adalah produk hasil pembakaran fossil fuel, di PLTU dengan bahan bakar batubara 2 gas ini termasuk gas yang berbahaya terhadap lingkungan sehingga harus dikendalikan. 
Berdasarkan Journal of the Air Pollution Control Association (Nannen et al, 2012) sebagai berikut:

Limestone (CaCO3yang digunakan di scrubber bereaksi kimia bermacam-macam, salah satunya adalah menghasilkan produk kristal fase cair (.xH2O) sebagai berikut:

CaCO3 + SO2 + 2 H2O + ½ O2 ---> CaSO4.2 H2O + CO

Pengaruh reaksi kimia limestone terhadap pH untuk dikonversikan menjadi sulphite atau sulphate seperti terlihat di tabel berikut:

Sulphite sangat dihindari karena lebih berbahaya dari sulphate karena sifatnya yang masih reaktif belum stabil (oksidatif) dan ketika menjadi produkpun kurang bisa dimanfaatkan, berbeda dengan sulphate lebih stabil dan bisa digunakan untuk keperluan lain misalnya gypsum sebagai dinding bangunan (alternatif batu bata). Selain itu, sulphite sulit untuk diendapkan daripada sulphate sehingga treatment limbah sulit dilakukan.
Berdasarkan tabel tersebut, untuk menghasilkan sulphate yang cukup banyak (konversi tinggi) maka dikondisikan pH 6-7.
Berikut kutipan dari Basu (2015):
Beberapa senyawa yang bisa digunakan untuk mengikat SO2 seperti: limestone (CaCO3) dan dolomite (CaCO3.MgCO3). Pada temperatur 620 oC terjadi penguraian/pemisahan senyawa carbonate menjadi (CaCOdan MgCO3), sesuai reaksi berikut:

CaCO3.MgCO3 ---> CaCO3 + MgCO3

CaCO3 + MgCO3 ---> CaCO3 + MgO + CO

MgO inilah yang bereaksi lambat dengan SO2 pada temperatur 540-980 oC.


Dibawah ini dijelaskan detail cara kontrol SO2 dan NO2 pada PLTU tipe CFB, sebagai berikut:
1. SOx Control, bisa dikendalikan dengan beberapa cara berikut:
  • Precombustion
Kontrol ini dilakukan adalah pemilihan bahan bakar dengan rendah sulphur sehingga ketika dilakukan pembakaran terjadi pengurangan emisi gas SO2.
  • Combustion Modification
Kontrol ini dilakukan dengan penambahan limestone pada boiler CFB sebagai pengikat (absorbent) suphur sehingga dihasilkan gas buang yang minim kandungan SOx dan dihasilkan produk samping gypsum (CaSO4) yang terbagi menjadi 2 tahapan yaitu Tahapan Tidak Langsung dimana pada inisial pembakaran akan terjadi penguraian senyawa yaitu:
CaCO3 <---> CaO + CO2
Kemudian senyawa hasil penguraian pada suhu 750-950 oC, melanjutkan reaksi pengikatan dengan sulphur yang dinamakan desulphurization sebagai berikut:
CaO + SO2 + ½ O2 <---> CaSO4

CaO + SO3 <---> CaSO4

Gypsum (CaSO4) yang terbentuk ini adalah fase padat, sedangkan yang diatas tadi adalah produk kristal dalam fase cair.

Tahapan Langsung juga bisa terjadi seperti reaksi berikut:

CaCO3 + SO2 + ½ O2 <---> CaSO4 + CO2

CaCO3 + SO3 <---> CaSO4 + CO2

  • Wet & Dry Scrubber
Kondisi wet scrubber menggunakan media air yang dicampur bahan kimia. Gas buang dipaksa kontak dengan kolam (pond) berisi air + bahan absorbent sehingga gas buang yang mengandung SOx terikat dan bereaksi kimia. Bahan kimia yang umum digunakan adalah Lime (CaO), Limestone (CaCO3), Sodium Carbonate (Na2CO3). Pengalaman yang pernah dilakukan sendiri oleh penulis di pabrik kimia untuk minimalisir SOx adalah penggunaan Sodium Hydroxide (NaOH), bahan tersebut memiliki kelebihan tidak menimbulkan residu yang terlalu besar dan dengan dosis sedikit sudah bisa mengatasi SOx namun itu juga memiliki kelemahan seperti harga mahal, penanganan sulit dan bahan cukup berbahaya karena pH basa kuat.

Kondisi dry scrubber menggunakan sistem spray yang dikontakkan dengan gas buang dan umumnya ditambah peralatan electrostatic precipitator (ESP)

Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan wet scrubber yang salah satu tipenya adalah flue gas desulfurization (FGD)
Kelebihan:
  1. Merupakan teknologi yang cukup modern
  2. Dapat meminimalisir sisa gas buang dengan kadar sulphur tinggi
  3. Limestone mudah didapatkan dan harga murah
  4. Proses relatif simpel
  5. Efisiensi pengikatan sulphur tinggi mencapai 90%
  6. Gypsum yang dihasilkan berkualitas bagus sehingga bisa digunakan untuk bahan baku industri lain
Kekurangan:
  1. Menghasilkan sludge yang cukup banyak
  2. Sludge sulit dipompa dan dipindahkan
  3. Sludge sulit untuk dicairkan agar mudah mobilisasi
  4. Tempat pembuangan harus khusus
  5. Membutuhkan air dalam kuantitas yang cukup besar
Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan tipe scrubber adalah:
  1. Penampungan air yang cukup besar untuk keefektifan penyerapan
  2. Relative velocity yang tinggi antara gas dan liquid sehingga efisiensi menjadi lebih tinggi
  3. Surface area liquid yang besar misalnya dibuatkan spray tower atau atomizing membuat area kontak liquid dengan flue gas menjadi lebih luas
  4. Minimum internal part untuk menurunkan tingkat maintenance yang disebabkan korosi atau kerusakan peralatan sehingga downtime turun
  5. Operasi counter-current berlawanan arah antara flue gas dan liquid sehingga proses absorbsi lebih optimal
  6. Preesure drop yang rendah sehingga membuat kinerja pompa lebih ringan
  7. Kemampuan minimalisir partikel solid
Beberapa tipe scrubber yang umum digunakan sebagai berikut:
  • Ventury Scrubber

Berikut karakteristiknya:
  1. Efisiensi penyerapan gas SO2 sangat rendah karena contact time rendah dan kemampuan menahan liquid kecil
  2. Peralatannya sangat simpel dan efisien dalam minimalisir solid
  3. Pressure drop cukup tinggi sehingga beban pompa besar
  4. Mudah diaplikasikan dengan peralatan tambahan lainnya
  5. Alirannya co-current atau searah antara liquid dan flue gas
  6. Membutuhkan laju aliran yang cukup tinggi sehingga biaya operasional relatif mahal
  7. Bagus dalam ketahanan terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan)
  8. Bagus dalam minimalisir partikel solid (fly ash)
  • Spray Tower Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Teknik ini juga termasuk yang simpel
  2. Pressure drop sangat rendah
  3. Efisiensi cukup rendah karena kemampuan menahan liquid kecil, nilai efisiensi antara 40-85%
  4. Untuk meningkatkan efisiensi atau kecepatan gas yang tinggi membutuhkan dimensi scrubber yang besar sehingga kurang efisien
  5. Beban kerja pompa cukup berat untuk memompa slurry campuran air + limestone menuju spray tower
  6. Membutuhkan peralatan tambahan untuk meminimalisir partikel solid yang terkandung dalam gas
  7. Aliran counter-current
  8. Bagus dalam ketahanan terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan)
  9. Bagus dalam minimalisir partikel solid (fly ash)
  • Fixed Bed Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Berisi bed yang tertata fixed tidak bubbling sehingga kontak antara gas dan liquid cukup baik dan efisiensi tinggi antara 50-98%
  2. Aliran counter-current (berlawanan arah)
  3. Pressure drop rendah
  4. Kekurangan adalah ketahanan yang kurang terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan) karena desain bed yang keras serta fixed & surface area yang besar sehingga bisa terdapat selipan/kumpulan deposit solid di celah-celah bed dan belum mampu dalam minimalisir solid particle (fly ash atau TSS)
  • Mobile Bed Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Berisi bed yang tertata mobile/bebas sehingga dikarakteristikkan tipe bubbling sehingga potensi adanya deposit solid di celah bed bisa diminimalisir
  2. Bagus dalam penanganan gas dengan velocity besar tanpa kehilangan efisiensi kerja
  3. Bisa digunakan bed dengan densitas kecil seperti plastik sehingga tingkat bubbling semakin tinggi
  4. Bagus dalam minimalisir gas SO2 dan partikel solid
  5. Bagus dalam kemampuan menahan liquid sehingga menambah contact time
  6. Aliran co-current
  7. Pressure drop sedang
  8. Efisiensi bagus dalam rentang antara 80-95%
KESIMPULAN MACAM-MACAM SOx CONTROL:


Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Cara Kontrol SOx SO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., and Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation, 8th Edition Handbook
[2] Tullin, C., and Ljungstrom, E. (1989). Reaction Between Calcium Carbonate and Sulphur Dioxide. Journal of Energy & Fuels 1989, 3: 284-287
[3] Nannen, L.W., West R.E and  Kreith, F. (2012). Removal of SO2 from Low Sulfir Coal Combustion Gases by Limestone Scrubbing, Journal of the Air Poluution Control Association, 24:1, 29-39
[4] Basu, P. (2015). Circulating Fluidized Bed Boilers, Design, Operation and Maintenance. Canada

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Teknik Pengendalian Solid Particle Flue Gas Sisa Pembakaran Bahan Bakar

Diposting oleh On Friday, August 14, 2020

Flue Gas adalah gas buang sisa pembakaran yang sudah tak diinginkan kembali. Istilah ini umum digunakan pada PLTU sebagai hasil sisa pembakaran bahan bakar (gas alam, batubara, biomassa dan lain-lain). Sisa pembakaran batubara ada 2 yaitu fase gas dan padat. Fase gas umumnya COx, SOx, NOx dan fase padat adalah abu terbang (fly ash). Teknik pengendalian fase gas dibahas di artikel berjudul "Cara Kontrol Gas SOx dan NOx pada Pembakaran Batubara". Sedangkan fase solid dikendalikan dengan menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut:
  • Cyclone Separator/Multi-Cyclone
Cyclone Separator, sumber gambar: exair.com 
Cyclone Separator, sumber gambar: che.iitb.ac.in
Prinsip yang digunakan adalah gaya sentrifugal yaitu gaya pusar yang mengarah ke arah luar sehingga ketika flue gas yang mengandung solid particle masuk ke cyclone maka akan terlempar kearah luar (dinding tabung cyclone). Karena gaya gravitasi maka solid particle jatuh ke bawah sedangkan gas akan terdorong keatas.
Cyclone separator umumnya digunakan untuk industri menengah ke bawah dengan solid particle berukuran cukup besar dan daya listrik yang dikonsumsi rendah.

  • Electro Static Precipitator (ESP)


Prinsip teknik ini adalah gaya tarik-menarik antara partikel bernuatan positif (+) dan negatif (-). ESP didesain menggunakan 2 material logam yaitu: (i) electrode, dan (ii) collecting plate. Solid particle flue gas melewati diantara 2 logam tersebut, dimana electrode menjadi betegangan negatif (-) akibat pengaruh arus DC high voltage, ketika solid particle mendekat maka akan ter-ionisasi dan ketarik oleh collecting plate yang bertindak sebagai kutub positif (+). Setelah solid particle mengumpul di collecting plate maka dengan automatic hammer memukul plate menyebabkan solid particle jatuh ke ash hopper.
ESP umumnya digunakan untuk industri/PLTU kapasitas besar karena dalam operasinya membutuhkan listrik yang cukup besar, area yang luas dan treatment yang sering.
  • Baghouse Filter
Baghouse filter menggunakan teknik penangkapan debu dengan sarung mess tinggi sebagai filter. Solid particle flue gas akan tertangkap pada sarung dan tidak tertembus karena diameter solid particle > mess sarung. Penggunaan ini umumnya pada industri/PLTU menengah ke bawah dengan pertimbangan penggunaan listrik yang rendah, kadar SOx rendah dan murahnya biaya maintenance.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Teknik Pengendalian Solid Particle Flue Gas Sisa Pembakaran Bahan Bakar, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., dan Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation. Eighth Edition Handbook

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK