Trending Topik

Perbandingan Teknologi Positive Material Identification (PMI) antara XRF, OES dan LIBS

Diposting oleh On Thursday, August 25, 2022

 Positive Material Identification (PMI) tidak lepas dari pekerjaan engineer teknik di bidang material-metallurgi. Teknologi PMI dari tahun ke tahun selalu mengalami perkembangan lewat inovasi-inovasi yang ditujukan untuk mencapai keakuratan analisa, portable ringan, ringkas dan safety baik bagi human or environment. Pada satu abad ini sudah terdapat 3 teknologi PMI yang berkembang seperti:

  1. X-Ray Fluorescence (XRF)
  2. Optical Emission Spectrometers (OES)
  3. Laser Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS)

Berdasarkan Handbook of Miziolek et al (2006) sebagai berikut:


Dari lieteratur tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Miziolek et al., 2006)
  • Teknologi laser awal mulai ditemukan Tahun 1960 dan Tahun 1980 dikembangkan laser untuk LIBS. Dalam perjalanan ke Abad 21 LIBS merupakan teknologi terupdate/termodern di dunia ini sejak pengembangan dan penyempurnaan di Tahun 2004
  • LIBS bisa digunakan untuk menguji komposisi kimia pada logam, batu, tanah, serbuk, liquid, gigi, tulang dll
  • LIBS menggunakan metode Atomic Emission Spectroscopy (AES) dengan langkah kerja: (iatomization; (iiexcitation; (iiidetection; (ivcallibration; (vdetermination
  • LIBS yang mengusung metode AES memiliki kelebihan dibandingkan teknologi non-AES sebagai berikut: (i) kemampuan mendeteksi seluruh unsur kimia; (ii) ringkas; (iiireal-time analysis; (iv) tidak ada preparasi sampel (atau sedikit preparasi); (v) bisa digunakan untuk uji sampel solid, liquid dan gas; (vi) sensitifitas yang baik pada unsur tertentu (Cl, F) yang tidak bisa dideteksi oleh teknologi non-AES
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS memiliki manfaat mengurangi interferensi molekul, meningkatkan intensitas spark dan cocok untuk observasi wavelength unsur di kisaran 200 nm

Berdasarkan Standard API 578 sebagai berikut:

Berdasarkan standard tersebut didapatkan infomasi sebagai berikut: (API 578)
  • Teknologi Optical Emission Spectrometry (OES) terbagi menjadi 3 kelas yaitu: (iKELAS I: skala laboratorium yang masih manual mengandalkan operator skill dan pengalaman. Output dari alat masih semi-qualitative dan  harus menganalisis berdasarkan visible light spectra yang didapatkan untuk dicocokkan dengan literatur. Kemampuan reading hanya sampai 16 unsur; (iiKELAS IIportable untuk analisis di lapangan atau laboratorium dengan menggunakan big cyclinder gas Argon (Ar) dimana desain yang semakin kesini menjadi small cylinder gas Argon (Ar) dengan kelebihan bisa membaca unsur Carbon (C). Kelas ini tidak membutuhkan subjective dari interpretasi operator karena langsung ter-display quantitaive result. Kelas ini menggunakan metode arc (busur) dan spark (percikan); (iiKELAS III: teknologi LIBS yang menggunakan high pulse sehingga membentuk plasma high temperature pada sampel dan atom di sampel kemudian ter-eksitasi dan pada proses pendinginan maka atom akan kembali ke orbital-nya masing-masing dengan mengeluarkan cahaya (bisa UV, optic atau infrared), cahaya tersebut ditangkap detector kemudian dibaca sesai wavelength karakteristik masing-masing unsur. Kelas ini memiliki kelebihan yaitu dapat membaca low carbon analysis
Berdasarkan penelusuran web di Question & Answer Researchgate (2018) sebagai berikut:

Berdasarkan pembahasan tersebut bisa didapatkan informasi sebagai berikut(Question & Answer Researchgate, 2018)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS digunakan untuk meningkatkan sinyal (sensitivitas) karena ketika LIBS running ditembakkan pada sampel maka akan terjadi pengeluaran plasma high temperature sehingga bisa meng-excitasi atom dan temperature ini sebisa mungkin dijaga jangan terserap oleh atmosfer sehingga digunakan gas Argon (Ar) untuk mengisolasi plasma. Temperatur plasma dan density/intensitas adalah kunci higher LIBS signal (Rai, 2018; Biswas, 2018)
Berdasarkan artikel di Vericheck (2022) sebagai berikut:


Berdasarkan artikel tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Vericheck, 2022)
  • Fungsi gas Argon (Ar) pada OES adalah untuk menganalisa light-element (C, P, S, N) dimana semuanya memiliki wavelength <200 nm. Gas Argon (Ar) mampu membantu spectrometer pada wavelength dari 200 nm bahkan dibawahnya (sinar UV)
  • Perhatian pada gas Argon (Ar) meliputi: (i) purity Argon ada 2 yaitu 4.8 setara 99.998& dan 5.0 setara 99.999%, dimana pure gas Argon (Ar) harus meminimalisir gas CO2 dan H2O karena kedua senyawa tersebut merusak wavelength dari 200 nm dan dibawahnya, sehingga tingkat purity gas Argon (Ar) sengat berpengaruh terhadap akurat/tidaknya analisa pada OES

Berdasarkan artikel dari Pyromation (2022):
Berdasarkan literatur tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Pyromation, 2022)
  • OES adalah HANYA metode yang handal untuk mengukur unsur Carbon (C) seperti pada stainless steel, Magnesium (Mg) dan Silicon (Si) dimana semuanya adalah light-element
  • Pengukuran di OES dapat dicapai juga TANPA gas Argon (Ar) tetapi tingkat keakuratan dan  kepresisian yang kurang dan harus dilakukan terus pengulangan agar didapatkan rata-rata hasil yang stabil
Berdasarkan artikel di Hitachi (2022) sebagai berikut:

Berdasarkan artikel tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Hitachi, 2022)
  • Carbon Equivalent (CE) adalah konsep menghitung perkiraan jumlah C umumnya di ferrous material (steel dan cast iron) yang menggunakan convert persentase unsur lain pada alloy yang diuji
  • Carbon content adalah hasil pembacaan riil detektor alat yang didasarkan pada tingkat energi excitasi yang dipancarkan (pada teknologi XRF, OES, LIBS)
  • XRF, OES dan LIBS adalah teknologi yang sangat berguna namun masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan
  • Kelebihan XRF adalah: (i) teknologi yang telah digunakan >40 tahun; (ii) menguji komponen tanpa meninggalkan luka/goresan/roughness dan baik untuk uji di industri otomotif dan pesawat terbang; (iii) tingkat kekuratan pembacaan yang tinggi. Kelemahan XRF adalah: (i) tidak bisa membaca unsur Carbon (C); (ii) dibutuhkan operator khusus karena bahaya radiasi X-ray
  • Kelebihan OES adalah: (i) sangat baik digunakan untuk mengukur semua unsur bahkan light element (C, B, P, N); (ii) tingkat kekurasian sangat tinggi. Kelemahan OES adalah: (i) meninggalkan luka/goresan pada sampel yang diuji; (ii) menggunakan energi yang lebih besar dibandingkan  XRF dan LIBS; (iii) masih menggunakan gas Argon (Ar); (iv) membutuhkan preparasi sampel yang bersih dari pengotor
  • Kelebihan LIBS adalah: (i) teknologi ter-update dan terbaru di abad 21; (ii) merupakan pengembanga teknologi, dimana laser memancarkan kecil namun energi yang ditransfer ke sampel sangat besar; (iii) sangat baik digunakan untuk mengukur Al alloy; (iv) walaupun tekniknya menembak sampel mirip OES namun luka yang tergores sangat kecil bahkan diamplas sedikit sudah hilang. Kelemahan LIBS adalah: (i) membutuhkan preparasi sampel yang bersih dari pengotor
Berdasarkan jurnal dari Noll et al (2018) sebagai berikut:
Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Noll et al., 2018)
  • Tidak ada teknologi sampai saat ini yang bisa menyamai tingkat kemampuan dalam membaca banyak unsur kimia sebaik LIBS, dimana metodenya yang menggunakan pengukuran jarak antara last optic dengan jarak objek
Berdasarkan jurnal dari Afgan et al (2017) sebagai berikut:
Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Afgan et al., 2017)
  • Kelemahan LIBS adalah akurasi dan presisi rendah sehingga peneliti harus effort lebih mengulang-ulang pengukuran untuk mendapatkan sensitiftas dan keakuratan yang baik
  • Pengukuran unsur Carbon (C) pada steel merupakan tantangan peneliti  pada peralatan LIBS baik benchtop maupun portable karena hasil pengukuran quantitative Carbon (C) content pada wavelength setara UV light terserap oleh udara atmosfer
  • Berdasarkan penelitian di jurnal disebutkan bahwa hasil dari LIBS lebih mendekati keakuratan (parameter rata-rata deviasi standard) daripada XRF bahka tingkat rata-rata validasi error LIBS lebih rendah dibandingkan XRF
Berdasarkan jurnal Switzner et al (2020) sebagai berikut:

Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Switzner et al., 2020)
  • Dari hasil pengujian beberapa teknologi terdapat karakteristik kemampuan dari masing-masing teknologi seperti: (i) LIBS mampu membaca semua unsur kecuali S dan P; (ii) XRF mampu membaca semua unsur kecuali C dan V; (iiiFilling mampu membaca semua unsur kecuali Nb; (iv) OES mampu membaca semua unsur
Berdasarkan tabel periodik unsur ini yang disebut "LIGHT ELEMENT" adalah unsur dengan nomor atom dibawah Mg (Z=12) yaitu Na (Z=11), O (Z=8), N (Z=7), C (Z=6) dan B (Z=5)

Berdasarkan jurnal dari Griinberger eta al (2019) sebagai berikut:
Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Griinberger et al., 2019)
  • Gas Argon (Ar) pada LIBS digunakan untuk mengisolasi plasma sehingga meningkatkan emission intensity
Berdasarkan jurnal dari Rajavelu et al (2021) sebagai berikut:

Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Rajavelu et al., 2021)
  • LIBS adalah tipe dari AES yang menggunakan pembangkit laser pada high pulse
  • Kelebihan LIBS adalah: (i) analisa cepat; (ii) pengukuran yang simultan pada banyak unsur, (iii) mampu dioperasikan jarak jauh; (iv) sedikit (bahkan tidak ada) preparasi sampel
  • LIBS bisa digunakan pada sampel solid, liquid dan gas
  • Penggunaan LIBS yang kontak dengan udara atmosfer menyebabkan gangguan pada plasma yang dihasilkan laser sehingga mengganggu emision analysis yang menyebabkan pengukuran quantitative unsur menjadi error
  • Ketika menggunakan LIBS maka harus menjauhi kontak dengan udara atmosfer
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS menggunakan prinsip blow gas over sehingga lingkungan tempat plasma terbentuk menjadi inert atmosphere. Tujuan isolasi dari plasma ini adalah menghalangi interaksi plasma dengan udara atmosfer yang bisa mempengaruhi terbentuknya oksida dan fragment molekul yang bisa mengurangi intensitas emision plasma
  • Wavelength cahaya terbagi menjadi 3 yaitu: (i) <400 nm masuk kategori UV radiation; (ii) 400-800 nm masuk kategori visible radiation (light); (iii) 800 nm-1 mm masuk kategori infrared radiation
  • Wavelength unsur Carbon (C) pada kisaran 193 nm masuk kategori UV radiation
  • Selain menggunakan gas Argon (Ar), LIBS bisa menggunakan metode vacuum untuk disekeliling plasma yang dimaksudkan sama untuk mengisolasi plasma agar tidak terserap oleh udara atmosfer
Berdasarkan jurnal dari Dong et al (2012):
Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Dong et al., 2012)
  • Karakteristik dari spektrum emisi atom Carbon (C) tergantung pada gas environment karena perbedaan chemical dan physical properties plasma
  • Berdasarkan grafik terlihat bahwa wavelength gas Argon (Ar) jauh lebih tinggi dari Helium (He) kemudian diikuti oleh udara atmosfer sehingga gas Ar dan He bisa digunakan sebagai isolasi plasma LIBS
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS karena Ar memiliki kecenderungan membentuk konsentrasi elektron yang besar yang bisa meningkatkan intensitas emisi plasma sehingga urutan tingkat natara paremeter intensitas, temperatur dan jumlah electron density secara berurutan adalah Ar > He > Air
  • Udara atmosfer memiliki pengaruh pada emisi atom dan molekul
  • Temperatur eksitasi plasma adalah faktor utama yang mempengaruhi emisi atom Carbon (C) di setiap gas di atmosfer
Berdasarkan artikel di Sciaps (2022):

Berdasarkan artikel tersebut didapatkan informasi sebagai berikut(Sciaps, 2022)
  • LIBS mendeteksi quantitative unsur dengan cara ketika plasma mendingin maka atom yang ter-excitasi akan kembali ke orbital dengan mengeluarkan berkas cahaya (bisa dalam bentuk  UV, optical atau IR) dan wavelength itulah yang akan teridentifikasi pada detektor karena setiap unsur memiliki karakteristik masing-masing
  • Penggunaan gas Argon (Ar) bisa meningkatkan sinyal sampai 10x sehingga detection limit juga meningkat dan keakuratan dalam quantitative result bisa lebih baik
  • Unsur Carbon (C) memiliki wavelength 193.1 nm sehingga mudah terserap oleh UV (udara atmosfer) dan dengan penggunaan gas Argon (Ar) bisa menutup sampai 100x sedangkan jika tanpa gas Argon (Ar) tidak mungkin mencapai detection limit atau kepresisian pengukuran pada unsur C, Si, Cr
EXECUTIVE SUMMARY dari kajian beberapa literatur sebagai berikut:

  • Teknologi XRF digunakan sudah lebih dari 40 tahun yang lalu (Hitachi, 2022)
  • Kelebihan XRF adalah: (i) menguji komponen tanpa meninggalkan luka/goresan/roughness dan baik untuk uji di industri otomotif dan pesawat terbang; (ii) tingkat kekuratan pembacaan yang tinggi. Kelemahan XRF adalah: (i) tidak bisa membaca unsur Carbon (C); (ii) dibutuhkan operator khusus karena bahaya radiasi X-ray (Hitachi, 2022)
  • Teknologi Optical Emission Spectrometry (OES) terbagi menjadi 3 kelas yaitu: (iKELAS I: skala laboratorium yang masih manual mengandalkan operator skill dan pengalaman. Output dari alat masih semi-qualitative dan  harus menganalisis berdasarkan visible light spectra yang didapatkan untuk dicocokkan dengan literatur. Kemampuan reading hanya sampai 16 unsur; (iiKELAS IIportable untuk analisis di lapangan atau laboratorium dengan menggunakan big cyclinder gas Argon (Ar) dimana desain yang semakin kesini menjadi small cylinder gas Argon (Ar) dengan kelebihan bisa membaca unsur Carbon (C). Kelas ini tidak membutuhkan subjective dari interpretasi operator karena langsung ter-display quantitaive result. Kelas ini menggunakan metode arc (busur) dan spark (percikan); (iiiKELAS III: teknologi LIBS yang menggunakan high pulse sehingga membentuk plasma high temperature pada sampel dan atom di sampel kemudian ter-eksitasi dan pada proses pendinginan maka atom akan kembali ke orbital-nya masing-masing dengan mengeluarkan cahaya (bisa UV, optic atau infrared), cahaya tersebut ditangkap detector kemudian dibaca sesai wavelength karakteristik masing-masing unsur. Kelas ini memiliki kelebihan yaitu dapat membaca low carbon analysi(Standard API 578)
  • OES adalah HANYA metode yang handal untuk mengukur unsur Carbon (C) seperti pada stainless steel, Magnesium (Mg) dan Silicon (Si) dimana semuanya adalah light-element (Pyromation, 2022)
  • LIGHT ELEMENT adalah unsur dengan nomor atom dibawah Mg (Z=12) yaitu Na (Z=11), O (Z=8), N (Z=7), C (Z=6) dan B (Z=5)
  • Kelebihan OES adalah: (i) sangat baik digunakan untuk mengukur semua unsur bahkan light element (C, B, P, N); (ii) tingkat kekurasian sangat tinggi. Kelemahan OES adalah: (i) meninggalkan luka/goresan pada sampel yang diuji; (ii) menggunakan energi yang lebih besar dibandingkan  XRF dan LIBS; (iii) masih menggunakan gas Argon (Ar); (iv) membutuhkan preparasi sampel yang bersih dari pengotor (Hitachi, 2022)
  • Teknologi laser awal mulai ditemukan Tahun 1960 dan Tahun 1980 dikembangkan laser untuk LIBS. Dalam perjalanan ke Abad 21 LIBS merupakan teknologi terupdate/termodern di dunia ini sejak pengembangan dan penyempurnaan di Tahun 2004 (Miziolek et al., 2006) (Pyromation, 2022) (Hitachi, 20220) (Rajavelu et al., 2021) (Sciaps, 2022) (Switzner et al., 2020)
  • LIBS menggunakan metode Atomic Emission Spectroscopy (AES) dengan langkah kerja: (iatomization; (iiexcitation; (iiidetection; (ivcallibration; (vdetermination (Miziolek et al., 2006)
  • LIBS adalah tipe dari AES yang menggunakan pembangkit laser pada high pulse (Rajavelu et al., 2021)
  • LIBS bisa digunakan untuk menguji komposisi kimia pada logam, batu, tanah, serbuk, liquid, gigi, tulang, gas (Miziolek et al., 2006(Rajavelu et al., 2021) (Noll et al., 2018) (Afgan et al., 2017) (Switzner et al., 2020)
  • LIBS yang mengusung metode AES memiliki kelebihan dibandingkan teknologi non-AES sebagai berikut: (i) kemampuan mendeteksi seluruh unsur kimia; (ii) ringkas; (iiireal-time analysis; (iv) tidak ada preparasi sampel (atau sedikit preparasi); (v) bisa digunakan untuk uji sampel solid, liquid dan gas; (vi) sensitifitas yang baik pada unsur tertentu (Cl, F) yang tidak bisa dideteksi oleh teknologi non-AES (Miziolek et al., 2006)
  • Tidak ada teknologi sampai saat ini yang bisa menyamai tingkat kemampuan dalam membaca banyak unsur kimia sebaik LIBS, dimana metodenya yang menggunakan pengukuran jarak antara last optic dengan jarak objek (Noll et al., 2018)
  • Berdasarkan penelitian di jurnal disebutkan bahwa hasil dari LIBS lebih mendekati keakuratan (parameter rata-rata deviasi standard) daripada XRF bahka tingkat rata-rata validasi error LIBS lebih rendah dibandingkan XRF (Afgan et al., 2017)
  • XRF, OES dan LIBS adalah teknologi yang sangat berguna namun masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan (Hitachi, 2022)
  • Dari hasil pengujian beberapa teknologi terdapat karakteristik kemampuan dari masing-masing teknologi seperti: (i) LIBS mampu membaca semua unsur kecuali S dan P; (ii) XRF mampu membaca semua unsur kecuali C dan V; (iiiFilling mampu membaca semua unsur kecuali Nb; (iv) OES mampu membaca semua unsur (Switzner et al., 2020)
  • Kelebihan LIBS adalah: (i) teknologi ter-update dan terbaru di abad 21; (ii) merupakan pengembanga teknologi, dimana laser memancarkan kecil namun energi yang ditransfer ke sampel sangat besar; (iii) sangat baik digunakan untuk mengukur Al alloy; (iv) walaupun tekniknya menembak sampel mirip OES namun luka yang tergores sangat kecil bahkan diamplas sedikit sudah hilang. Kelemahan LIBS adalah: (i) membutuhkan preparasi sampel yang bersih dari pengotor (Hitachi, 2022)
  • Kelebihan LIBS adalah: (i) analisa cepat; (ii) pengukuran yang simultan pada banyak unsur, (iii) mampu dioperasikan jarak jauh; (iv) sedikit (bahkan tidak ada) preparasi sampel
  • Kelemahan LIBS adalah akurasi dan presisi rendah sehingga peneliti harus effort lebih mengulang-ulang pengukuran untuk mendapatkan sensitiftas dan keakuratan yang baik (Afgan et al., 2017)
  • Pengukuran unsur Carbon (C) pada steel merupakan tantangan peneliti  pada peralatan LIBS baik benchtop maupun portable karena hasil pengukuran quantitative Carbon (C) content pada wavelength setara UV light terserap oleh udara atmosfer (Afgan et al., 2017)
  • Penggunaan LIBS yang kontak dengan udara atmosfer menyebabkan gangguan pada plasma yang dihasilkan laser sehingga mengganggu emision analysis yang menyebabkan pengukuran quantitative unsur menjadi error (Rajavelu et al., 2021)
  • Ketika menggunakan LIBS maka harus menjauhi kontak dengan udara atmosfer (Rajavelu et al., 2021)
  • Temperatur eksitasi plasma adalah faktor utama yang mempengaruhi emisi atom Carbon (C) di setiap gas di atmosfer (Dong et al., 2012)
  • Karakteristik dari spektrum emisi atom Carbon (C) tergantung pada gas environment karena perbedaan chemical dan physical properties plasm(Dong et al., 2012)
  • Fungsi gas Argon (Ar) pada OES adalah untuk menganalisa light-element (C, P, S, N) dimana semuanya memiliki wavelength <200 nm. Gas Argon (Ar) mampu membantu spectrometer pada wavelength dari 200 nm bahkan dibawahnya (sinar UV) (Vericheck, 2022)
  • Pengukuran di OES dapat dicapai juga TANPA gas Argon (Ar) tetapi tingkat keakuratan dan  kepresisian yang kurang dan harus dilakukan terus pengulangan agar didapatkan rata-rata hasil yang stabil (Pyromation, 2022)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS memiliki manfaat mengurangi interferensi molekul, meningkatkan intensitas spark dan cocok untuk observasi wavelength unsur di kisaran 200 nm  (Miziolek et al., 2006)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS digunakan untuk meningkatkan sinyal (sensitivitas) karena ketika LIBS running ditembakkan pada sampel maka akan terjadi pengeluaran plasma high temperature sehingga bisa meng-excitasi atom dan temperature ini sebisa mungkin dijaga jangan terserap oleh atmosfer sehingga digunakan gas Argon (Ar) untuk mengisolasi plasma. Temperatur plasma dan density/intensitas adalah kunci higher LIBS signal (Rai, 2018; Biswas, 2018)
  • Gas Argon (Ar) pada LIBS digunakan untuk mengisolasi plasma sehingga meningkatkan emission intensity (Griinberger et al., 2019)
  • LIBS mendeteksi quantitative unsur dengan cara ketika plasma mendingin maka atom yang ter-excitasi akan kembali ke orbital dengan mengeluarkan berkas cahaya (bisa dalam bentuk  UV, optical atau IR) dan wavelength itulah yang akan teridentifikasi pada detektor karena setiap unsur memiliki karakteristik masing-masing (Sciaps, 2022)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS menggunakan prinsip blow gas over sehingga lingkungan tempat plasma terbentuk menjadi inert atmosphere. Tujuan isolasi dari plasma ini adalah menghalangi interaksi plasma dengan udara atmosfer yang bisa mempengaruhi terbentuknya oksida dan fragment molekul yang bisa mengurangi intensitas emision plasma (Rajavelu et al., 2021)
  • Data menunjukkan bahwa wavelength gas Argon (Ar) jauh lebih tinggi dari Helium (He) kemudian diikuti oleh udara atmosfer sehingga gas Ar dan He bisa digunakan sebagai isolasi plasma LIBS (Dong et al., 2012)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) pada LIBS karena Ar memiliki kecenderungan membentuk konsentrasi elektron yang besar yang bisa meningkatkan intensitas emisi plasma sehingga urutan tingkat natara paremeter intensitas, temperatur dan jumlah electron density secara berurutan adalah Ar > He > Air
  • Udara atmosfer memiliki pengaruh pada emisi atom dan molekul (Dong et al., 2012)
  • Penggunaan gas Argon (Ar) bisa meningkatkan sinyal sampai 10x sehingga detection limit juga meningkat dan keakuratan dalam quantitative result bisa lebih baik (Sciaps, 2022)
  • Selain menggunakan gas Argon (Ar), LIBS bisa menggunakan metode vacuum untuk disekeliling plasma yang dimaksudkan sama untuk mengisolasi plasma agar tidak terserap oleh udara atmosfer (Rajavelu et al., 2021)
  • Carbon Equivalent (CE) adalah konsep menghitung perkiraan jumlah C umumnya di ferrous material (steel dan cast iron) yang menggunakan convert persentase unsur lain pada alloy yang diuji (Hitachi, 2022)
  • Carbon content adalah hasil pembacaan riil detektor alat yang didasarkan pada tingkat energi excitasi yang dipancarkan (pada teknologi XRF, OES, LIBS) (Hitachi, 2022)
  • Wavelength cahaya terbagi menjadi 3 yaitu: (i) <400 nm masuk kategori UV radiation; (ii) 400-800 nm masuk kategori visible radiation (light); (iii) 800 nm-1 mm masuk kategori infrared radiation (Rajavelu et al., 2021)
  • Wavelength unsur Carbon (C) pada kisaran 193 nm masuk kategori UV radiation (Rajavelu et al., 2021)
  • Unsur Carbon (C) memiliki wavelength 193.1 nm sehingga mudah terserap oleh UV (udara atmosfer) dan dengan penggunaan gas Argon (Ar) bisa menutup sampai 100x sedangkan jika tanpa gas Argon (Ar) tidak mungkin mencapai detection limit atau kepresisian pengukuran pada unsur C, Si, Cr (Sciaps, 2022)
Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2022). Perbandingan Teknologi Positive Material Identification (PMI) antara XRF, OES dan LIBSwww.caesarvery.com

Referensi:
[1] API 578. (2018). Guidelines for a Material Verification Program (MVP) for New and Existing Assets
[6] Noll, R., Begemann, C.F., Connemann, S., Meinhardt, C., and Sturm, V. (2018). LIBS Analyses for Industrial Applications-an Overview of Developments from 2014 to 2018. Critical Review. Royal Society of Chemistry

[7] Afgan, M.S., Hou, Z., and Wang, Z. (2017). Quantitative Analysis of Common in Steel Using a Handheld µ-LIBS Instrument. Journal of Analytical Atomic Spectrometry

[8] Switzner, N., Liong, M., Veloo, P., Gould, M., and Rovella, T. (2020). Nondestructive Testing of Pipeline Materials: Further Evaluation of Portable OES, XRF, LIBS, and Fillings to Estimate Chemical Composition. Pipeline Pigging and Integrity Management Conference

[9] Miziolek, A.W., pallesschi, V., and Schechter, I. (2006). Handbook of Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS): Fundamentals and Application. Cambridge University Press

[10] Griinberger, S., Watzl, G., Huber, N., and Fuchs, S.E. (2019). Chemical Imaging with laser Ablation-Spark Discharge-Optical Emission Spectroscopy (LA-SD-OES) and Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS). J. of Optics and Laser Technology

[11] Rajavelu, H., Vasa, N.J., and Seshandri, S. (2021). LIBS Tecghique Combined with Blow Gas and Vacuum Suction to Remove Particle Cloud and Enhance Emission Intensity during Characterization of Powder Samples. J. of Atomic Spestroscopy, pp. 181

[12] Dong, M., mao, X., Gonzales, J.J., Lu, J., and Russo, R.E. (2012). Time-Resolved LIBS of Atomic and Molecular Carbon from Coal in Air Argon and Helium. J. of Analytical Atomic Spectrometry

Mengenal Tentang Biodiesel (B30-Bxx), Standard dan Parameternya

Diposting oleh On Monday, August 15, 2022

Bahan Bakar Nabati (BBN) terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:

  1. BBN oksigenat (oxygenate biofuel), bahan bakar yang mengandung atom oksigen (O) dengan anggota seperti biodiesel dan bioetanol
  2. BBN biohidrokarbon (biohydrocarbon/drop-in biofuel), BBN yang bebas dari oksigen (O) dan hanya tersusun dari atom carbon (C) dan hydrogen (H) dengan anggota bensin biohidrokarbon/nabati, bioavtur, avtur biohidrokarbon/nabati, minyak diesel biohidrokarbon
BBN yang paling terkenal adalah biodiesel, dengan bahasa ilmiahnya "ester metil asam lemak (EMAL)" atau "fatty acid alkyl ester (FAAE) yang dibuat dengan proses "esterifikasi atau trans-esterifikasi" antara minyak/lemak (hewani/nabati) dengan alkohol sebagai katalis, karena menggunakan alkohol tipe metanol maka biodiesel yang dihasilkan adalah "fatty acid methyl ester (FAME)". Lemak hewani/minyak nabati yang digunakan untuk bahan baku biodiesel adalah triglyceride [Hoekman et al., 2012]. Reaksi "esterifikasi + trans-esterifikasi" digunakan ketika hasil pengujian asam lemak bebas minyak nabati TINGGI (>5%) sedangkan ketika RENDAH maka cukup reaksi "trans-esterifikasi" saja.
Ester/biodiesel bisa dalam 2 bentuk yaitu: [Fazal et al., 2019]
  1. Saturated Ester, seperti methyl myristate, methyl palmitate, methyl stearate
  2. Unsaturated Ester, seperti methyl palmitoleate, methyl linoleate, methyl linolenate
Macam-Macam Katalis yang Digunakan untuk Produksi Biodiesel: [Fazal et al., 2019] [Baskar and Aiswarya, 2016]
  1. Homogeneous Acid-Catalyst, seperti HCl, sulphuric, sulfonic
  2. Homogeneous Base-Catalyst, seperti KOH
  3. Heterogeneous Solid-Catalyst, seperti metal oxide (CaO, MgO, SrO, MgO/Al2O3, CaO/Al2O3, Li/CaO) dan golongan alkali (Na/NaOH/Al2O3, K2CO3/Al2O3), magnetic composite, hydrotalcite
  4. Enzyme-Catalyst, karakteristiknya adalah thermal stability dan activation yang sangat efektif namun harga mahal sehingga tidak efisien
  5. Nanocatalyst, merupakan teknologi mutakhir yang bisa meningkatkan keefektifan surface area dalam pengikatan reaktan
  6. Biocatalyst
Penggunan katalis homogeneous dan enzim sangat mahal untuk produksi biodiesel sehingga yang banyak digunakan adalah heterogeneous katalis untuk efisiensi dalam produk massal dan produk yang lebih baik. Selain itu, heterogeneous katalis mudah untuk dilakukan recovery dan reused [Fazal et al., 2019] [Baskar and Aiswarya, 2016]. Kelebihan homogeneous catalyst sebagai berikut: [i] Memerlukan sedikit kondisi operasi; [ii] Kecenderungan membutuhkan washing & purification tinggi sehingga produk lebih murni. Sedangkan kekurangan homogeneous catalyst sebagai berikut: [i] Menghasilkan jumlah besar limbah cair. Alkaline catalyst 4000x lebih cepat daripada acid catalyst sehingga secara komersial katalis yang sering digunakan adalah basa [Baskar and Aiswarya, 2016]
Produksi Biodiesel bisa dengan Beberapa Metode: [Fazal et al., 2019]
    1. Pyrolisis/Thermal Cracking
    2. Reactive Distillation
    3. Trans-Esterification
    4. Ultrasonic Irradiation
    5. Supercritical Fluid
    6. Co-Solvent Methods
    Pemerintah melalui PerMen ESDM No. 12 Tahun 2015 telah menetapkan penggunaan biodiesel 30% (B30) dan telah diimplementasikan mulai 01 Januari 2020. Spesifikasi teknis biodiesel di Indonesia diatur dalam SK DirJen EBTKE No.189.K/10/DJE/2019 tentang Standard dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri, seperti berikut:
    Bahan baku utama BBN adalah kelapa sawit dan juga bisa dari jarak pagar, nyamplung, malapari/kranji, kedelai, jagung, kelapa, kapuk randu dll. Kelapa & kelapa sawit mengandung dominan saturated fatty acid (lemak jenuh) sedangkan jagung, kedelai, biji matahari mengandung dominan unsaturated fatty acid (lemak tak jenuh) [Hoekman et al., 2012] [Baskar and Aiswarya, 2016]
    Biodiesel umumnya diproduksi melalui reaksi "trans-esterifikasi" menggunakan metanol dan katalis basa (sodium methylate atau NaOH atau KOH). Hasil dari reaksi tersbut berupa biodiesel (main product) dan gliserol (side product) walaupun ada lagi lainya dan sangat kecil seperti free fatty acid (FFA), aldehid, keton. Biodiesel dipisahkan dengan gliserol menggunakan beberapa metode seperti: (i) Sedimentation-Neutralization; (ii) Washing; (iii) Distillation; (iv) Filtration Process [Fazal et al., 2019]
    Parameter utama biodiesel sebagai berikut:
    • Total Acid Number (TAN), TAN menyatakan banyaknya asam mineral dan asam lemak bebas pada biodiesel. Tingginya nilai TAN menyatakan tingginya kontaminan di biodiesel
    • Gliserol, Gliserol adalah side-product saat proses konversi BBN menjadi biodiesel. Terdapat 3 jenis gliserol yaitu: (1) gliserol terikat; (2) gliserol bebas; (3) gliserol total. 
    1. Gliserol terikat (mono-,di-, dan trigliserida) yang tersisa ketika proses konversi BBN menjadi biodiesel. Kandungan gliserol terikat yang berlebih terutama monogliserida akan mengendap di bottom tank storage karena perbedaan densitas dengan biodiesel. Monogliserida ini menyebabkan masalah fouling dan pembentukan deposit yang mempengaruhi injector, piston, valve dll. 
    2. Gliserol Bebas merupakan ukuran kesuksesan proses purifikasi biodiesel. Selama penyimpanan biodiesel, kadar gliserol seiring waktu bisa  bisa terjadi peningkatan karena proses hidrolisa sisa mono-, di- dan trigliserida. Gliserol yang terpisah selanjutnya mengendap dan menarik senyawa polar seperti air, monogliserida dan sabun. 
    3. Gliserol Total, merupakan gabungan antara gliserol terikat + bebas yang berhubungan dengan viskositas yaitu ketika kandungan gliserol total tinggi maka viskositas biodiesel juga tinggi.
    • Water Content/Kadar Air, kandungan air pada biodiesel dimana ketika water content tinggi maka potensi menjadi tempat kembang biak bakteri/biota dan menyebabkan fouling, menurunkan calorific value dan meningkatkan corrosion attack [Fazal et al., 2019]
    • Sulfated Ash/Abu Tersulfatkan, merupakan jumlah kontaminan anorganik seperti padatan abrasif, sisa katalis, konsentrasi logam terlarut dalam biodiesel. Senyawa tersebut bisa teroksidasi pada proses pembakaran yang bisa menghasilkan abu dan membentuk deposit pada motor diesel
    • Phosphorous (P), merupakan kontaminan yang berasal dari fosfolipid pada BBN dan fosfor ini sebisa mungkin di-reduksi ketika purifikasi biodiesel karena fosfor terikut fase gliserol-air. Untuk penyenpurnaan pemurnian biodiesel, fosfor bisa diminimalisir menggunakan sistem distilasi. Kandungan fosfor menghambat kemampuan sistem pengurangan emisi gas buang karena bekerja meracuni katalitik converter
    • Sulphur (S), merupakan kontaminan dari sisa reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis asam sulfat dan ketika proses purifikasi yang tidak sempurna. Kandungan umum pada biodiesel untuk sulphur adalah 0 ppm sedangkan batas ambang batas emisi gas buang di Indonesia yang diijinkan adalah max 2500 ppm. Sulphur pada biodiesel bisa menyebabkan keausan pada mesin karena bersifat korosif
    • Iodium/Iodine Value (I), merupakan jumlah senyawa tak jenuh yang terkandung dalam minyak/lemak, juga senyawa mono-, di-, trigliserida serta poli- tak jenuh. Ketika viscosity dan cetane number rendah maka kandungan poli- tak jenuh tinggi dan korelasi iodium number tinggi. Permasalahan tingginya iodium number sebagai berikut: (i) terjadinya polimerisasi dan pembentukan deposit; (ii) penurunan stabilisasi oksidasi biodiesel; (iii) penurunan kualitas pelumasan bahan bakar
    • Oxidation Stability, karena sifat kimianya maka biodiesel lebih mudah mengalami degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar. Biodiesel mengandung senyawa ester poli tak jenuh (unsaturated ester) yang tinggi (ikatan rangkap) sehingga rentan mengalami oksidasi. Stabilisasi oksidasi yang rendah dapat menyebabkan permasalahan pada elastomer pada saluran bahan bakar. Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan radikal bebas dan membentuk sedimen tidak terlarut. Produk lainnya seperti aldehid, keton, asam karboksilat rantai pendek dapat menyebabkan permasalahan korosi pada sistem injeksi [Fazal et al., 2019]. Beberapa hal yang mempengaruhi reaksi oksidasi biodiesel adalah: (i) Oxygen; (ii) Metal traces; (iii) High temperature; (iv) Jumlah unsaturated fatty acid. Oxidation stability ini alami tanpa penambahan anti-oxidant seperti tert-butylated hydroxy toluene (BHT), tert-butyl hydroxyanisole (BHA), pyrogallol (PY), propylgalate (PrG), tert-butyl hydroxyl quinone (TBHQ) [Sorate and Bhale, 2015]
    • Flash Point/Titik Nyala, merupakan indikator keamanan selama penyimpanan akibat pengaruh panas. Biodiesel umumnya memiliki titik nyala >100 oC sedangkan solar di 52 oC. Ketika biodiesel memiliki titik nyala <100 oC maka terindikasi masih ada metanol didalamnya
    • Kadar Logam, keberadaan ion logam bisa berasal dari katalis dari alkali (Na, K) yang bisa membentuk abu di mesin atau kontaminan yang berasal dari pencucian biodiesel dengan alkali tanah (Ca, Mg) yang bisa membentuk sabun dan bisa mempengaruhi kinerja injeksi
    • Total Kontaminan, jumlah material tidak terlarut yang tersisa pada filter setelah sampel melalui filter 0.8 µm (EN 12662)
    • Cold-Filter Plugging Temperature (CFPP), merupakan temperature terendah biodiesel yang bisa menyebabkan penyumbatan filter karena kristalisasi atau gelatin
    • Cetane Number (ASTM D613), merupakan unjuk kerja penyalaan BBM yang diperoleh dengan membandingkan reference fuel didalam mesin uji yang telah distandarisasi. Parameter yang mempengaruhi cetane number adalah kecepatan aliran bahan bakar, waktu injeksi dan kompresi. Semakin tinggi cetane number maka mutu BBM semakin baik karena semakin pendek kelambatan pembakaran sehingga jumlah bahan bakar yang digunakan sedikit sehingga efisiensi menjadi tinggi
    • Densitas, merupakan berat jenis dengan satuan gram/cm3 atau kg/m3 dan umumnya dinyatakan dalam specific gravity (S.G) yang ditunjukkan dengan 2 angka suhu misalnya 60/60 oF, 60/60 oC yang menunjukkan angka depan adalah suhu zat dan belakang adalah suhu air
    • Viskositas, terdapat 2 macam viskositas yaitu:
    1. Dynamic Viscosity, ukuran tahanan untuk mengalir yang dipengaruhi oleh tegangan geser dan kecepatan geser yang mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal
    2. Kinematic Viscosity, tahanan cairan untuk mengalir karena gaya berat yang dipengaruhi oleh kerapatan cairan
    • Carbon Residue, merupakan kontaminan yang terbentuk dari penguapan dan degradasi panas dari suatu bahan yang mengandung karbon. Terdapat 2 tipe yaitu:
    1. Residu Karbon
    2. Coke, terjadi karena proses pengubahan karbon  dalam proses pirolisis
    Berdasarkan SK DirJen MiGas No. 146.K/0/DJM/20220 tentang "Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan 
    Bakar Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri, berikut datanya:
    • Cloud Point, titik temperatur diatas pour point dimana lemak cair menjadi cloudy karena pembentukan kristal dan penjenuhan larutan menjadi solid
    Beberapa poin yang harus diperhatikan ketika mencampur solar dengan biodiesel misalnya B30 adalah:
    • Memastikan temperatur kedua bahan bakar sama untuk mendapatkan campuran homogen
    • Memastikan temperatur di lokasi pencampuran diatas titik kabut biodiesel untuk menghindari pembentukan presipitasi biodiesel yang berdampak mengendap di dasar tanki
    • Memastikan ketepatan konsentrasi pencampuran, bisa menggunakan beberapa metode yaitu: (i) in-line blending; (ii) sequence in tank blending; (ii) sequence in vessel blending

    Spesifikasi biodiesel B30 ditetapkan dalam SK DirJen MiGas No. 0262.K/10/DJM/2018 yang mengatur toleransi persentasi yang diijinkan pada B30 adalah 5% (nilai 28.5%-31.5%)
    Perbedaan sifat dan karakteristik antara biodiesel dan minyak solar sebagai berikut:
    Konsekuensi dan pencampuran biodiesel dalam minyak solar (B30) sebagai berikut:
    Kesesuaian material logam untuk biodiesel sebagai berikut:
    Sifat & Karakteristik SOLAR sebagai berikut:
    • Solar terdiri dari hydrocarbon alifatik rantai terbuka dengan ikatan tunggal (jenuh) atau ikatan rangkap (tak jenuh)
    • Kualitas penyalaaan solar lebih baik dibandingkan biodiesel
    Sifat & Karakteristik BIODIESEL sebagai berikut:
    • Biodiesel mudah ter-degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar karena tingginya senyawa ester poli tak jenuh yang banyak ikatan rangkap. Stabilisasi oksidasi dibatasi minimal 10 jam (SK DirJen EBTKE No. 189.K/DJE/10/2019) dan rata-rata stabilisasi oksidasi biodiesel tanpa tambahan anti-oxidant adalah 12 jam. Beberapa hal yang mempengaruhi reaksi oksidasi biodiesel adalah: (i) Oxygen; (ii) Metal traces; (iii) High temperature; (iv) Jumlah unsaturated fatty acid. Oxidation stability ini alami tanpa penambahan anti-oxidant seperti tert-butylated hydroxy toluene (BHT), tert-butyl hydroxyanisole (BHA), pyrogallol (PY), propylgalate (PrG), tert-butyl hydroxyl quinone (TBHQ)
    • Keberadaan oksigen dalam biodiesel selain memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan dibandingkn solar yang tidak mengandung oksigen sama sekali yaitu: (i) Menimgkatkan kemampuan lubricity; (ii) Mengurangi emisi pembakaran dengan cara meningkatkan NOx [Fazal et al., 2019]
    • Biodiesel mengandung senyawa aromatic yaitu ester metil asam lemak-EMAL atau fatty acid methyl esters-FAME (ester adalah senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian satu/lebih atom H pada gugus karboksil dengan gugus organik-R). Kandungan senyawa ester/aromatic ini bersifat sebagai pembersih kotoran/kerak pada dinding tangki penyimpanan sehingga B30 ini salah satunya bersifat cleaner tank sehingga B30 ini masih menjadi PR bagaimana filter harus secara rutin di-cleaning atau material tangki penyimpanan dibuat khusus yang tahan terhadap biodiesel
    • Emisi gas buang yang dihasilkan biodiesel lebih baik dibandingkan solar (B20 memiliki emisi 10-20% lebih rendah dari solar, B30 menghasilkan emisi 5-20% dari B20) karena dalam prosesnya biodiesel tidak menghasilkan sulfur
    • Biodiesel (B30) meningkatkan kualitas penyalaan yaitu menaikkan cetane number, solar memiliki cetane number 48-51 dan B30 pada 50-52.5
    • Menurunkan emisi gas COx dan SOx karena produksi biodiesel tidak digunakan/dihasilkan sulfur. B30 menurunkan sulfur sampai 30% dibandingkan solar
    • Kontaminan yang harus menjadi perhatian biodiesel (B30) adalah gliserol-monogliserida + water. Water ini bisa berasal dari proses pemurnian yang belum sempurna atau bertambah akibat prosedur penanganan yag belum maksimal. Akumulasi air ini akan mendorong pertumbuhan mikroba dan bisa menyumbat saluran injector. Water separation bisa dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 
    1. Centrifuge, metode pemisahan berdasarkan perbedaan densitas
    2. High Flow Rate Filter (HFRF), filter dengan desain spesifik untuk menyaring kontaminasi partikulat untuk aplikasi flowrate tinggi. HFRF terdiri dari media filter dan konfigurasi elemen filter
    3. Water Stripping Filter/Vacuum Distillation
    4. Water Coalescence Filter/Multistage Filter, terdiri dari 2 elemen filter yaitu tahap awal kontaminan (karat, lumpur, kotoran dan dissolved water) di-filtrasi dan free water dipisahkan pada tahap kedua sehingga dihasilkan biodiesel yang bebas pengotor
    5. Rock Salt Filter Absorb, menggunakan garam-garam yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi
    6. Vacuum Dehydration, metode purifikasi yang memanfaatkan thermal untuk menguapkan water dari biodiesel sehingga dihasilkan pure biodiesel
    • Kandungan energi biodiesel lebih rendah 12% daripada solar [DirJen EBTKE, 2020], Karena biodiesel mengandung oxygen (sekitar 11%) sehingga kandungan C dan H rendah dibandingkan solar sehingga energinya 10% lebih rendah dari solar. Karena biodiesel memiliki density yang lebih besar daripada solar maka energy content-nya 5-6% lebih rendah dari solar karena dihitung per volumetric basis. Berdasarkan mass basis energy content, renewable diesel [seperti catalytic hydroprocessing/biodistillate triglyceride, thermal conversion lignocellulose (gasification & pyrolisis)] lebih tinggi dari biodiesel sedangkan volumetric basis, energy content biodiesel dan renewable diesel adalah sama [Hoekman et al., 2012]
    • Biodiesel dapat men-degradasi selang/hose, gasket, elastomer, lem dan plastik. Senyawa karet alam/nitril, propylene, polyvinyl, tygon, chloropene/neoprene sangat rentan/tidak compatible ketika kontak dengan biodiesel sehingga penggunaan B30 terhadap komponen mesin diesel juga harus memperhatikan potensi kebocoran hose dan gasket  [DirJen EBTKE, 2020] [Sorate and Bhale, 2015]
    • Fluorocarbon adalah material good resistance dan disarankan untuk biodiesel [Sorate and Bhale, 2015]
    • Sampel biodiesel tidak boleh menggunakan plastik (kecuali berbahan fluorinated polyethylene, fluorinated polypropylene, teflon, fiberglass) dan disarankan memakai botol kaca bening dan carbon steel
    • Seiring meningkatnya waktu penyimpanan biodiesel maka potensi air terserap biodiesel besar dan karena reaksi pembentukan biodiesel dari BBN adalah reversible (bolak-balik) maka biodiesel bisa reconvert ester/FAME menjadi alcohol + free fatty acid melewati hydrolytic reaction
    Berikut Spesifikasi Standard Biodiesel di US, Europe, Germany:
    Berikut grafik persent yield vs time antara biodiesel dengan bahan baku lemak biodiesel (nabati/hewani)
    Ketika biodiesel disimpan maka seiring berjalannya waktu akan terbentuk endapan glycerol + air. Glycerol ini merupakan side product hasil konversi selama proses pembentukan biodiesel. Sehingga yang menjadi PR penggunaan biodiesel untuk mesin bakar adalah potensi plugging filter dan sistem purifikasi dari tangki penyimpanan.
    Renewable diesel fuel/green diesel diproduksi dengan catalytic hydroprocessing/biodistillate menggunakan bahan baku triglyceride. Kelebihan dalam prosesnya tidak menggunakan alkohol dan tidak dihasilkan side product berupa glycerol dengan main product bukan FAAE melainkan biohydrocarbon [Hoekman et al., 2012].
    Proses lain selain trans-esterifikasi yang menghasilkan biodiesel yang masih banyak kelemahan untuk digunakan sebagai BBM maka terdapat beberapa teknologi yang bisa dilirik dan ramah untuk mesin pembakaran seperti catalytic hydroprocessing/biodistillate triglyceride, thermal conversion lignocellulose (gasification & pyrolisis)
    Berdasarkan jurnal Hoekman et al. (2012) berikut 6 fuel quality concern biodiesel:
    1. Stability and Deposit Formation, merupakan kestabilan terhadap oksidasi tanpa bahan anti-oxidant dan pengaruh terhadap pembentukan sedimen/deposit ketika penyimpanan
    2. Cold Temperature Handling and Operability, merupakan kestabilan masih bisa mengalir pada temperatur rendah sehingga tidak terhambat di injector mesin pembakaran serta tidak membeku ketika penyimpanan
    3. Solvency, merupakan tingkat kelarutan biodiesel yang homogen dan purity yang tinggi dengan minim impurities seperti glycerol dan water
    4. Microbial Contaminants, merupakan indikator adanya kontaminan water yang berlebih sehingga mikroba/bakteri bisa tumbuh di tangki penyimpanan
    5. Water Separation, merupakan teknik yang digunakan untuk purifikasi biodiesel untuk meminimalisir water content dan  terdapat 5 metode yaitu: (i) Centrifuge; (ii) High Flow Rate Filter (HFRF); (iii) Water Stripping Filter/Vacuum Distillation; (iv) Water Coalescence Filter/Multistage Filter; (v) Rock Salt Filter Absorb; (vi) dan Vacuum Dehydration
    6. Material Compatibility, merupakan ketahanan material pada mesin terhadap biodiesel karena karakteristik biodiesel yang men-degradasi elastomer, plastik dan material lain. Detail sudah dijelaskan diatas untuk material
    Salah satu yang menjadi issue tentang biodiesel untuk diterapkan pada otomotif karena: 
    1. Keberadaan moisture absorption
    2. Oxidation stability
    3. Contaminant
    4. Cold flow properties
    5. Lubricity
    6. Corrosive and acidic nature, Biodiesel lebih korosif untuk material copper (Cu), bronze (CuSn) dan alumunium (Al) sedangkan untuk material stainless steel tidak, sedangkan semua material tersebut aman kontak dengan solar [Fazal et al., 2019] . Pitting corrosion ditemukan pada sintered nozzle dengan material CuSn (bronze) sesudah 10 jam operasi dengan biodiesel pada temperature 70oC [Fazal et al., 2012] [Sorate and Bhale, 2015].
    Trans-esterifikasi dipengaruhi beberapa parameter sebagai berikut: [Baskar and Aiswarya, 2016]
    1. Konsentrasi katalis
    2. Rasio BBN to metanol
    3. Temperature and time selama proses produksi
    Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
    Feriyanto, Y.E. (2022). Mengenal Tentang Biodiesel (B30-Bxx), Standard dan Parameternyawww.caesarvery.com

    Referensi:
    [1] Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel dan Campuran Biodiesel (B30). (2020). Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Kementerian ESDM
    [5] Hoekman, S.K., Broch, A., Robbins, C., Ceniceros, E., and Natarajan, M. (2012). Review of Biodiesel Composition, Properties, and Specifications. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 16, pp. 143-169
    [6] Fazal, M.A., Haseeb, A.S.M.A., and Masjuki, H.H. (2012). Degradation of Automotive Materials in Palm Biodiesel. J. of Energy. Vol. 40, pp. 76-83
    [7] Sorate, K.A., and Bhale, P.V. (2015). Biodiesel Properties and Automotive System Compatibility Issues. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 41, pp. 777-798
    [8] Fazal, M.A., Rubaiee, S., and Al-Zahrani, A. (2019). Overview of the Interactions between Automotive Materials and Biodiesel Obtained from Different Feedstocks. J. of Fuel Processing Technology. Vol. 196, pp. 106178
    [9] Baskar, G., and Aiswarya, R. (2016). Trends in Catalytic Production of Biodiesel from Various Feedstocks. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 57, pp. 496-504