Trending Topik

Metode Cleaning Tube Condenser Standard untuk Material Copper (Cu) Alloy Tembaga

Diposting oleh On Friday, June 23, 2023

 Pembagian material copper (Cu) alloy sebagai berikut: [Michels et al., 1979]

Terdapat 4 tipe failure tube Cu alloy water side yaitu: [Xu, 2022]

  1. Dezincification Corrosion
  2. Stress Corrosion
  3. Intergranular Corrosion
  4. Erosion-Corrosion

Tipe endapan yang menempel di waterside tube condenser ada 5 yaitu: [Howel and Saxon, 2005]

  1. Deposition/Particulate
  2. Scaling/Crystallization
  3. Microbiological
  4. Debris/Macrofouling
  5. Corrosion Product

Terdapat 6 tipe mekanisme fouling yaitu: [Reuter et al., 2017]

  1. Precipitation (Scaling)
  2. Particulate
  3. Chemical Reaction
  4. Corrosion
  5. Biological
  6. Freezing Foulig

Pembersihan (cleaning) tube condenser terbagi menjadi 5 yaitu: [Yao et al., 2021] [Howel and Saxon, 2005]

  • Rubber Ball Automatic Cleaning
  • Ultrasonic Descaling
  • Chemical Cleaning, ini memperhatikan jenis chemical dan dampaknya serta membuatkan coupon test untuk mengukur laju korosinya. Berikut contoh tabel coupon test:
Berdasarkan "standard provisions (DL/T 957-2017) guideline for condenser chemical cleaning" corrosion rate dibatas <1 g/m2.h.
Umumnya scale ada 2 yaitu: (i) carbonate digunakan HCl, nitric acid; (ii) silicate digunakan ammonium bifluoride (NH4HF2), nitric acid
  • Hydrolaze/Hydroblasting/Waterjet Cleaning, ini menggunakan high pressure (sampai 50.000 psi atau 250-700 bar)
  • Projectile/Scrapper Cleaning, ini menggunakan low pressure dengan scrapper bisa terbuat dari bahan rubber, plastik, nilon atau metal bush. Berikut pembagiannya:
1. Air/Water Propelled System, terbagi menjadi 3 yaitu: (i) abrasive/non-abrasive ball; (ii) plastic scrubber; (iii) nylon brustle brush
2. Mechanical System, terbagi menjadi 2 yaitu: (i) rotating flexible shaft; (ii) metal brush; (iii) drill bit
3. Water Pressure System, terbagi menjadi 2 yaitu: (i) bronze blade cleaner; (ii) steel blade cleaner
Berdasarkan Howel and Saxon, berikut pernyataan tentang corrosion fouling di tube copper alloy:
Copper (Cu) alloy dilindungi oleh senyawa pasifasi film tipis yaitu cuprous oxide (Cu2O) pada permukaannya. Karakter dari pasifasi ini adalah tidak berpori dan sangat tipis. Saat normal operasi, lapisan film ini bisa rusak dengan keberadaan oxygen (3-4 ppm) dan conductivity air tinggi (mengandung sulfate). Ketika lapisan pasifasi rusak maka bisa terbentuk pitting pada copper alloy. Alumunium Brass (CuZnAl) dan Cupro-Nickel adalah material yang digunakan sebagai tube condenser dengan pendingin air laut, namun pada operasinya diinjeksikan ferrous sulfate (FeSO4) sebagai corrosion inhibitor karena kalau tidak ada bisa menyebabkan piting dan erosion-corrosion [Rao and Bera, 2021] [Farhami and Bozorgian, 2011]
pH <5 bisa menyebabkan terganggunya pembentukan lapisan pasifasi cuprous oxide (Cu2O) pada permukaan copper alloy [Farhami and Bozorgian, 2011]
Jurnal Fengyuan et al., (2020), melakukan percobaan chemical cleaning material tube condenser copper (Cu) alloy menggunakan HCl 2-4% dan sesudah cleaning dilakukan coating/pasifasi dengan ferrous sulfate (FeSO4) 0.3% didapatkan hasil yang handal untuk tube Cu based, dimana kerak bisa terangkat, laju korosi yang rendah dan di permukaan tube terbentuk lapisan tipis berwarna coklat-kehitaman.
Berdasarkan www.metalsupermarket.com berikut data kekerasan material (metal hardness):
Berdasarkan sumber www.rapiddirect.com, berikut datanya:
Material tube condenser yang umum adalah brass (CuZn) atau alumunium brass (CuZnAl) dengan nilai hardness rockwell 55 atau 3 Mohs, maka ketika metode cleaning menggunakan besi betonizer rangka bangunan dengan nilai hardness rockwell 60 atau 4 Mohs maka permukaan tube bisa terkikis. Tube Cu dihindari penggunaan metode mechanical cleaning dengan metal brush namun disarankan menggunakan water pressure system bronze bladed (nilai hardness rockwell 42) yang aman untuk material brass/alumunium brass. Untuk menambah keefektifan maka sesudah metode tersebut dilakukan teknik water propelled system (plastic/nylon scrapper).
Pada kasus tertentu, baik water pressure system dan water propelled system belum mampu mengangkat kerak di permukaan tube Cu maka bisa digunakan tambahan chemical. Kerak yang umum ada pada tube Cu condenser adalah carbonate (ketika pendingin air laut), silicate (ketika pendingin air sungai) dan air payau yang merupakan gabungan dari kedua senyawa tersebut. Pantangan chemical untuk material copper alloy adalah NH3, NH2, NH3OH, N2H4 dan NOdan penejelasan lengkap terkait itu ada di artikel: Analisa Ketahanan Material Cu Based

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (CITATION):
Feriyanto, Y.E. (2023). Metode Cleaning Tube Condenser Standard untuk Material Copper (Cu) Alloy Tembaga. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Howell, A., and Saxon, G. (2005). Condenser Tube Fouling and Failure: Cause and Mitigation. J. of Power Plant Chemistry, Vol. 7, pp. 12
[2] Yao, L, Fengyuan, H., Fei, W., and Chengming, L. (2021). Application of on Line Chemical Cleaning for Stainless Steel Tube Condenser in a Power Plant. J. of Earth and Environment Science, Vol 791, pp. 012106
[3] Xu, Y. (2022). Cause Analysis of Tube Burst of the Condenser in a Power Plant. J. of Physics, Vol 2390, pp. 012065
[4] Reuter, H. C., Owen, M., and Goodenough, J. L. (2017). Experimental Evaluation of the Temproral Effects of Paint-Based Protective Films on Composite Fouling Inside Admiralty Brass and Titanium Steam Surface Condenser Tube. South Africa
[5] Michels, H. T., Kirk, W. W., and Tuthill, A. H. (1979). The Influence of Corrosion and Fouling on Steam Condenser Performance. J. of Materials for Energy Systems, Vol. I
[6] Rao, T. S., and Bera, S. (2021). Protective Layer Dissolution by Chlorine and Corrosion of Aluminium Brass Condenser Tubes of a Nuclear Power Plant. J. of Eng. Fail. Analysis, Vol. 123, pp. 105307
[7] Farhami, N., and Bozorgian, A. (2011). Factors Affecting Selection of Tubes of Heat Exchanger. Intl. Conf. on Chemistry and Chemical Process, Vol. 10

Coating Tube Boiler for Biomass (Biomassa) Sebagai Anti Corrosion

Diposting oleh On Wednesday, February 15, 2023

Biomass banyak mengandung unsur chlorine (Cl) yang bisa menyebabkan korosi dan alkali (Na & K) yang bisa menyebabkan slagging. Sedangkan ketika co-firing biomass dengan batubara maka terdapat 2 unsur korosif yaitu sulfur (S) dan chlorine (Cl). Berikut kandungan pada macam-macam biomass: [Kawahara, 2016]

Berdasarkan tabel tersebut, biomass dari bahan berikut:
  • Kayu cacah/potong, banyak mengandung unsur ash (Na, K, Ca, Mg), Cl dan S
  • Cangkang sawit, banyak mengandung unsur Cl, Na, K, Ca, Mg
Penggunaan biomass bisa menyebabkan beberapa hal sebagai berikut: [Sharma et al.,2009]
  1. Fouling, bisa disebut sebagai deposit/sedimen dan pada biomass kehadiran S, Cl dan Si berkontribusi menaikkan volatilitas alkali (Na & K) sehingga bisa terbentuk alkali chloride dan juga alkali silicate yang memiliki low melting temperature yang bersifat sticky. Ketika alkali bereaksi dengan Ca & Si itu bisa membnetuk glassy yang sangat keras umumnya disebut slagging/scaling
  2. Agglomeration
  3. Emission of Heavy Metal
  4. Gaseous Emission (CO, NOx, N2O, SOx)
  5. Low Heating Value
  6. Storage & Transportation Problem
  7. High Temperature Corrosion
Berdasarkan permasalahan pada biomass tersebut beberapa jurnal merekomendasikan untuk melakukan beberapa treatment seperti berikut: [Sharma et al.,2009]


Tube boiler harus dilakukan treatment untuk melindungi korosi dan terdapat beberapa proses seperti: [Hruska etal., 2022] [Riley and Harvey, 2009]

  • Thermal Spray Coating meliputi beberapa jenis yaitu: (i) conventional arc spraying; (ii) inert gas shrouded arc spraying; (iii) high velocity oxy-fuel spraying (HVOF); (iv) thin wire arc spray (TWAS); (v) water-stabilized plasma
Terdapat 3 jenis coating yang umum digunakan pada metode HVOF yaitu: [Oksa et al., 2014]
  1. NiCr16Mo
  2. NiCr9Mo
  3. NiCr10Al
Ketebalan/thickness coating berkisar antara 150-800 µm
Material based coating yang digunakan adalah: [Hruska etal., 2022] [Riley and Harvey, 2009]

  1. Nickel-chromium-molibdenum (Ni-Cr-Mo) alloy yang tahan terhadap oksidasi temperatur tinggi dan ketahanan korosi. Ketebalan umum coating adalah 300 µm
  2. Inconel alloy 625
  3. CoCrAlY

  • Ceramic Sealant, termasuk zircon silicate with chromia dan alumina silicate with mixed chromia
  • Expensive Weld Overlay pada Superheater Material Carbon Steel menggunakan high Cr martensitic stainless steel
  • Mengganti material carbon steel dengan CrMo steel, austenitic stainless steel atau Ni base alloy yang lebih tahan korosif [Kawahara, 2016]. High grade austenitic SS seperti high Cr-high Ni (25Cr-14-20Ni) bisa digunakan untuk tube boiler untuk menghindari failure akibat korosi sedangkan low grade austenitic SS seperti 18Cr-8Ni tidak boleh digunakan karena high corrosion rate dan sensitif terhadap intergranular corrosion
Berikut properties coating yang digunakan di tube boiler menggunakan biomass: [Kawahara, 2016]
Berikut contoh tube boiler mengalami slagging & corrosion: [Kawahara, 2016]

Kutip Artikel ini (CITATION) sebagai Referensi:
Feriyanto, Y.E. (2022). Coating Tube Boiler for Biomass Sebagai Anti Corrosion. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Riley, M.A., and Harvey, M.D.F. (2009). Corrosion Mitigation in Biomass Combustion Plant using Thermal Spray Coating. Coal-Gen-Europe
[2] Hruska, J., Mlnarik, J., and Cizner, J,. (2022). High-Temperature Corrosion of Nickel-Based Coatings for Biomass Boilers in Chlorine-Containing Atmosphere. J. of Coatings, Vol. 12, pp. 116
[3] Kawahara, Y. (2016). An Overview on Corrosion-Resistant Coating Technologies in Biomass/Waste to Energy Plants in Recent Decades. J. of Coatings, Vol. 6, pp. 34
[4] Sharma, S., Sharma, M., Mudgal, D., and Bhowmick, H. (2009). Adoption of Strategies for Clean Combustion of Biomass in Boilers. J. of Corros. Rev, Vol. 39(5), pp. 387-408
[5] Oksa, M., Auerkari, P., Salonen, J., and Varis, T. (2014). Nickel-Based HVOF Coatings Promoting High Temperature Corrosion Resistance of Biomass-Fired Power Plant Boilers. J. of Fuel Processing Technology, Vol. 125, pp. 236-245

EPRI (2001) Lubrication Guide

Diposting oleh On Thursday, February 02, 2023

 Oil & grease adalah pelumas yang sering digunakan di dunia industri. Berikut karakteristiknya:

Secara umum perbedaan mendasar antara oil dan grease adalah oil bersifat cair dan mengalir sirkulasi sedangkan grease berupa semi padat/gel yang stagnant memberikan fungsi pelumasan.
Bahan dasar oli (base oil) terbagi menjadi 2 yaitu:
  1. Mineral Oil, ini merupakan oli yang berasal dari distilasi minyak bumi dengan pengurangan 2 kandungan utama menggunakan metode solvent refining dan catalytic hydrogenation yaitu: (i) Aromatic, yang bisa merubah properties viskositas seiring peningkatan temperatur; (ii) Wax, bisa menyebabkan penggumpalan oil pada suhu ruangan.
  2. Synthetic Oil, kelebihan tipe ini adalah ketahanan viskositas yang rendah pada temperatur rendah dimana pada kondisi tersebut umumnya mineral oil membeku dan tidak bisa mengalir dan juga kestabilan pada temperatur tinggi
Perbedaan Viscosity dengan Viscosity Index (VI)
  • Viscosity, pengukuran ketahanan fluida terhadap flow. Terdapat 2 jenis viskositas yaitu: (i) Kinematic Viscosity; (ii) Dynamic Viscosity. Bisa dibaca detail DISINI
  • Viscosity Index (VI), pengukuran perubahan viskositas terhadap perubahan temperatur
Umumnya oil ditambahkan aditif sekitar 15% seperti berikut:
Terdapat 3  mekanisme pelumasan dipermukaan yang bergerak yaitu:
  • Hydrodynamic Lubrication (HDL), 2 permukaan benda yang bergesekan dipisahkan oleh lapisan tipis oli
  • Elasto-Hydrodynamic Lubrication (EHL)
  • Boundary Lubrication (BL)
Penempelan oil film pada permukaan material melibatkan molekul polar dan non-polar seperti ilustrasi berikut:
Macam-macam wear sebagai berikut:

  • Adhesive wear, berasal dari kecenderungan partikel/permukaan yang berbeda untuk saling menempel
  • Abrasive wear, berasal dari gesekan artikel keras seperti pasir silica kontak dengan permukaan material. Hard coating dapat menghindarkan material dari abrasive wear
  • Erosive wear, berasal dari partikel keras yang terbawa aliran fluida dengan kecepatan tinggi
  • Polishing wear, berasal dari reaksi kimia atau gesekan partikel sangat keras
  • Contact fatigue, berasal dari cyclic stress kontak langsung terus-menerus seperti pada rolling lement bearing, gear teeth
  • Corrosive wear, berasal dari karat/korosi material
  • Fretting corrosion, berasal karena vibrasi/getaran
  • Electro-corrosive wear
  • Fretting wear
  • Electrical discharge wear
  • Cavitation damage
  • False brinelling, rolling element bearing berputar tidak pada jalurnya
Penambahan oil baru ke oil lama dengan beda merk/jenis sebisa mungkin tidak dilakukan, namun ketika mandatory maka penambahan tidak boleh >5% untuk menghindari resiko [EPRI "Lubrication Guide", 2001]
Compatibility oil dan grease berbeda, berdasarkan EPRI "Lubrication Guide" (2001) yaitu untuk oli tidak boleh dilakukan mixing sedangkan grease masih bisa dengan mengikuti tabel standard. Berikut kutipannya:
Terdapat beberapa jenis pengujian oil sebagai berikut:
  • Sensory test, menggunakan indra untuk menilai oil dan dibandingkan dengan oil yang sudah diketahui kondisinya. Parameter yang dilihat adalah appearance (kenampakan seperti clear, bright, cloudy; color (warna), odor (bau seperti terbakar), feel (rasa seperti mentega, berpasir, kental)
  • Other Simple test, menguji parameter utama seperti viscosity, consistency, water crackle test, blotter spot test
  • Diagnostic test, pengujian secara laboratorium dengan hasil dibandingkan dengan oil yang diketahui propertiesnya/new oil. Parameternya meliputi oil viscosity, grease consistency, antiscuff, antiwear, IR spectroscopy, emission spectroscopy, ferrography, particle counting
  • Standard test, pengujian standard oil and grease mengikuti ASTM seperti D4378 (in-service monitoring of mineral turbine oil for steam or gas turbine) dan D6224 (in-service monitoring of lubricating oil for auxiliary power plant equipment). Parameter di oil yang vital adalah uji extreme pressure (EP), flash point, pour point, viscosity, oxidation RPVOT, wear
  • Analytical test, menggunakan alat analis laboratorium seperti gas chromatography (GC), scanning electron microscopy (SEM), thermogravimetric analysis (TGA), differential scanning calorimetry (DSC), rotating pressure vessel oxidation test (RPVOT), remaining useful life evaluation routine (RULER), thin-layer chromatography
Sumber wear metal di oil analysis sebagai berikut:
  1. Dirt (pengotor umum), seperti: Al, Ca, Mg, K, Na, Si
  2. Rust (karat), seperti: Fe
  3. Grease (sedimen/lumpur), seperti: Al, Ba, Ca, Li, Pb, Na, Si
  4. Additives (degradasi aditif kimia), seperti: B, Ca, Mg, Ba, Mo, P, K, Zn, Sb
  5. Wear of Bearing (gram), seperti: Co, Cu, Sn, Zn, Mn, Fe, Cr, Ni, P
Referensi:
[1] EPRI. (2001). Lubrication Guide

Air Pre-Heater (APH) Boiler, Karakteristik, Macam Failure dan Rekomendasinya

Diposting oleh On Tuesday, January 31, 2023

Air Pre-Heater (APH) atau ada yang menyebutnya Air Heater adalah peralatan di PLTU yang difungsikan untuk meningkatkan efisiensi dengan kinerja memanfaatkan kembali gas buang untuk dikontakkan dengan udara dingin dari fan sebelum digunakan sebagai pembakaran di furnace boiler. 

Terdapat 3 tipe APH yaitu: [Nurhasan, 2015]

  • Rotary Regenerative (Ljungstrom)
Memiliki kelebihan seperti: (i) performa dan kehandalan yang baik; (ii) efektif pengontrol kebocoran; (iii) adaptif untuk macam-macam karakteristik bahan bakar; (iii) pemeliharaan  yang mudah [Vulloju et al., 2014]
  • Tubular System (Shell & Tube)
Memiliki kelebihan seperti: (i) investasi yang murah; (ii) sistem sealing yang baik; (iii) pemasangan yang mudah; (iv) flexible untuk dikembangakan dalam kapasitas kecil maupun besar; (v) simpel operasi [Lv et al., 2020]
  • Regenerator, tipe ini terdiri dari batu-bata yang tersusun kotak

Berikut rumus perhitungan %APH leakage:


Beberapa parameter untuk mengukur kinerja APH sebagai berikut:
Beberapa permasalahan di APH sebagai berikut:
  • Pembentukan kerak/slagging yang mengkorosi material tube APH dan ketika dilakukan uji X-Ray Diffraction (XRD) seperti berikut: [Cristiana, 2017]
  • Leakage (kebocoran) karena acid dew point yaitu H2SO4 pada 138 oC atau 120-150 oC atau 143 oC dan HCl pada 47 oC [Cho and Kim, 2020] [Pal et al., 2019] [Srivastava et al., 2014]. Pada pembakaran batubara pasti menghasilkan SO2 dan SO3, dimana pembentukan SOini hanya 0.65% pada temperatur 593-427 oC dan SOini korosif pada low temperature (<300 F=150 oC) di flue gas membentuk H2SO4 karena sifatnya yang hygroscopic (menyerap moisture) dan pada high temperature (>1000 F=540 oC) korosif pada superheater dan reheater boiler [Srivastava et al., 2014]. Jurnal lain Moskovits (1959) menyatakan  hanya sedikit pembakaran coal yang terkonversi menjadi SOyaitu 98% terkonversi menjadi SO2 dan sisanya 2% menjadi SO3. Berikut grafik konsentrasi H2SO4 terhadap dew point:

Berdasarkan jurnal Cristiana et al., (2017), konversi SOterhadap excess air dan coal sebagai berikut:
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada excess air kecil maka SOyang terbentuk juga kecil dan terdapat maksimum konversi SOyaitu pada 15-20% excess air. Selain itu juga didapatkan data bahwa kandungan di hasil pembakaran coal tidak pernah lebih dari 5-6% SO3.
Pada temperature berbeda, SOterdapat 3 bentuk yaitu: (i) gas SO3; (ii) gas H2SO4; dan (iii) H2SO4 cair. Dalam transformasinya, SOterserap oleh fly ash dan bereaksi dengan ammonia (NH3) membentuk ammonium bisulfate [(NH4)HSO4] atau ammonium sulfate [(NH4)2SO4]. Konversi SO2 menjadi SOterjadi pada kondisi temperatur tinggi yaitu 1100-1400 oC [Yuan and Yujie, 2021]

  • Flue gas pada ujung tube APH sekitar 30 mm mengalami high adhesion force yang sulit dihilangkan karena fluida panas (ash + gas) bertemu dengan temperatur dingin mendadak. Pada bahan bakar coal maka ujung tube APH bisa terbentuk SO(acid dew point) sedangkan bahan bakar biomass bisa terjadi ash deposit (Na dan K) yang mengeras dan Cl yang bisa membentuk acid gas yaitu HCl dan Clyang bersifat korosif. Material yang korosif bisa low carbon steel dan corten steel [Song et al., 2013]
Keberadaan sulfur content di CFB boiler umumnya sangat kecil <5 ppm namun seiring berjalannya operasi boiler maka terjadi pengikatan sulfur dan ash melebihi level normal (>5 ppm) sehingga bisa meningkatkan beberapa derajat dew point temperature [Pihu et al., 2009]. Berikut kutipannya:
Material APH tipe tubular umumnya ada 2 yaitu: (i) HOT END dari low carbon steel; (ii) COLD END dari corten steel (high strength low alloy steel) atau aplikasi lebih murah yaitu dari enamel-coated plain carbon steel [Chen et al., 2017] [Shayan et al., 2015]. Berdasarkan jurnal Datta (1998) pada HOT END bisa digunakan material mild steel, alumunium, titanium dan corten steel. Sifat corten steel adalah tahan korosi, erosi, konduktifitas thermal yang baik [Modi et al., 2017]
Berikut tabel komposisi corten, enamel coated steel dan material coating (enamel): [Shayan et al., 2015]
Beberapa cara untuk mencegah pengaruh korosif dan slagging di tube APH adalah:
  • Injeksi limestone (CaO) di furnace boiler [Srivastava et al., 2014]
  • Injeksi alkaline sorbent (Ca-Mg slurry) seperti hydrated lime, MgO, sodium carbonate dan gypsum (calcium carbonate yang mengandung setidaknya 30% magnesium carbonate). Terdapat 2 tempat yang bisa dipilih yaitu: (i) penempatan sebelum APH untuk mengontrol dew point corrosion pada ujung tube namun cleaning APH harus rutin dilakukan; (ii) penempatan antara APH dan ESP dengan kelemahan mempengaruhi particulate matter yang terbuang ke cerobong [Srivastava et al., 2014] [Cristiana et al., 2017]
  • Mengoperasikan flue gas (outlet APH) pada temperature >150 oC agar tidak terjadi dew point corrosion [Srivastava et al., 2014]
  • Injeksi ammonia (NH3antara APH dan ESP sehingga SObisa terikat menjadi (NH4)2SO4 dan NH4HSO4 [Srivastava et al., 2014]
  • Menggunakan material enamel coated atau teflon coated namun beberapa penelitian menunjukkan beberapa failure seperti cracking, fish-scaling, poor adherence, bubbling structure [Shayan et al., 2015]. Porcelain/vitreous/glassy enamel dengan thickness 1.5 mm cocok diterapkan pada low carbon steel yang dapat meningkatkan ketahanan korosi dan abrasi. Penggunaan coating enamel harus dilakukan pre-treatment seperti pre-coating, decarburisation heat treatment dan shot blasting untuk meningkatkan interface adherence dan mengurangi fish scaling [Zhang and Jiang, 2011] [Song et al., 2013]. Berikut kutipan reaksi kimia antara material low carbon steel dengan enamel coating:
Vitreous/glassy enamel coating dapat diterapkan pada cast iron alumunium alloy, Ti-based alloy, TiAl-based alloy, Ni-based superalloy untuk ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi [Rossi et al., 2020]
  • Memperpendek periodik soot-blowing [Shayan et al., 2015] [Song et al., 2013]
  • Coating material tube metode thermojet dengan based NiCrMoSiB atau Ni-Al [Song et al., 2013]
Terdapat 2 coating yang umum yaitu: (i) Fusion Bonded Epoxy (FBE); (ii) Zinc (Galvanized) [Tang et al., 2016]
  • Ketika bahan bakar menggunakan biomass maka untuk mengurangi kandungan alkali (Na & K) penyebab slagging dan chlorine (Cl) penyebab corrosion adalah mencuci bahan bakar biomass sebelum digunakan kemudian mengeringkan [Song et al., 2013]. Pencucian bisa mengunakan water atau H2O atau NH4OAc (Ammonium acetate) atau HCl [Tillman, 2009]. Lebih lengkap ada di artikel tentang "biomass dan pengaruh chlorine (Cl) corrosion"

  • Mengurangi excess air udara pembakaran di furnace boiler [sesuai grafik di jurnal Cristiana et al., (2017)] semakin kecil excess air maka semakin kecil kandungan SO3
  • Penggantian model/tipe APH [Cristiana et al., 2017]
Kutip Artikel ini (Citation) Sebagai Referensi:
Feriyanto, Y.E. (2022). Air Pre-Heater (APH) Boiler, Karakteristik, Macam Failure dan Rekomendasinya. Surabaya. www.caesarvery.com

Referensi:
[1] Nurhasan, M.V. (2015). Performance Analysis Regenerative Air Heater Side A PLTU Unit 3 PT PJB UP Gresik Using ASME PTC 4.3. ITS. Surabaya
[2] Cho, S., and Kim, J.G. (2020). Failure Analysis of Gas-Gas Heater Tube for a Flue Gas Desulfurization System. J. of Engineering Failure Analysis, Vol. 118, pp. 104945
[3] Chen, H., Pan, P., Shao, H., Wang, Y., and Zhao, Q. (2017). Corrosion and Viscous Ash Deposition of a Rotary APH in a Coal-Fired Power Plant. J. of Applied Thermal Engineering. Vol. 113, pp. 373-385
Pal, U., Kishore, K., and Mukhopadhyay, S. Failure Analysis of Boiler Economizer Tubes at Power House. J. of Engineering Failure Analysis. Vol. 104, pp. 1203-1210
[4] Suwarno, S., Nugroho, G., Santoso, A., and Witantyo. (2021). Failure Analysis of Air Preheater in a Circulating Fluidized Bed Boiler. J. of Engineering Failure Analysis. Vol. 124, pp. 105380
[5] Srivastava, R.K., Miller, C.A., Erickson, C., and Jambhekar, R. (2014). Emission of Sulfur Trioxide from Coal Fired Power Plants. J. of the Air & Waste Management Association
[6] Modi, A.K., Haque, A., and Pratap, B. (2017). A Review on Air Preheater Elements Design and Testing. J. of Mechanics, Materials Science & Engineering
[7] Moskovits, P.D. (1959). Low-Temperature Boiler Corrosion and Deposits-A Literature Review. Esso Reasearch and Engineering
[8] Shayan, M.R., Ranjbar, K., Hajidavalloo, E., and Kydan, A.H. (2015). On the Failure Analysis of an Air Preheater in a Steam Power Plant. J. of Failure Analysis and Prevention
[9] Zhang, A., and Jiang, Z. (2011).  Microstructure and Adherence of Vitreous Enamel to Low Carbon Steel. Int. J. Surface Science and Engineering, Vol. 5, pp. 5/6
[10] Song, J., Gu, Y., Li, J., and fang, J. (2013). Study on Air Preheater Corrosion Problem of CFB Biomass Directed-fired Boiler in Zhanjiang Biomass Power Plant. App. Mech. and Materials, Vol. 291-294, pp. 294-299
[11] Tillman, D.A. (2009). Chlorine in Solid Fuels Fired in Pulverized Fuel Boilers. J. of Energy & Fuels. Vol. 23, pp 3379-3391
[12] Shayan, M.R., Ranjbar, K., Hajidavalloo, E., and Kydan, A.H. (2015). On the Failure Analysis of an Air Preheater in a Steam Power Plant. J. of Failure Analysis and Preventing
[13] Rossi, S., Russo, F., and Calovi, M. (2020). Durability of Vitreous Enamel Coating and their Resistance to Abrasion, Chemicals, and Corrosion: A Review. J. Coat. Technol. Res.
[14] Pihu, T., Arro, H., Prikk, A., Rootamm, R., and Konist, A. (2009). Corrosion of Air Preheater Tubes of Oil Shale CFB Boiler. Part I. Dew Point of Flue Gas and Low-Temperature Corrosion. J. of Oil Shale, Vol. 26, No. 1, pp. 5-12
[15] Lv, F., Hu, X., ma, C., Yang, B., and Luo, Y. (2020). Failure Analysis on Cracking of Backing Plate of Lifting Lug for Air Preheater. J. of Engineering Failure Analysis, Vol. 109, pp. 104395
[16] Tang, F., Bao, Y., Chen, Y., Tang, Y., and Chen, G. (2016). Impact and Corrosion Resistance of Duplex Epoxy/Enamel Coated Plates. Missoury University of Science and Technology-USA
[17] Vulloju, S., Kumar, E.M., Kumar, M.S., and Reddy, K.K. (2014). Analysis of Performance of Ljungstrom Air Preheater Elements. J. of Current Engineering and Technology
[18] Datta, S. (1998). Acid Resistant One Coat Enamel for Power Generation Plants. J. of Bull. Mater. Sci., Vol. 21, pp. 421-425
[19] Cristiana, E.M., Marius, V.C., Aurel, G., and Ivona, P. (2017). Cold End Corrosion Avoiding by Using a New Type of Air Combustion Pre-Heater. J. of Advanced Technologies of Materials Processing II
[20] Yuan, H.,and Yujie, Z. (2021). Study on the Effect of Supercritical CFB Boiler Air Preheater and Flue Gas Treatment Facilities on Sulfur Trioxide Emission Characteristics. J. of Energy Reports, Vol. 8, pp. 926-939