Trending Topik

Aplikasi Multi Criteria Decision Analysis Untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi Flokulasi Terbaik di Pre-Treatment Water System Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Diposting oleh On Monday, May 18, 2020

Aplikasi Multi Criteria Decision Analysis Untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi Flokulasi Terbaik di Pre-Treatment Water System Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Yuni Eko Feriyanto 1,*, Udisubakti Ciptomulyono 1, dan Endah Angreni 1
1PascaSarjana Magister Bisnis dan Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
Abstract. Water Treatment Plant (WTP) adalah salah satu tahapan sistem di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan meliputi serangkaian proses sub-sistem seperti screening, pre-treatment water, desalination dan demineralization. Pada tahap pre-treatment water system terdapat proses pengendapan lumpur yang dibantu dengan zat kimia koagulan dan koagulan aid. Permasalahan yang umum terjadi di pengolahan air PLTU adalah dosis yang digunakan cukup besar untuk musim hujan dan kondisi air laut pasang namun kualitas air yang dihasilkan belum memenuhi standar PLTU. Teknik jar test dilakukan menggunakan variabel proses dan operasi yang mempengaruhi kinerja koagulan-koagulan aid seperti dosis injeksi, waktu tinggal dan putaran pengaduk. Setiap percobaan diukur kualitas air nya menggunakan kriteria seperti turbidity, conductivity, pH, total suspended solid (TSS) dan total dissolved solid (TDS). Sistem keputusan pemilihan alternatif terbaik multikriteria yang diusulkan adalah pendekatan metode Analytic Hyrarchy Process (AHP) dan perpaduan AHP-Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). Kedua metode dilakukan analisa perbandingan dengan analisa sensitivitas dan metode keputusan yang berbeda kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil yang didapatkan. Kesimpulan yang didapatkan adalah alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
1.  Pendahuluan
Physical-chemical treatment di bak pengendapan pengolahan air adalah perlakuan pengurangan kadar lumpur yang terbawa air umpan dan terkenal dengan istilah sistem koagulasi-flokulasi. Penelitian ini mengambil subjek pengolahan air umpan di PLTU yang berasal dari air laut. Sesuai Tabel 1 bahwa kualitas air laut yang masuk ke pengolahan air PLTU berubah-ubah tergantung musim dan pasang-surut air laut.
Tabel 1. Kualitas Air Umpan di Dua Musim Berbeda
Parameter
Satuan
Nilai Ukur
Musim Hujan
Musim Kemarau
Turbidity
NTU
30 - 40
6,6 – 8,5
Conductivity
µS/cm
± 47.000
± 47.000
pH
value
± 8
± 8
TSS
mg/L
± 30
± 20
Permasalahan yang umum ditemui di sistem pengolahan air PLTU adalah kebutuhan dosis saat musim hujan dan air laut pasang cukup tinggi dibandingkan musim kemarau namun kualitas air keluaran sistem koagulasi-flokulasi masih belum memenuhi standar sehingga diperlukan suatu kajian mendalam untuk menganalisa penyebab dari fenomena tersebut.
Tabel 2. Perbandingan Kualitas Air Riil di Musim Hujan dengan Standar PLTU
Satuan
Nilai Ukur
Riil
Standar
Turbidity
NTU
8,43
<5
Conductivity
μS/cm
48.700
<48.900
pH
Nilai
7,497
7-8
TSS
mg/L
10
<10
TDS
g/L
24,2
<24,2

Physical-chemical treatment bekerja efektif didukung oleh dosis yang optimal serta proses dan operasi yang tepat seperti %dosis, waktu tinggal dan putaran pengadukan (Boughou et al., 2016).
Untuk mengetahui keefektifan koagulasi-flokulasi maka digunakan beberapa parameter kualitas air seperti turbidity, conductivity, pH, TSS dan TDS. Penelitian Beltran et al. (2009) menggunakan beberapa parameter kualitas air untuk mencari tipe koagulan-koagulan aid yang tepat menggunakan analisa sistem keputusan multikriteria.
Jar test digunakan dalam penelitian untuk percobaan skala laboratorium dengan permasalahan diambil sedemikian rupa sama dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Prinsip jar test adalah melakukan percobaan berulang dengan berbagai variabel sehingga didapatkan informasi pilihan variabel yang tepat berdasarkan dampak yang dihasilkan dan terukur. Penelitian untuk koagulasi-flokulasi sesuai standar yaitu menggunakan variabel proses dan operasi seperti %dosis, waktu tinggal dan putaran pengaduk pernah dilakukan oleh Daud et al. (2015).
Pemilihan alternatif terbaik sulit dilakukan, karena dalam sistem pengambilan keputusan bukan selalu memilih yang benar tetapi yang diperlukan adalah memastikan hasil keputusan yang dicapai melalui serangkaian aktifitas yang menganalisis alternatif solusi keputusan, parameter serta kendala yang ada dan kemudian memilih “terbaik” (Ciptomulyono, 2010).
Pemilihan kombinasi terbaik koagulasi-flokulasi yang melibatkan pengukuran dengan banyak kriteria sering menemui situasi yang bertentangan (conflicting) seperti kasus untuk pilihan alternatif kemungkinan diterima dalam penurunan turbidity dan TSS namun disisi lain ditolak karena berdampak menaikkan conductivity maupun TDS.
Pada situasi seperti itu, diperlukan suatu pembobotan kriteria berdasarkan tingkat relatif kepentingan sehingga alternatif keputusan yang ditetapkan dapat memberikan kepuasan bagi pengambil keputusan sesuai dengan tingkat aspirasi yang diinginkan dan percaya pada proses tersebut (Ciptomulyono, 2010). 
Pada penelitian ini, multicriteria decision analysis (MCDA) diusulkan sebagai alat bantu untuk menentukan kombinasi terbaik proses dan operasi koagulasi-flokulasi. Sesuai struktur permasalahan yang terdapat di penelitian ini, ada atau tidaknya batasan objektif serta tujuan yang ingin dicapai maka diusulkan pendekatan metode AHP dan perpaduan metode AHP-TOPSIS untuk penentuan rangking prioritas. AHP adalah suatu teori pengukuran dengan perbandingan berpasangan dan didasarkan pada keputusan para ahli untuk menyusun skala prioritas (Saaty, 2008). Metode TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan Yoon tahun 1981 yang digunakan untuk menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dengan pemilihan alternatif terbaiknya adalah data yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif.  Penggunaan metode ini, sudah banyak diterapkan oleh para peneliti seperti AHP oleh Beltran (2014) dan AHP-TOPSIS oleh Armon (2016).
2.  Metode Penelitian
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan ini adalah jar test kit dari VELP JLT6, beaker glass, botol sampel jenis plastik, analytic pipet 10-100 µL volume dari  M100, digital TSS meter dari HACH DR 6000, neraca analytic dari KERN ABS 220-4, digital TDS meter dan pH meter dari LAQUA HORIBA, digital conductivity meter dari METTLER TOLEDO, digital turbidity meter dari HACH 2100Q dan ORION AQ3010.
Bahan yang digunakan adalah air laut, air demineralization, koagulan tipe alumunium hydroxychloride dan koagulan aid tipe polyacrylamide anionic (PAM).
2.2 Jar Test
Percobaan jar test ini menggunakan 6 paddle motor dengan beaker glass 1 liter. Variabel proses dan operasi yang digunakan adalah %dosis (D), waktu tinggal (W) dan putaran pengaduk (P). Prosedur percobaannya adalah (i) menempatkan air laut di beaker glass kemudian mengukur parameter kualitas air sebelum perlakuan koagulasi-flokulasi, (ii) mengatur putaran pengaduk pada 150 rpm disertai pembubuhan koagulan dan mereaksikan selama 0,5 menit, (iii) menurunkan putaran pengaduk sesuai variabel yaitu 40/60/80 rpm disertai pembubuhan koagulan aid dengan waktu tinggal pengikatan suspended solid sesuai variabel yaitu 10/20/30/40 menit, (iv) akhir percobaan mendiamkan sampel selama ±5 menit dan melakukan pengukuran kualitas air dengan cara mengambil air sampel ±2 cm dari permukaan air, (v) mengukur kualitas air menggunakan variabel kriteria seperti turbidity, conductivity, pH, TSS dan TDS sehingga diperoleh data kualitas air sesudah perlakuan koagulasi-flokulasi.
2.3  Identifikasi Data
Data hasil jar test mendapatkan alternatif sebanyak 48 buah dengan setiap alternatif menghasilkan data kualitas air dengan satuan yang berbeda-beda sesuai pengukuran variabel kriteria. Sistem satuan yang berbeda-beda ini jika digunakan untuk menentukan alternatif terbaik akan sulit dilakukan karena jarak prosentase kriteria satu dengan yang lain berbeda-beda.
Penyelesaian permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan tahap pengolahan data awal yaitu melakukan penyetaraan satuan menggunakan sistem %kenaikan/penurunan nilai kualitas air dengan formulasinya yaitu mengurangkan antara nilai sebelum dengan sesudah treatment kemudian membagi dengan nilai sebelum treatment. Perhitungan %kenaikan/penurunan nilai kualitas air dilakukan untuk data riil di lapangan yang mempresentasikan dosis 100% dan data hasil jar test untuk dosis sesuai variabel.
3.  Hasil Penelitian
3.1  Pembobotan Kriteria
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter ukur kualitas air. Kriteria yang dipilih ini didasarkan pada standar manual book PLTU dan penelitian yang telah dilakukan peneliti terdahulu seperti Beltran et al. (2009), Boughou et al. (2016) dan Daud, et al (2015). Pembobotan kriteria diusulkan menggunakan pendekatan metode AHP dengan pengambil keputusan oleh expert judgement sesuai kualifikasi yang telah ditentukan. Sistem pemberian nilai pairwise skala Saaty 1-9 dan dilanjutkan perhitungan menggunakan bantuan software expert choice v11 dan hasil disajikan di Gambar 1.
Gambar 1. Nilai Bobot Kriteria oleh Expert Judgment Menggunakan Software Expert Choice v1
Berdasarkan penilaian expert, kriteria turbidity memiliki rangking prioritas kemudian diikuti TSS sedangkan kriteria lain seperti conductivity, TDS dan pH diputuskan kurang begitu mempengaruhi kualitas air.
3.2   Seleksi Alternatif Keputusan
Berdasarkan data yang didapatkan dari pengolahan data awal yaitu penyeteraan satuan kemudian dilanjutkan pengolahan data akhir yaitu melakukan seleksi alternatif keputusan. Sistem seleksi menggunakan 2 persyaratan yaitu (1) membandingkan %kenaikan/penurunan nilai turbidity sebagai kriteria prioritas dengan data riil di lapangan dan (2) membuang data dengan nilai kriteria yang berdampak menurunkan kualitas air. Tabel 3 disajikan data hasil seleksi alternatif keputusan.
Tabel 3. Data Hasil Seleksi Alternatif Keputusan
Alt No.
Simbol
Alternatif
%Kenaikan/Penurunan Parameter Operasi(*)
Turbidity
Conductivity
pH
TSS
TDS
Alt 1
D40W10P60
67,1
0,63
1,50
39,4
0,42
Alt 2
D40W20P80
81,4
0,21
0,45
63,9
0,42
Alt 3
D40W30P40
72,7
0,21
1,05
60,0
0,42
Alt 4
D40W30P80
80,1
0,42
1,00
40,0
0,42
Alt 5
D40W40P40
70,7
0,00
1,57
56,1
0,00
Alt 6
D40W40P80
76,7
0,21
1,47
30,0
0,42
Alt 7
D60W10P60
76,1
0,42
1,24
40,6
0,42
Alt 8
D60W10P80
71,5
0,21
0,38
34,4
0,42
Alt 9
D60W20P60
67,6
0,00
0,19
29,0
0,00
Alt 10
D60W20P80
82,9
0,21
0,14
43,8
0,42
Alt 11
D60W30P80
80,4
0,84
0,97
62,9
0,00
Alt 12
D80W10P60
76.2
0,00
0,71
53,1
0,00
Alt 13
D80W10P80
74.6
0,00
0,28
54,1
0,00
Alt 14
D80W20P80
69.9
0,21
0,25
45,0
0,42
Tabel 3 disajikan data terseleksi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sehingga 14 buah alternatif ini adalah alternatif dengan ketentuan hasil kualitas air yang lebih baik atau sama dengan kualitas air riil di lapangan. Alternatif ini yang akan digunakan sebagai bahan olahan data selanjutnya yaitu penentuan rangking prioritas.
3.3   Penentuan Rangking Prioritas
3.3.1 Pendekatan Metode AHP
Metode AHP yaitu teori pengukuran dengan perbandingan berpasangan dan didasarkan pada keputusan para ahli untuk menyusun skala prioritas (Saaty, 2008). Dalam menyelesaikan masalah multikriteria, metode AHP digunakan untuk memperoleh prioritas berdasarkan penilaian preferensi pembuat keputusan dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang mewakili kemampuan hakiki manusia untuk menyusun persepsinya secara bertingkat, membandingkan sepasang solusi setara terhadap kriteria yang diberikan (Ciptomulyono, 2008).
Metode AHP menggunakan skala relatif kepentingan dengan skala Saaty 1-9 dan dilakukan oleh expert judgment. Bentuk dari perhitungan metode ini adalah matriks keputusan dan dalam perhitungan konsistensi digunakan sistem consistency ratio (CR) yang melibatkan komponen consistency index (CI) dan random index (RI). Perhitungan menggunakan persamaan (1, 2) yang telah ditetapkan Saaty (1994).
Metode AHP secara umum banyak digunakan oleh peneliti terdahulu seperti pemilihan teknologi optimal untuk merehabilitasi sistem pipa air (Aschilean et al., 2017), aplikasi untuk memperkuat strategi pembangkit listrik tenaga air di Nepal (Singh dan Nachtnebel, 2016). Metode AHP di makalah ini, diusulkan digunakan untuk penentuan bobot kriteria (Beltran et al., 2009) dan penentuan rangking prioritas untuk memilih proses dan operasi terbaik koagulasi-flokulasi.
Tahapan awal data yang akan dihitung di makalah ini adalah proses skoring dengan acuan penilaian sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh expert judgement dalam pengetahuannya di sistem pengolahan air di PLTU. Data disajikan di Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Alternatif Keputusan Pendeketan Metode AHP
Alt No.
Simbol
Alternatif
Nilai Skoring

Turbidity
0,433(a)
Conductivity
0,097(a)
pH
0,034(a)
TSS
0,353(a)
TDS
0,084(a)

Alt 1
D40W10P60
2
9
3
4
9
Alt 2
D40W20P80
9
6
2
9
9
Alt 3
D40W30P40
5
9
2
9
9
Alt 4
D40W30P80
9
9
4
4
9
Alt 5
D40W40P40
4
9
3
8
2
Alt 6
D40W40P80
7
9
4
2
9
Alt 7
D60W10P60
7
9
3
4
9
Alt 8
D60W10P80
4
5
3
3
9
Alt 9
D60W20P60
2
3
2
2
2
Alt 10
D60W20P80
9
3
3
5
9
Alt 11
D60W30P80
9
9
4
9
2
Alt 12
D80W10P60
7
9
2
8
2
Alt 13
D80W10P80
6
4
2
8
2
Alt 14
D80W20P80
3
4
2
6
9
(a) Bobot kriteria
Tabel 5 disajikan matriks alternatif keputusan dengan sistem skoring dan dari tabel tersebut dilakukan perhitungan untuk menentukan rangking prioritas menggunakan bantuan software expert choice v11 sesuai hasil di Gambar 2.
Gambar 2. Rangking Prioritas Pendekatan Metode AHP Menggunakan Software EC 11 
3.3.2 Analisa Sensitivitas Metode AHP
Bobot kriteria memiliki pengaruh yang signifikan terhadap urutan rangking prioritas. Pengambil keputusan bisa sewaktu-waktu mengubah ketetapan yang berpengaruh terhadap keputusan yang diperoleh. Oleh karena itu, analisa sensitivas direkomendasikan untuk digunakan dengan prinsip mengubah sedikit demi sedikit bobot kriteria dengan bantuan software expert choice v11 (EC 11) sampai terjadi tingkat signifikan perubahan rangking prioritas yang dihasilkan (Azimifard et al., 2018).
Analisa sensitivitas yang digunakan di makalah ini yaitu perubahan bobot kriteria sebesar +10%, 20% dan -10% untuk kriteria turbidity dan TSS sebagai rangking teratas. Untuk sensitivitas terhadap turbidity sebesar +10%, 20% dan -10%  rangking 1 sampai 3 dari standar metode AHP tidak merubah urutan prioritas. Sedangkan untuk sensitivitas terhadap TSS sebesar +10% alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 5, untuk TSS +20% alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 2 dan TSS -10% alternatif yang tidak berubah pada rangking 1 sampai 3.
Berdasarkan analisa sensitivitas untuk perubahan bobot kriteria tersebut jika dilihat secara global maka alternatif yang diusulkan untuk dipilih dengan pendekatan metode AHP adalah alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
3.3.3 Pendekatan Perpaduan Metode AHP-TOPSIS dan Analisa Sensitivitas
AHP adalah metode yang umum dan banyak digunakan oleh peneliti dalam menyelesaikan permasalahan multikriteria. Di beberapa kasus penyelesaian permasalahan, AHP dikombinasikan dengan tipe MCDA yang lain salah satunya TOPSIS (Tailan et al., 2014).
Meskipun TOPSIS menggunakan konsep metode populer dan sederhana, itu sering mendapat masukan karena ketidakmampuannya dalam memberikan ruang untuk suatu ketidakpastian dan persepsi bagi pengambil keputusan (Krohling dan Campanharo, 2011).
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka digunakan perpaduan metode AHP-TOPSIS dengan prinsip masih menggunakan persepsi expert judgment dalam penilaian ketidakpastian kriteria. Penelitian terdahulu untuk metode ini seperti seleksi proyek pengembangan untuk ladang minyak (Morteza, 2010), pemilihan ketahanan negara penyedia untuk industri besi baja (Azimifard et al., 2018).
TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang digunakan untuk menentukan solusi ideal positif (Ai+) dan solusi ideal negatif (Ai-). Pemilihan alternatif terbaik adalah data yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif (Dagdeviren et al., 2009). Berikut langkah-langkahnya (Chang et al., 2015).
Langkah 1. Menyusun matriks keputusan yang sudah dinormalkan
Langkah 2. Menyusun bobot matriks keputusan yang sudah dinormalkan
Langkah 3. Menentukan solusi ideal positif dan negatif
Langkah 4. Menghitung jarak Euclidean antara solusi ideal positif dan negatif untuk setiap variabel
Langkah 5. Menghitung relative closeness terhadap solusi ideal positif untuk setiap alernatif
Langkah 6. Memilih rangking prioritas dengan memilih maksimum CCi+
Metode TOPSIS untuk penentuan rangking prioritas ini digunakan untuk menyempurnakan kekurangan sistem perangkingan metode AHP. Metode TOPSIS memperhatikan jarak relatif antara solusi ideal positif dan negatif dari data yang dihitung sehingga rangking alternatif yang diusulkan lebih representative dibandingkan metode AHP. Metode ini menggunakan data asli hasil jar test dalam perhitungan untuk mencari rangking prioritas.
Tabel 5. Rangking Prioritas Menggunakan Pendekatan Metode AHP-TOPSIS
Rangking Prioritas
Variabel Alternatif
Nilai CCi+
1
D60W30P80
0,764
2
D40W20P80
0,622
3
D40W30P40
0,583
4
D40W10P60
0,514
5
D40W30P80
0,477
6
D60W10P60
0,473
7
D60W20P80
0,442
8
D40W40P40
0,433
9
D80W20P80
0,413
10
D80W10P80
0,410
11
D80W10P60
0,407
12
D40W40P80
0,320
13
D60W10P80
0,313
14
D60W20P60
0,009

Analisa sensitivitas yang digunakan mengacu terhadap perubahan bobot kriteria metode AHP. Bobot kriteria analisa sensitivitas yang didapatkan dari perubahan turbidity dan TSS sebesar 10%, 20% dan -10%. Tabel 6 disajikan hasilnya.
Tabel 6. Perbandingan Urutan Rangking Prioritas Standar AHP-TOPSIS dengan Tingkat Sensitivitas
Berdasarkan hasil standar pendekatan perpaduan metode AHP-TOPSIS dan analisa sensitivitasnya, bisa diketahui bahwa alternatif yang cenderung stabil rangkingnya adalah yaitu D60W30P80, D40W20P80 dan D40W10P60. Hasil ini jika dibandingkan dengan pendekatan metode AHP maka sedikit lebih baik dalam penentuan rangking prioritas yaitu merekomendasikan 3 rangking prioritas yang cukup stabil saat diperlakukan analisa sensitivitas.
3.3.4 Perbandingan Rangking Prioritas Antara AHP dengan AHP-TOPSIS
Tabel 7 disajikan data perbandingan rangking prioritas alternatif antara pendekatan metode AHP dengan AHP-TOPSIS. Pendekatan kedua metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan rangking prioritas  yang disertai analisa sensitivitas dan perbedaan metode yang digunakan.
Tabel 7. Perbandingan Rangking Alternatif Antara Metode AHP dengan AHP-TOPSIS
Rangking Prioritas
Alternatif
AHP
AHP-TOPSIS
Alt 1
D60W30P80
D60W30P80
Alt 2
D40W20P80
D40W20P80
Alt 3
D40W30P80
D40W30P40
Alt 4
D40W30P40
D40W10P60
Alt 5
D60W20P80
D40W30P80
Alt 6
D80W10P60
D60W10P60
Alt 7
D60W10P60
D60W20P80
Alt 8
D40W40P80
D40W40P40
Alt 9
D40W40P40
D80W20P80
Alt 10
D80W10P80
D80W10P80
Alt 11
D40W10P60
D80W10P60
Alt 12
D80W20P80
D40W40P80
Alt 13
D60W10P80
D60W10P80
Alt 14
D60W20P60
D60W20P60
Dari Tabel 7 tersebut didapatkan data bahwa alternatif yang memiliki tingkat kestabilan tinggi walaupun telah dilakukan analisa sensitivitas dan metode yang berbeda yaitu alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dan alternatif ke-2 untuk D40W20P80.
4.  Kesimpulan
Penulis di penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode multicriteria decision analysis (MCDA) berguna dalam pemilihan beberapa alternatif hasil jar test yang memiliki banyak kriteria. Pemilihan tipe MCDA yang diusulkan di penelitian ini mengacu ke pokok permasalahan yang sedang diteliti dan tujuan yang ingin dicapai. Didalam proses pemberian bobot kriteria diusulkan dilakukan oleh expert judgement yang memiliki beberapa kualifikasi yang telah disyaratkan sesuai pengetahuannya di pengolahan air PLTU.
Pengunaan software expert choice v11 sangat membantu dalam perhitungan bobot kriteria, rangking prioritas metode AHP dan analisa sensitivitas. Dengan software tersebut bisa digunakan untuk mengetahui perubahan rangking prioritas yang didapatkan jika sewaktu-waktu terdapat perubahan kebijakan dari pengambil keputusan yang mempengaruhi penilaian bobot kriteria.
Untuk permasalahan yang diangkat di penelitian ini yaitu tentang koagulasi-flokulasi di PLTU, pendekatan metode AHP harus melalui tahapan awal yang cukup sulit yaitu sistem skoring sedangkan pendekatan metode AHP-TOPSIS tetap menggunakan data hasil jar test sampai penentuan rangking prioritasnya.
Kesimpulan akhir yang diusulkan untuk dipilih berdasarkan analisa sensitivitas dan perbedaan metode yang digunakan adalah (i) alternatif ke-1 untuk D60W30P80 dengan definisi yaitu dosis 60%, waktu tinggal 30 menit dan putaran pengaduk 80 rpm dan (ii) alternatif ke-2 untuk D40W20P80 dengan definisi yaitu dosis 40%, waktu tinggal 20 menit dan putaran pengaduk 80 rpm
Rekomendasi yang disarankan atas terlaksananya penelitian ini adalah menjalankan alternatif ke-1 terlebih dahulu yaitu D60W30P80 kemudian mengukur kualitas air yang dihasilkan dan jika terbukti bisa meningkatkan maka bisa dicoba untuk alternatif ke-2 yaitu D40W20P80. Proses analisa keefektifan untuk alternatif ke-2 sama dengan alternatif ke-1 dan jika didapatkan kualitas air yang dihasilkan bisa meningkatkan kualitas air maka alternatif ke-2 yang dipilih karena lebih efisien.
Sistem skoring di penelitian ini memakai acuan yang sangat kecil interval antara skor-nya dan dikwatirkan terjadi salah penafsiran untuk skor yang mendekati. Oleh karena itu, direkomendasikan pemakaian fuzzy system untuk menyempurnakan kelemahan yang mungkin terdapat di penelitian.
Untuk pengembangan lebih lanjut atas hasil penelitian ini, masih diperlukan adanya penelitian lanjutan yang lebih bersifat pilot experiment test sebagai proses kalibrasi atas simulasi sistem untuk meningkatkan validitas atas hasil yang direkomendasikan dari penelitian ini.

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

References
[1] Armon., dan Ciptomulyono, U. (2016). Selecting Liquid Lifting Technology for XY Mature Gas Field using Fuzzy AHP and TOPSIS. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV. Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016.
[2] Beltran, P., Roca, J., Pia, A. Melon, M., dan Ruiz, E. (2009). Application of Multicriteria Decision Analysis to Jar Test Result for Chemicals Selection in the Physical-Chemical Treatment of Textile Wastewater. Journal of Hazardous Materials, Vol. 164, pp. 288-295.
[3] Beltran, P., Gonzalez, F., Ferrando, J., dan Rubio, A. (2014). An AHP (Analytic Hierarchy Process)/ANP (Analytic Network Process)-Based Multi-Criteria Decision Approach for the Selection of Solar-Thermal Power Plant Investment Projects. Journal of Energy, Vol. 66, pp. 222-238.
[4] Boughou, N., Majdy, I., Cherkaoul, E., Khamar, M., dan Nounah, A. (2016). The Physico-Chemical Treatment by Coagulation-Flocculation Releases of Slaughterhouse Wastewater in the City of Rabat (Morocco). Journal of CODEN (USA) : PCHHAX, Vol. 8(19), pp. 93-99.
[5] Ciptomulyono, Udisubakti. (2010). Paradigma Pengambilan Keputusan Multikriteria dalam Perspektif Pengembangan Projek dan Industri yang Berwawasan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Pengambilan Keputusan Multikriteria, Jurusan Teknik Industri, ITS-Surabaya.
[6] Daud, Z., Awang, H., Latif, A., Nasir, N., Ridzuan dan M., dan Ahmad, Z. (2015). Suspended Solid, Color, COD and Oil and Grease Removal from Biodiesel Wastewater by Coagulation and Flocculation Processes. Proceeding of The World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship, Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol. 195, pp. 2407-2411.
[7] Saaty, Thomas L. (2008). Decision Making with the Analytic Hierarchy Process. Journal of International Services Sciences, Vol. 1 No. 1. University of Pittsburgh, USA.