Trending Topik

Metode MCDA Tipe Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)

Diposting oleh On Monday, October 15, 2018

TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang digunakan untuk menentukan solusi ideal positif (Ai+) dan solusi ideal negatif (Ai-). TOPSIS umum digunakan karena kemampuannya yang efektif dalam memberikan keputusan berdasarkan data riil yang ada, namun juga memiliki kelemahan dalam hal pengambilan keputusan yang kriteria-nya kurang pasti. Pemilihan alternatif terbaik adalah data yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif.
Langkah - langkah dalam perhitungan metode TOPSIS sebagai berikut: (Chang et al, 2015)
  • Menyusun matriks keputusan yang sudah dinormalkan. Nilai penormalan (rij) dihitung sesuai rumus:

  • Menyusun bobot matriks keputusan yang sudah dinormalkan. Nilai bobot normalisasi matriks (vij) dihitung sesuai rumus:

  • Menentukan solusi ideal positif dan negatif

  • Menghitung jarak Euclidean antara solusi ideal positif dan negatif untuk setiap kriteria/alternatif

  • Menghitung relative closeness terhadap solusi ideal positif untuk setiap alternatif

  • Membuat rangking prioritas dengan memilih maksimum CCi+
Penggunaan TOPSIS banyak digunakan oleh peneliti untuk menyempurnakan proses perangkingan metode AHP atau ANP. Pendekatan metode TOPSIS tetap membutuhkan metode AHP/ANP sebagai input bobot dan umumnya aplikasi perhitungan menggunakan metode ini adalah dengan perpaduan antara AHP/ANP-TOPSIS. Lebih detail baca di "MCDM Tipe AHP-ANP".

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Metode MCDA Tipe Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Aplikasi Multicriteria Decision Analysis untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi di Pretreatment Water System PLTU. Thesis Magister Manajemen Teknologi Industri, ITS-Surabaya

Proses Chemical Cleaning di Tube Boiler

Diposting oleh On Wednesday, October 10, 2018

I. PENDAHULUAN
Chemical cleaning dilakukan untuk membersihkan permukaan tube umumnya sisi dalam (inner) dari oli/grease (new tube) dan kerak (existing tube). Selain itu, chemical cleaning juga memberikan lapisan pasif di sepanjang permukaan tube agar tidak terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan. Dalam prosesnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dengan sistem terus-menerus tanpa putus dengan pengendalian berupa pengukuran parameter kualitas air.
Poin-poin khusus dalam proses chemical cleaning ini adalah:
  • Proses dilakukan 24 jam non-stop dari tahap satu ke tahap berikutnya
  • Terdapat pembagian 6 tahap sebagai berikut: (i) filling/flushing awal, (ii) alkali/anti degreaser cleaning & rinsing, (iii) acid inhibitor & acid cleaning, (iv) netralisasi, (v) rinsing after netralisasi, (vi) pasivasi
  • Dilakukan sampling untuk diuji parameter kualitas airnya
II. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tahapan-tahapan yang dilakukan selama proses chemical cleaning adalah:
2.1 Tahap 1 - Filling/Flushing Awal
Dilakukan dengan menggunakan raw water produk dari proses SWRO. Tujuan filling/flushing awal adalah sebagai pembasahan tube boiler sebelum dilakukan tahap chemical treatment dan juga untuk membersihkan deposit yang masih menempel di permukaan tube. Telah dilakukan pengukuran parameter kualitas air dan berikut data hasil pengukurannya:
Gambar1. Tahapan Filling/Flushing Awal
BACA JUGA: Macam - Macam Boiler
 
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut :
  • Telah dilakukan filling/flushing awal dengan raw water dan pengukuran kualitas air setiap 15 menit untuk parameter turbidity
  • Keberhasilan proses tahap-1 tersebut yaitu jika turbidity di semua titik sampling adalah mendekati sama yang menunjukkan bahwa proses sirkulasi sudah merata di semua bagian wall tube
  • Jika sudah didapatkan nilai turbidity <20 NTU maka bisa lanjut ke tahap 2 yaitu alkali/anti degreaser cleaning
2.2 Tahap 2 - Anti Degreaser/Alkali Cleaning & Rinsing
Dilakukan dengan tujuan membersihkan permukaan wall tube dari oli, gemuk/grease atau pelumasan di tube boiler baru. Setelah tahap alkali cleaning tercapai maka selanjutnya dilakukan rinsing untuk membersihkan tube dari sisa alkali. Parameter yang digunakan untuk menilai adalah pH <7.5 dan conductivity stabil disemua titik sampling.
Gambar 2. Tahapan 2 Anti Degreaser/Alkali Cleaning
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Tahap anti-degreaser/alkali cleaning dilakukan dengan syarat parameter kualitas air pH <7.5 dan conductivity stabil di semua titik sampling
  • Tahap ini dilakukan 2x untuk memastikan permukaan tube baru terbebas dari grease
  • Setelah dilakukan pemberian chemical anti-degreaser dan hasil kualitas air sesuai persyaratan yang telah disetujui maka selanjutnya adalah melakukan pembersihan line tube dengan raw water (rinsing).
  • Tahap rinsing dilakukan pengukuran kualitas air di semua titik sampling dan dari pengamatan tiap 15 menit diidapatkan data pH <7.5
2.3 Tahap 3 - Acid Inhibitor & Acid Cleaning
Acid inhibitor ditujukan untuk melindungi permukaan tube dari reaksi kimia acid chemical. Proses ini dilakukan dengan menambahkan chemical acid inhibitor dengan konsentrasi 0.7% dan disirkulasikan agar chemical merata diseluruh area wall tube. Parameter terukurnya adalah pH yang diukur setiap 30 menit sekali di setiap titik sampling dan jika nilai pH stabil maka proses dianggap sudah merata di semua titik sampling. Tahap selanjutnya adalah acid cleaning yang ditujukan untuk membersihkan permukaan tube dari gram atau sisa las-lasan yang masih menempel di tube. Acid ditambahkan sebesar 5% dalam bentuk HCl.
Gambar 3. Tahapan 3 - Acid Inhibitor & Acid Cleaning
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Telah dilakukan pemberian acid inhibitor dan sirkulasi selama 1 jam dan dikontrol nilai pH stabil di seluruh titik sampling dan hasil pH stabil terpenuhi
  • Acid strength dalam bentuk Fe2+ dilakukan pengamatan setiap 30 menit sekali dan dinyatakan telah stabil begitu juga untuk Fe3+
Penampakan visual dari sampel air di tangki sirkulasi didapatkan air keruh dan terdapat endapan dari kelupasan material tube
Gambar 4. Penampakan Visual Sampel Air Sesudah Acid Cleaning
Berdaarkan handbook chemical analysis of industrial water by McCoy (1969) berikut:
Penggunaan acid cleaning yang umu adalah 5-10% HCl, 1% Inhibitor dan 0.1% wetting agent. Kombinasi senyawa ini disirkulasikan selama 10-15 jam dan parameter diukur setiap waktu (15-30 menit sekali) dan ketika konsentrasi acid <2% maka harus di-drain dan diganti. Senyawa acid tidak boleh tinggal >20 jam pada boiler dan harus dilakukan penetralan dan pencucian segera.

Tahap 4 - Netralisasi
Ditujukan untuk menetralkan sisa acid cleaning di permukaan tube boiler sehingga mencegah terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan. Dilakukan dengan menambahkan NaOH dengan konsentrasi 2-4%.
Gambar 5. Tahapan 4-Netralisasi

BACA JUGA: Klasifikasi Nama Tube Boiler PLTU

Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Telah dilakukan netralisasi dan pengukuran di semua titik sampling sampai didapatkan pH stabil >6.5 
Penetralan yang umum digunakan selain NaOH adalah 5% Na2CO3 yang disirkulasikan selama 2 jam [McCoy, 1969].
Tahap 5 - Rinsing After Netralisasi
Dilakukan dengan tujuan membilas permukaan tube agar bebas dari chemical acid dan base. Pembilasan menggunakan demin water dari polisher tank dan parameter kualitas air yang dipersyaratkan adalah pH >6.5 dan conductivity <50 µS/cm (EPRI).
Gambar 6. Tahapan 5-Rinsing After Netralisasi
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • pH dilakukan pengamatan selama 20 menit dan dinyatakan >6.5 (nilai mendekati 6.5) sedangkan conductivity sesuai EPRI <50 µs/cm 
Tahap 6 – Pasivasi
Dilakukan dengan tujuan membentuk lapisan pasif yang artinya tidak memberikan reaksi apapun ketika terlewati fluida, sehingga permukaan tube diharapkan terhindarkan dari reaksi korosi. Proses pasivasi dengan menggunakan 500 ppm hydrazine dan standar kualitas air dijaga pada pH 8.5-9.5.
Gambar 7. Tahapan 6-Pasivasi
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Berat coupon test sebelum dan sesudah treatment dijaga tidak berkurang besar massa-nya karena acid dimungkinkan menggerus permukaan tube.
  • Penampakan visual coupon test adalah mulus dan terjadi lapisan warna hitam (relative magnetite)


Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Proses Chemical Cleaning di Tube Boiler, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya
Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Proses Chemical Cleaning di Tube Boiler, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] McCoy, J.W. (1969). Chemical Analysis of Indusrial Water. California-US
Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process (ANP)

Diposting oleh On Friday, October 05, 2018

Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) atau Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah cabang keilmuan riset operasi yang digunakan untuk menemukan keputusan optimal didalam permasalahan yang kompleks seperti variasi indikator, sasaran objektif dan kriteria (Kumar et al, 2017) sedangkan menurut Beltran et al. (2014), MCDM adalah kesatuan konsep, metode dan teknik yang dikembangkan untuk membantu dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan keputusan yang kompleks dengan cara sistematik dan terstruktur.
Metode MCDM yang umum dipakai adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process (ANP) yang digagas oleh Thomas L. Saaty (1996). AHP yaitu teori pengukuran dengan perbandingan berpasangan dan didasarkan pada keputusan para ahli untuk menyusun skala prioritas (Saaty, 2008). Dalam menyelesaikan masalah multicriteria, metode AHP digunakan untuk memperoleh prioritas berdasarkan penilaian preferensi pembuat keputusan dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang mewakili kemampuan hakiki manusia untuk menyusun persepsinya secara bertingkat, membandingkan sepasang solusi setara terhadap kriteria yang diberikan (Ciptomulyono, 2008). Struktur permasalahan AHP diberikan dalam bentuk tingkatan (hirarki) dari atas ke bawah dimulai dari tujuan, kriteria, sub-kriteria dan altrenatif.
Tahapan metode AHP bisa digambarkan sesuai flowchart berikut:
Gambar 1. Standar Pembentukan Metode AHP (Saaty, 1996)
Berikut uraian dari flowchart standar pembentukan AHP tersebut:
  • Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan/pengetahuan yang ingin dicapai
  • Menyusun struktur hirarki dengan urutan paling atas adalah tujuan yang diharapkan (goal decision), kemudian diikuti kriteria (bisa dilanjutkan ke sub-kriteria) dan level terbawah adalah alternatif
  • Menyusun matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk setiap kriteria/sub-kriteria dan alternatif yang telah ditentukan. Teknik perbandingan berpasangan menggunakan skala prioritas untuk kriteria terpilih menggunakan Skala Saaty 1-9 berikut:
Tabel 1. Skala Saaty untuk Perbandingan Berpasangan
Matriks untuk elemen aij mendapat nilai x sehingga untuk elemen aji (kebalikannya) mendapat nilai 1/x sehingga bersifat reciprocal
  • Melakukan proses normalisasi yaitu operasi baris dengan membagi nilai matriks aij dengan nilai total matriks dalam satu kolom (n) dan operasi kolom untuk mendapatkan nilai pembobotan (wi)
  • Menghitung eigen value (λ) dan eigen value maximummax)
  • Menguji konsistensinya dengan menggunakan consistency index (CI)
  • Menghitung Consistency Ratio (CR)
Saaty (2008) menetapkan nilai CR ≤ 10% untuk standar data konsistensi bisa diterima dan jika CR >10% maka data tidak konsisten sehingga dilakukan ulang pangambilan data untuk perbandingan berpasangan.
Rumus yang dipakai adalah :

Tabel 2 Random Consistency Index

  • Menyusun rangking prioritas
Rangking prioritas didasarkan pada nilai terbobot (weighted score) tertinggi

Metode pengembangan dari AHP adalah ANP yaitu metode untuk pengambilan keputusan yang mengatasi permasalahan yang antar kriterianya saling keterkaitan dan tidak dapat distrukturkan secara hirarki (Saaty, 1996). Pengembangan metode ini didasarkan karena dalam metode ANP permasalahan tidak bisa distrukturkan kedalam bentuk hirarki dan antar kriteria tidak terdapat hubungan keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen (inner dependence) dan antar elemen yang berbeda (outer dependence). Metode ANP merupakan perluasan dari metode AHP dengan mempertimbangkan ketergantungan antara unsur-unsurnya. Metode ANP memiliki struktur non-linear/jaringan bukan hirarki dan membutuhkan teknik AHP sebagai langkah awal untuk proses di ANP.
Langkah-langkah pembentukan ANP sesuai flowchart berikut:
Gambar 2. Standar Pembentukan Metode ANP (Saaty, 1996)
Uraiannya flowchart standar pembentukan ANP sebagai berikut:
Perhitungan sesuai langkah metode AHP sudah menghasilkan CR ≤10% dan eigenvector hasil observasi dari matriks perbandingan berpasangan menghasilkan bobot untuk setiap kriteria dan hasilnya digunakan untuk menyusun supermatriks
  • Menyusun dan menyelesaikan unweighted supermatriks
Unweighted supermatriks disusun dengan cara memasukkan semua eigenvector yang telah dihitung
Menyusun dan menyelesaikan weighted supermatriks
  • Melakukan perkalian setiap nilai unweighted supermatriks terhadap matriks perbandingan kriteria/sub-kriteria
  • Menyusun dan menyelesaikan limiting supermatriks
Limiting supermatriks diselesaikan dengan cara memangkatkan supermatriks secara terus-menerus sehingga angka di setiap kolom dalam satu baris sama besar
  • Melakukan pembobotan setiap objek
  • Menentukan rangking prioritas
Metode ANP sudah banyak digunakan oleh peneliti dalam membuat keputusan multikriteria yang saling berkaitan seperti yang dilakukan oleh Ciptomulyono et al. (2008) dalam pengukuran kinerja perusahaan yang diantara variabel kriterianya terdapat hubungan saling keterkaitan seperti perspektif financial, persepektif customer, perspektif internal business process, perspektif learning and growth. Metode ANP digunakan untuk penilaian pembobotan beberapa perspektif.
Beltran et al. (2014) menggunakan pendekatan AHP/ANP untuk pemilihan inevstasi proyek pada pembangkit tenaga surya. Terdapat 3 level kriteria yang dipakai yaitu tahap identify and analyze criteria, tahap feasibility study dan tahap project portfolio. Setia level kriteria dilakukan pembobotan menggunakan pendekatan AHP/ANP dan analisa sensitifitas. Konsep perhitungan yaitu jika diterima di level pertama maka lanjut ke level berikutnya dan level terakhir adalah penentuan rangking prioritas.

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process (ANP)www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Aplikasi Multicriteria Decision Analysis untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi di Pretreatment Water System PLTU. Thesis-Magister Manajemen Teknologi Industri, ITS-Surabaya

Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant

Diposting oleh On Monday, October 01, 2018

Electrochlorination plant adalah sistem peralatan untuk menghasilkan zat kimia chlorine dengan sistem elektrolisis dengan bahan baku air laut. Prinsip yang digunakan adalah memecah (lisis) molekul air laut menggunakan energi listrik dengan bantuan logam anoda dan katoda.
Umpan adalah air laut yaitu NaCl + H2O
Disosiasi reaksi : 2 NaCl ----> 2 Na+ + 2 Cl-
Reaksi di chlropack (electrochlorination plant):
Katoda (-): 2 H2O + 2e ---> H2 + 2 OH- (karena Na dalam fase liquid tidak tereduksi dan airnya saja yang mengalami reaksi)
Anoda (+): 2 Cl- ---> Cl2 + 2e
Sehingga reaksi akhir : 2 NaCl + 2 H2O ---> 2 NaOCl + 2 H2
Produk NaOCl inilah yang digunakan sebagai istilah yang dinamakan injeksi chlorin dan saat diinjeksikan NaOCl maka terjadi disosiasi sesuai reaksi : [Sprecher and Getsinger, 2000]
NaOCl (injeksi) + H2O (air pendingin) ---> HOCl + NaOH
HOCl ---> OCl- + H+
OCl- + H2O + 2e ---> Cl- + 2 OH-
Senyawa Cl- tersebut yang bersifat oksidatif sehingga bisa menghambat pertumbuhan biota laut
Pada umumnya sisi katoda menggunakan logam stainless steel dan anoda logam titanium. Dari ketiga gambar tersebut yang umum diaplikasikan adalah gambar paling bawah yaitu dengan membran. 
Berikut prinsip kerjanya:
  • Anoda berkutub (+) dan katoda (-) teraliri listrik DC sehingga elektron berpindah dari (+) ke (-)
  • Asal mula elektron adalah pelepasan dari reaksi elektrolisis di anoda yaitu molekul Clbernilai 2e dan elektron tersebut ditangkap di katoda dan digunakan untuk reaksi Na namun karena tidak bisa terelektrolisis maka airnya saja yang terurai sehingga melepaskan gas H
  • Diantara sekat/membran terjadi pertukaran ion sehingga ion hidroksida (basa) hasil reaksi di katoda bercampur dengan Cldan membentuk ion HOCl dan Cl yang oksidatif, zat inilah yang digunakan sebagai anti biofouling agent
Anoda dan coating yang umum digunakan adalah:
  • Ti – MnO2 (dioxide manganese)
  • Ti – RuO2 (ruthenium oxide)
  • Ti – Co3O4 (cobalt oxide)
Electrochorination plant cocok digunakan untuk kondisi air laut yang cukup jernih karena kalau terlalu kotor yang diindikasikan dengan nilai turbidity tinggi maka akan terjadi pengurangan kemampuan dari arus listrik dalam meng-elektrolisis air laut.
Tabel diatas adalah kondisi air laut beserta treatment yang harus ditempuh untuk keefektifan proses electrochorination plant
Berdasarkan data diatas diketahui hal-hal sebagai berikut:
  • Satuan turbidity yang digunakan bukan NTU (Nephelometric Turbidity Unit) melainkan FNU (Formazine Turbidity Unit)
  • Turbidity tinggi (>10 FNU) akan mempengaruhi keefektifan dari anti biofouling agent karena dengan bertambahnya turbidity dimungkinkan terjadi pembentukan racun yang beresiko dari bahan organik
  • Turbidity >120 FNU akan menyebabkan arus drop sebesar 0.1 A karena membran ter-blocking oleh pengotor
Berdasarkan data percobaan diatas bisa diketahui beberapa hal sebagai berikut:
  • Pada kondisi jernih (turbidity <1 FNU) untuk hasil 1 minggu menunjukkan hasil chlorine 6.1 g/L dan arus 0.6 A
  • Kondisi turbidity sekitar 10 FNU, hasil chlorine -13.1% dan arus -15%
  • Sedangkan pada turbidity sekitar 120 FNU, hasil chlorine -96.7% dan arus -45%
  • Sehingga semakin keruh air laut maka proses elektrolisis semakin tidak efektif
Untuk menghasilkan dosis chlorine tinggi (>7 mg/L Cl2) disayaratkan beberapa hal sebagai berikut:
  • dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses elektrolisis
  • penambahan voltage
  • konsentrasi salinitas yang tinggi


Berdasarkan paperelectrochorination (2004) www.chlorgenerators.com”

Berdasarkan data diatas diketahui beberapa hal sebagai berikut:
  • Total chlorine adalah dosis pada awal injeksi
  • Residual chlorine adalah dosis yang tersisa sesudah digunakan untuk aplikasi (sudah mengalami proses oksidasi)
  • Chlorine bisa diukur dengan metode titrasi & iodometri, total & free chlorine + pH meter
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa:
  • Untuk aplikasi selama 30 jam untuk kadar brine or salinity 25 mg/L = 25 ppm = 0.0025%, konsentrasi chlorine di anoda sebesar 6.1 g/L, voltage yang dibutuhkan 4.2 V dan salt efficiency 3.38 kg NaCl/kg Cl2
Berdasarkan papersea water electrochlorination systems (2015) www.denora.com
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa:
  • Konsentrasi produk NaOCl adalah 500-2500 ppm (0.05-0.25%). Dosis injeksi continyu adalah 1-2 ppm kemudian untuk penggenjot dosing digunakan 4-6 ppm selama 15-20 menit untuk waktu 2-4x/hari
  • Residual chlorine dijaga di outfall sebesar 0.1-0.5 ppm
Berdasarkan jurnal “the difference between conductivity, TDS and salinity www.instrumentchoice.com

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa:
  • Conductivity adalah pengukuran seberapa bagus larutan dalam menghantarkan arus listrik
  • Air demin umumnya = 0.055 µs/cm (<1 µs/cm), air PDAM = 50-100 µs/cm dan air laut = 53.000 µs/cm (>30.000 µs/cm).
  • Total Dissolved Solid (TDS) adalah perkiraan massa padatan terlarut. Pengukuran yang sebenarnya TDS adalah menggunakan prinsip gravimetric menggunakan filter/membrane khusus namun dalam berbagai percobaan dilakukan pendekatan hasil antara conductivity vs TDS. Tabel seperti berikut :
Berdasarkan paper “correlation between conductivity and total dissolved solid in various type of water : a review (2018)”

Salinitas adalah mirip dengan TDS yang mencerminkan perkiraan level garam (salt) di larutan. Konversi dari conductivity ke salinitas sebagai berikut :
Cara membacanya adalah:
  • Contoh air laut memiliki conductivity 3000 µs/cm maka konversi ke TDS atau salinitas air laut adalah 3000 x 0.5 = 1500 ppm (expressed as NaCl)
  • Sehingga untuk conductivity 30.000 µs/cm maka kadar NaCl = 15.000 ppm = 1.5%
Berdasarkan “www.wikipedia.org
Berdasarkan data tersebut bisa diketahui bahwa:
  • Jika dinyatakan salinitas sebesar 0.5% NaCl maka berapa conductivity umpannya??
  • Jawab : 0.5% = 5000 ppm dan konversi ke conductivity adalah 5000 x 2 = 10.000 µs/cm
  • 5000 ppm = 5000 mg NaCl/1 L air laut = 0.005 kg NaCl/1 L air laut atau 5 kg NaCl/1000 L air laut
  • Jika Cl2 yang diinjeksikan sebesar 1 ppm = 1 mg Cl2/1 L NaOCl dan jika kapasitas NaOCl adalah tangki 1000 L maka menghasilkan Cl2 sebesar 1 gram
Berdasarkan paperseawater electrochlorination package www.frames.group.com”
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa:
Empat tipe air berdasarkan TDS yaitu:
  • Freshwater TDS <1000 mg/L
  • Brackish water TDS 1000-10.000 mg/L
  • Saline water TDS 10.000-100.000 mg/L
  • Brine water TDS >100.000 mg/L
Enam tipe air berdasarkan electroconductivity (EC) yaitu:
  • Non-saline EC <700 µS/cm
  • Slightly saline EC 700-2000 µS/cm
  • Moderate saline EC 2000-10.000 µS/cm
  • Highly saline EC 10.000-25.000 µS/cm
  • Very Highly Saline EC 25.000-45.000 µS/cm
  • Brine water EC > 45.0000 µS/cm
Berdasarkan paperelectrochorination (2004) www.chlorgenerators.com
 Berdasarkan jurnal “operation and maintenance of electrochlorination plant (2010)

Berdasarkan paper “seawater electrochlorination package www.frames.group.com 
  • Air umpan saline water berisi garam-garam terlarut seperti CaCO3 dan Mg(OH)2 yang akan mengendap di katoda selama proses elektrolisis
  • Scale dihilangkan dengan flushing menggunakan 5% HCl yang disirkulasikan ke electrolyzer
Berdasarkan jurnal “operation and maintenance of electrochlorination plant (2010)

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa:
  • H2 yang dihasilkan selama proses elektrolisis harus dilarutkan <4% v/v dengan menggunakan blower agar explosive limit menjadi rendah sebelum dikeluarkan ke atmosfer
Berdasarkan jurnal “electrochlorination system contributes to global environmental protection (2012)



Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya.
[5] Key, D.L, Key, J.DV, Okolongo, G and Siguba, M. (2010). Development of a Small Scale Electro-Chlorination System for Rural Water Supplies. University of the western cape, chemistry department
[6] Mitsubishi heavy industries technical review. (2012). Electrochlorination System Contributes to Global Environmental Protection. Vol. 49, pp. 4
[7] Operation And Maintenance Of Electrochlorination Plant (2010)
[8] Rusydi, A.F. (2018). Correlation Between Conductivity and Total Dissolved SolidiIn Various Type of Water : A Review. Journal of Earth and environmental science
[9] www.chlorgenerators.comelectrochorination (2004)
[10] www.denora.comSea Water Electrochlorination Systems (2015)
[11] www.frames.group.com “Seawater Electrochlorination Package
[12] www.instrumentchoice.com “The Difference between Conductivity, TDS and Salinity
[13] www.wikipedia.orgProposal of Cost Reduction for Electrochlorination Plant”. Daiki Ataka Engineering

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK