Trending Topik

Cara Kontrol SOx SO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara (1 of 2)

Diposting oleh On Tuesday, September 01, 2020

SO2 (SOx) dan NO2 (NOx) adalah produk hasil pembakaran fossil fuel, di PLTU dengan bahan bakar batubara 2 gas ini termasuk gas yang berbahaya terhadap lingkungan sehingga harus dikendalikan. 
Berdasarkan Journal of the Air Pollution Control Association (Nannen et al, 2012) sebagai berikut:

Limestone (CaCO3yang digunakan di scrubber bereaksi kimia bermacam-macam, salah satunya adalah menghasilkan produk kristal fase cair (.xH2O) sebagai berikut:

CaCO3 + SO2 + 2 H2O + ½ O2 ---> CaSO4.2 H2O + CO

Pengaruh reaksi kimia limestone terhadap pH untuk dikonversikan menjadi sulphite atau sulphate seperti terlihat di tabel berikut:

Sulphite sangat dihindari karena lebih berbahaya dari sulphate karena sifatnya yang masih reaktif belum stabil (oksidatif) dan ketika menjadi produkpun kurang bisa dimanfaatkan, berbeda dengan sulphate lebih stabil dan bisa digunakan untuk keperluan lain misalnya gypsum sebagai dinding bangunan (alternatif batu bata). Selain itu, sulphite sulit untuk diendapkan daripada sulphate sehingga treatment limbah sulit dilakukan.
Berdasarkan tabel tersebut, untuk menghasilkan sulphate yang cukup banyak (konversi tinggi) maka dikondisikan pH 6-7.
Berikut kutipan dari Basu (2015):
Beberapa senyawa yang bisa digunakan untuk mengikat SO2 seperti: limestone (CaCO3) dan dolomite (CaCO3.MgCO3). Pada temperatur 620 oC terjadi penguraian/pemisahan senyawa carbonate menjadi (CaCOdan MgCO3), sesuai reaksi berikut:

CaCO3.MgCO3 ---> CaCO3 + MgCO3

CaCO3 + MgCO3 ---> CaCO3 + MgO + CO

MgO inilah yang bereaksi lambat dengan SO2 pada temperatur 540-980 oC.


Dibawah ini dijelaskan detail cara kontrol SO2 dan NO2 pada PLTU tipe CFB, sebagai berikut:
1. SOx Control, bisa dikendalikan dengan beberapa cara berikut:
  • Precombustion
Kontrol ini dilakukan adalah pemilihan bahan bakar dengan rendah sulphur sehingga ketika dilakukan pembakaran terjadi pengurangan emisi gas SO2.
  • Combustion Modification
Kontrol ini dilakukan dengan penambahan limestone pada boiler CFB sebagai pengikat (absorbent) suphur sehingga dihasilkan gas buang yang minim kandungan SOx dan dihasilkan produk samping gypsum (CaSO4) yang terbagi menjadi 2 tahapan yaitu Tahapan Tidak Langsung dimana pada inisial pembakaran akan terjadi penguraian senyawa yaitu:
CaCO3 <---> CaO + CO2
Kemudian senyawa hasil penguraian pada suhu 750-950 oC, melanjutkan reaksi pengikatan dengan sulphur yang dinamakan desulphurization sebagai berikut:
CaO + SO2 + ½ O2 <---> CaSO4

CaO + SO3 <---> CaSO4

Gypsum (CaSO4) yang terbentuk ini adalah fase padat, sedangkan yang diatas tadi adalah produk kristal dalam fase cair.

Tahapan Langsung juga bisa terjadi seperti reaksi berikut:

CaCO3 + SO2 + ½ O2 <---> CaSO4 + CO2

CaCO3 + SO3 <---> CaSO4 + CO2

  • Wet & Dry Scrubber
Kondisi wet scrubber menggunakan media air yang dicampur bahan kimia. Gas buang dipaksa kontak dengan kolam (pond) berisi air + bahan absorbent sehingga gas buang yang mengandung SOx terikat dan bereaksi kimia. Bahan kimia yang umum digunakan adalah Lime (CaO), Limestone (CaCO3), Sodium Carbonate (Na2CO3). Pengalaman yang pernah dilakukan sendiri oleh penulis di pabrik kimia untuk minimalisir SOx adalah penggunaan Sodium Hydroxide (NaOH), bahan tersebut memiliki kelebihan tidak menimbulkan residu yang terlalu besar dan dengan dosis sedikit sudah bisa mengatasi SOx namun itu juga memiliki kelemahan seperti harga mahal, penanganan sulit dan bahan cukup berbahaya karena pH basa kuat.

Kondisi dry scrubber menggunakan sistem spray yang dikontakkan dengan gas buang dan umumnya ditambah peralatan electrostatic precipitator (ESP)

Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan wet scrubber yang salah satu tipenya adalah flue gas desulfurization (FGD)
Kelebihan:
  1. Merupakan teknologi yang cukup modern
  2. Dapat meminimalisir sisa gas buang dengan kadar sulphur tinggi
  3. Limestone mudah didapatkan dan harga murah
  4. Proses relatif simpel
  5. Efisiensi pengikatan sulphur tinggi mencapai 90%
  6. Gypsum yang dihasilkan berkualitas bagus sehingga bisa digunakan untuk bahan baku industri lain
Kekurangan:
  1. Menghasilkan sludge yang cukup banyak
  2. Sludge sulit dipompa dan dipindahkan
  3. Sludge sulit untuk dicairkan agar mudah mobilisasi
  4. Tempat pembuangan harus khusus
  5. Membutuhkan air dalam kuantitas yang cukup besar
Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan tipe scrubber adalah:
  1. Penampungan air yang cukup besar untuk keefektifan penyerapan
  2. Relative velocity yang tinggi antara gas dan liquid sehingga efisiensi menjadi lebih tinggi
  3. Surface area liquid yang besar misalnya dibuatkan spray tower atau atomizing membuat area kontak liquid dengan flue gas menjadi lebih luas
  4. Minimum internal part untuk menurunkan tingkat maintenance yang disebabkan korosi atau kerusakan peralatan sehingga downtime turun
  5. Operasi counter-current berlawanan arah antara flue gas dan liquid sehingga proses absorbsi lebih optimal
  6. Preesure drop yang rendah sehingga membuat kinerja pompa lebih ringan
  7. Kemampuan minimalisir partikel solid
Beberapa tipe scrubber yang umum digunakan sebagai berikut:
  • Ventury Scrubber

Berikut karakteristiknya:
  1. Efisiensi penyerapan gas SO2 sangat rendah karena contact time rendah dan kemampuan menahan liquid kecil
  2. Peralatannya sangat simpel dan efisien dalam minimalisir solid
  3. Pressure drop cukup tinggi sehingga beban pompa besar
  4. Mudah diaplikasikan dengan peralatan tambahan lainnya
  5. Alirannya co-current atau searah antara liquid dan flue gas
  6. Membutuhkan laju aliran yang cukup tinggi sehingga biaya operasional relatif mahal
  7. Bagus dalam ketahanan terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan)
  8. Bagus dalam minimalisir partikel solid (fly ash)
  • Spray Tower Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Teknik ini juga termasuk yang simpel
  2. Pressure drop sangat rendah
  3. Efisiensi cukup rendah karena kemampuan menahan liquid kecil, nilai efisiensi antara 40-85%
  4. Untuk meningkatkan efisiensi atau kecepatan gas yang tinggi membutuhkan dimensi scrubber yang besar sehingga kurang efisien
  5. Beban kerja pompa cukup berat untuk memompa slurry campuran air + limestone menuju spray tower
  6. Membutuhkan peralatan tambahan untuk meminimalisir partikel solid yang terkandung dalam gas
  7. Aliran counter-current
  8. Bagus dalam ketahanan terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan)
  9. Bagus dalam minimalisir partikel solid (fly ash)
  • Fixed Bed Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Berisi bed yang tertata fixed tidak bubbling sehingga kontak antara gas dan liquid cukup baik dan efisiensi tinggi antara 50-98%
  2. Aliran counter-current (berlawanan arah)
  3. Pressure drop rendah
  4. Kekurangan adalah ketahanan yang kurang terhadap scaling (kerak) & plugging (pembuntuan) karena desain bed yang keras serta fixed & surface area yang besar sehingga bisa terdapat selipan/kumpulan deposit solid di celah-celah bed dan belum mampu dalam minimalisir solid particle (fly ash atau TSS)
  • Mobile Bed Scrubber
Berikut karakteristiknya:
  1. Berisi bed yang tertata mobile/bebas sehingga dikarakteristikkan tipe bubbling sehingga potensi adanya deposit solid di celah bed bisa diminimalisir
  2. Bagus dalam penanganan gas dengan velocity besar tanpa kehilangan efisiensi kerja
  3. Bisa digunakan bed dengan densitas kecil seperti plastik sehingga tingkat bubbling semakin tinggi
  4. Bagus dalam minimalisir gas SO2 dan partikel solid
  5. Bagus dalam kemampuan menahan liquid sehingga menambah contact time
  6. Aliran co-current
  7. Pressure drop sedang
  8. Efisiensi bagus dalam rentang antara 80-95%
KESIMPULAN MACAM-MACAM SOx CONTROL:


Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Cara Kontrol SOx SO2 pada Gas Buang Pembakaran Batubara, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., and Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation, 8th Edition Handbook
[2] Tullin, C., and Ljungstrom, E. (1989). Reaction Between Calcium Carbonate and Sulphur Dioxide. Journal of Energy & Fuels 1989, 3: 284-287
[3] Nannen, L.W., West R.E and  Kreith, F. (2012). Removal of SO2 from Low Sulfir Coal Combustion Gases by Limestone Scrubbing, Journal of the Air Poluution Control Association, 24:1, 29-39
[4] Basu, P. (2015). Circulating Fluidized Bed Boilers, Design, Operation and Maintenance. Canada

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

ASTM D445-18 Standard Test Method Kinematic Viscosity dan Perhitungan dari Dynamic/Absolute Viscosity

Diposting oleh On Sunday, August 23, 2020

Viskositas (viscosity) atau yang lebih dikenal istilah tingkat kekentalan adalah respon fluida terhadap shear stress dan shear rate dalam hubunganya dengan transfer momentum. Terdapat 2 tipe viskositas yang dipakai dalam aplikasi di lapangan yaitu:
  • Dynamic/Absolute Viscosity: mengukur tahanan aliran fluida atau kemampuan terhadap transfer momentum (tumbukan). Memiliki rumus = mass/(length x time) dengan satuan kg/(m.s) atau Pa.s atau mPa.s = centiPoise (cP). Dynamic viscosity diukur menggunakan menggunakan cone atau cylinder. Hubungan dynamic viscosity dengan kinematic viscosity adalah dynamic viscosity = kinematic viscosity x density
  • Kinematic Viscosity/Diffusivity: rasio antara dynamic viscosity/density fluida pada temperatur dan tekanan yang sama, satuannya [kg/(m.s)]/[kg/m3]=m2/s dan bisa dikonversi menjadi mm2/s = cSt (centiStokes)
  • Viscosity Index (VI): pengukuran perubahan viskositas terhadap perubahan temperatur. Viscosity Index (VI) tidak memiliki satuan dan merupakan pengukuran untuk mengetahui karakteristik oil terhadap perubahan temperatur.

Berikut standar peralatan pada ASTM D445-18 untuk mengukur kinematic viscosity yaitu viscometer kapiler.
Gambar 1. Skematik bath System Viscometer Kapiler

Keterangan sebagai berikut:
Gambar diatas adalah skematik bath system yang akan ditempatkan pada main host (controller system), sehingga akan menjadi satu kesatuan alat ukur yang dinamakan viscometer.
Gambar 2. Viskometer Kapiler
Urutan sistem kerja sebagai berikut:
  1. Memasang cover glass pada sisi luar dan menaruh bath system pada sisi dalam
  2. Menuang air pada bath system sampai penuh batas atas
  3. Install thermometer untuk mengukur suhu air
  4. Heating air dan menyalakan stirrer. Umumnya pengujian viskositas pada 2 temperatur yaitu 40 oC dan 100 oC. Untuk pengujian viskositas 40 oC maka set temperature controller pada 50 oC untuk sampel encer (tembus cahaya) dan 60-65 oC untuk sampel kental (residual oil atau tidak tembus cahaya). Sedangkan pada 100 oC  set temperature controller pada 100-105 oC. Stirrer berfungsi meratakan panas pada seluruh bath system. Set temperature tersebut diberi toleransi pengurangan temperatur karena yang diukur oleh thermometer adalah lingkungannya (air) sedangkan temparatur viskositas adalah sistemnya (sampel diuji)
  5. Mengambil capillary pipe dan mengisi dengan sampel yang akan diukur viskositas-nya menggunakan rubbel ball suck (biasanya dalam 1 bath system terdapat multi capillary pipe sehingga bisa digunakan untuk mengukur beberapa sampel sekaligus). Sampel akan terkumpul pada bagian gelembung besar capillary pipe
  6. Install capillary pipe di bath system dan membiarkan 30-60 menit menit sampai sampel mendekati suhu pemanas di lingkungannya (air yang dipanaskan)
  7. Setelah kira-kira temperatur tercapai selanjutnya dengan menggunakan rubber ball suck menarik sampel sari gelembung besar menuju titik gelembung kecil atas (titik A) kemudian rubber ball suck dilepas dan seketika sampel akan turun ke gelembung kecil bawah (titik B). Waktu antara titik A ke titik B itulah yang diukur menggunakan stop-watch/timer. Standar ASTM D445-18 ini mengharuskan waktu yang dibutuhkan tidak boleh kurang dari 200 sekon (karena sistem manual cenderung banyak error) dan ketika kurang maka digunakan tipe capillary pipe dengan ukuran lebih kecil. Terdapat pengecualian syarat tersebut yaitu boleh < 200 sekon asalkan menggunakan viscometer automatic
  8. Standar ASTM D445-18 menganjurkan melakukan pengujian 2x tiap sampel dan jika didapatkan data yang terlalu jauh maka diulang dari awal dan jika mendekati maka dirata-rata
  9. Menghitung nilai kinematic viscosity sesuai ketentuan berikut:
Setelah nilai kinematic viscosity didapatkan maka bisa dilakukan konversi ke dynamic viscosity sesuai ketentuan diatas yaitu dynamic viscosity = kinematic viscosity x density.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Standard Test Method Kinematic Viscosity dan Perhitungan dari Dynamic/Absolute Viscosity, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] ASTM D445-18 Standard Test Method for Kinematic Viscosity of Transparent and Opaque Liquid (and Calculation of Dynamic Viscosity)

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Teknik Pengendalian Solid Particle Flue Gas Sisa Pembakaran Bahan Bakar

Diposting oleh On Friday, August 14, 2020

Flue Gas adalah gas buang sisa pembakaran yang sudah tak diinginkan kembali. Istilah ini umum digunakan pada PLTU sebagai hasil sisa pembakaran bahan bakar (gas alam, batubara, biomassa dan lain-lain). Sisa pembakaran batubara ada 2 yaitu fase gas dan padat. Fase gas umumnya COx, SOx, NOx dan fase padat adalah abu terbang (fly ash). Teknik pengendalian fase gas dibahas di artikel berjudul "Cara Kontrol Gas SOx dan NOx pada Pembakaran Batubara". Sedangkan fase solid dikendalikan dengan menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut:
  • Cyclone Separator/Multi-Cyclone
Cyclone Separator, sumber gambar: exair.com 
Cyclone Separator, sumber gambar: che.iitb.ac.in
Prinsip yang digunakan adalah gaya sentrifugal yaitu gaya pusar yang mengarah ke arah luar sehingga ketika flue gas yang mengandung solid particle masuk ke cyclone maka akan terlempar kearah luar (dinding tabung cyclone). Karena gaya gravitasi maka solid particle jatuh ke bawah sedangkan gas akan terdorong keatas.
Cyclone separator umumnya digunakan untuk industri menengah ke bawah dengan solid particle berukuran cukup besar dan daya listrik yang dikonsumsi rendah.

  • Electro Static Precipitator (ESP)


Prinsip teknik ini adalah gaya tarik-menarik antara partikel bernuatan positif (+) dan negatif (-). ESP didesain menggunakan 2 material logam yaitu: (i) electrode, dan (ii) collecting plate. Solid particle flue gas melewati diantara 2 logam tersebut, dimana electrode menjadi betegangan negatif (-) akibat pengaruh arus DC high voltage, ketika solid particle mendekat maka akan ter-ionisasi dan ketarik oleh collecting plate yang bertindak sebagai kutub positif (+). Setelah solid particle mengumpul di collecting plate maka dengan automatic hammer memukul plate menyebabkan solid particle jatuh ke ash hopper.
ESP umumnya digunakan untuk industri/PLTU kapasitas besar karena dalam operasinya membutuhkan listrik yang cukup besar, area yang luas dan treatment yang sering.
  • Baghouse Filter
Baghouse filter menggunakan teknik penangkapan debu dengan sarung mess tinggi sebagai filter. Solid particle flue gas akan tertangkap pada sarung dan tidak tertembus karena diameter solid particle > mess sarung. Penggunaan ini umumnya pada industri/PLTU menengah ke bawah dengan pertimbangan penggunaan listrik yang rendah, kadar SOx rendah dan murahnya biaya maintenance.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Teknik Pengendalian Solid Particle Flue Gas Sisa Pembakaran Bahan Bakar, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Woodruff, E.,Lammers, H., dan Lammers, T. (2000). Steam Plant Operation. Eighth Edition Handbook

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK