Trending Topik

Mengenal Tentang Biodiesel (B30-Bxx), Standard dan Parameternya

Bahan Bakar Nabati (BBN) terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:

  1. BBN oksigenat (oxygenate biofuel), bahan bakar yang mengandung atom oksigen (O) dengan anggota seperti biodiesel dan bioetanol
  2. BBN biohidrokarbon (biohydrocarbon/drop-in biofuel), BBN yang bebas dari oksigen (O) dan hanya tersusun dari atom carbon (C) dan hydrogen (H) dengan anggota bensin biohidrokarbon/nabati, bioavtur, avtur biohidrokarbon/nabati, minyak diesel biohidrokarbon
BBN yang paling terkenal adalah biodiesel, dengan bahasa ilmiahnya "ester metil asam lemak (EMAL)" atau "fatty acid alkyl ester (FAAE) yang dibuat dengan proses "esterifikasi atau trans-esterifikasi" antara minyak/lemak (hewani/nabati) dengan alkohol sebagai katalis, karena menggunakan alkohol tipe metanol maka biodiesel yang dihasilkan adalah "fatty acid methyl ester (FAME)". Lemak hewani/minyak nabati yang digunakan untuk bahan baku biodiesel adalah triglyceride [Hoekman et al., 2012]. Reaksi "esterifikasi + trans-esterifikasi" digunakan ketika hasil pengujian asam lemak bebas minyak nabati TINGGI (>5%) sedangkan ketika RENDAH maka cukup reaksi "trans-esterifikasi" saja.
Ester/biodiesel bisa dalam 2 bentuk yaitu: [Fazal et al., 2019]
  1. Saturated Ester, seperti methyl myristate, methyl palmitate, methyl stearate
  2. Unsaturated Ester, seperti methyl palmitoleate, methyl linoleate, methyl linolenate
Macam-Macam Katalis yang Digunakan untuk Produksi Biodiesel: [Fazal et al., 2019] [Baskar and Aiswarya, 2016]
  1. Homogeneous Acid-Catalyst, seperti HCl, sulphuric, sulfonic
  2. Homogeneous Base-Catalyst, seperti KOH
  3. Heterogeneous Solid-Catalyst, seperti metal oxide (CaO, MgO, SrO, MgO/Al2O3, CaO/Al2O3, Li/CaO) dan golongan alkali (Na/NaOH/Al2O3, K2CO3/Al2O3), magnetic composite, hydrotalcite
  4. Enzyme-Catalyst, karakteristiknya adalah thermal stability dan activation yang sangat efektif namun harga mahal sehingga tidak efisien
  5. Nanocatalyst, merupakan teknologi mutakhir yang bisa meningkatkan keefektifan surface area dalam pengikatan reaktan
  6. Biocatalyst
Penggunan katalis homogeneous dan enzim sangat mahal untuk produksi biodiesel sehingga yang banyak digunakan adalah heterogeneous katalis untuk efisiensi dalam produk massal dan produk yang lebih baik. Selain itu, heterogeneous katalis mudah untuk dilakukan recovery dan reused [Fazal et al., 2019] [Baskar and Aiswarya, 2016]. Kelebihan homogeneous catalyst sebagai berikut: [i] Memerlukan sedikit kondisi operasi; [ii] Kecenderungan membutuhkan washing & purification tinggi sehingga produk lebih murni. Sedangkan kekurangan homogeneous catalyst sebagai berikut: [i] Menghasilkan jumlah besar limbah cair. Alkaline catalyst 4000x lebih cepat daripada acid catalyst sehingga secara komersial katalis yang sering digunakan adalah basa [Baskar and Aiswarya, 2016]
Produksi Biodiesel bisa dengan Beberapa Metode: [Fazal et al., 2019]
    1. Pyrolisis/Thermal Cracking
    2. Reactive Distillation
    3. Trans-Esterification
    4. Ultrasonic Irradiation
    5. Supercritical Fluid
    6. Co-Solvent Methods
    Pemerintah melalui PerMen ESDM No. 12 Tahun 2015 telah menetapkan penggunaan biodiesel 30% (B30) dan telah diimplementasikan mulai 01 Januari 2020. Spesifikasi teknis biodiesel di Indonesia diatur dalam SK DirJen EBTKE No.189.K/10/DJE/2019 tentang Standard dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri, seperti berikut:
    Bahan baku utama BBN adalah kelapa sawit dan juga bisa dari jarak pagar, nyamplung, malapari/kranji, kedelai, jagung, kelapa, kapuk randu dll. Kelapa & kelapa sawit mengandung dominan saturated fatty acid (lemak jenuh) sedangkan jagung, kedelai, biji matahari mengandung dominan unsaturated fatty acid (lemak tak jenuh) [Hoekman et al., 2012] [Baskar and Aiswarya, 2016]
    Biodiesel umumnya diproduksi melalui reaksi "trans-esterifikasi" menggunakan metanol dan katalis basa (sodium methylate atau NaOH atau KOH). Hasil dari reaksi tersbut berupa biodiesel (main product) dan gliserol (side product) walaupun ada lagi lainya dan sangat kecil seperti free fatty acid (FFA), aldehid, keton. Biodiesel dipisahkan dengan gliserol menggunakan beberapa metode seperti: (i) Sedimentation-Neutralization; (ii) Washing; (iii) Distillation; (iv) Filtration Process [Fazal et al., 2019]
    Parameter utama biodiesel sebagai berikut:
    • Total Acid Number (TAN), TAN menyatakan banyaknya asam mineral dan asam lemak bebas pada biodiesel. Tingginya nilai TAN menyatakan tingginya kontaminan di biodiesel
    • Gliserol, Gliserol adalah side-product saat proses konversi BBN menjadi biodiesel. Terdapat 3 jenis gliserol yaitu: (1) gliserol terikat; (2) gliserol bebas; (3) gliserol total. 
    1. Gliserol terikat (mono-,di-, dan trigliserida) yang tersisa ketika proses konversi BBN menjadi biodiesel. Kandungan gliserol terikat yang berlebih terutama monogliserida akan mengendap di bottom tank storage karena perbedaan densitas dengan biodiesel. Monogliserida ini menyebabkan masalah fouling dan pembentukan deposit yang mempengaruhi injector, piston, valve dll. 
    2. Gliserol Bebas merupakan ukuran kesuksesan proses purifikasi biodiesel. Selama penyimpanan biodiesel, kadar gliserol seiring waktu bisa  bisa terjadi peningkatan karena proses hidrolisa sisa mono-, di- dan trigliserida. Gliserol yang terpisah selanjutnya mengendap dan menarik senyawa polar seperti air, monogliserida dan sabun. 
    3. Gliserol Total, merupakan gabungan antara gliserol terikat + bebas yang berhubungan dengan viskositas yaitu ketika kandungan gliserol total tinggi maka viskositas biodiesel juga tinggi.
    • Water Content/Kadar Air, kandungan air pada biodiesel dimana ketika water content tinggi maka potensi menjadi tempat kembang biak bakteri/biota dan menyebabkan fouling, menurunkan calorific value dan meningkatkan corrosion attack [Fazal et al., 2019]
    • Sulfated Ash/Abu Tersulfatkan, merupakan jumlah kontaminan anorganik seperti padatan abrasif, sisa katalis, konsentrasi logam terlarut dalam biodiesel. Senyawa tersebut bisa teroksidasi pada proses pembakaran yang bisa menghasilkan abu dan membentuk deposit pada motor diesel
    • Phosphorous (P), merupakan kontaminan yang berasal dari fosfolipid pada BBN dan fosfor ini sebisa mungkin di-reduksi ketika purifikasi biodiesel karena fosfor terikut fase gliserol-air. Untuk penyenpurnaan pemurnian biodiesel, fosfor bisa diminimalisir menggunakan sistem distilasi. Kandungan fosfor menghambat kemampuan sistem pengurangan emisi gas buang karena bekerja meracuni katalitik converter
    • Sulphur (S), merupakan kontaminan dari sisa reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis asam sulfat dan ketika proses purifikasi yang tidak sempurna. Kandungan umum pada biodiesel untuk sulphur adalah 0 ppm sedangkan batas ambang batas emisi gas buang di Indonesia yang diijinkan adalah max 2500 ppm. Sulphur pada biodiesel bisa menyebabkan keausan pada mesin karena bersifat korosif
    • Iodium/Iodine Value (I), merupakan jumlah senyawa tak jenuh yang terkandung dalam minyak/lemak, juga senyawa mono-, di-, trigliserida serta poli- tak jenuh. Ketika viscosity dan cetane number rendah maka kandungan poli- tak jenuh tinggi dan korelasi iodium number tinggi. Permasalahan tingginya iodium number sebagai berikut: (i) terjadinya polimerisasi dan pembentukan deposit; (ii) penurunan stabilisasi oksidasi biodiesel; (iii) penurunan kualitas pelumasan bahan bakar
    • Oxidation Stability, karena sifat kimianya maka biodiesel lebih mudah mengalami degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar. Biodiesel mengandung senyawa ester poli tak jenuh (unsaturated ester) yang tinggi (ikatan rangkap) sehingga rentan mengalami oksidasi. Stabilisasi oksidasi yang rendah dapat menyebabkan permasalahan pada elastomer pada saluran bahan bakar. Produk oksidasi yaitu hidroperoksida mudah terpolimerisasi dengan radikal bebas dan membentuk sedimen tidak terlarut. Produk lainnya seperti aldehid, keton, asam karboksilat rantai pendek dapat menyebabkan permasalahan korosi pada sistem injeksi [Fazal et al., 2019]. Beberapa hal yang mempengaruhi reaksi oksidasi biodiesel adalah: (i) Oxygen; (ii) Metal traces; (iii) High temperature; (iv) Jumlah unsaturated fatty acid. Oxidation stability ini alami tanpa penambahan anti-oxidant seperti tert-butylated hydroxy toluene (BHT), tert-butyl hydroxyanisole (BHA), pyrogallol (PY), propylgalate (PrG), tert-butyl hydroxyl quinone (TBHQ) [Sorate and Bhale, 2015]
    • Flash Point/Titik Nyala, merupakan indikator keamanan selama penyimpanan akibat pengaruh panas. Biodiesel umumnya memiliki titik nyala >100 oC sedangkan solar di 52 oC. Ketika biodiesel memiliki titik nyala <100 oC maka terindikasi masih ada metanol didalamnya
    • Kadar Logam, keberadaan ion logam bisa berasal dari katalis dari alkali (Na, K) yang bisa membentuk abu di mesin atau kontaminan yang berasal dari pencucian biodiesel dengan alkali tanah (Ca, Mg) yang bisa membentuk sabun dan bisa mempengaruhi kinerja injeksi
    • Total Kontaminan, jumlah material tidak terlarut yang tersisa pada filter setelah sampel melalui filter 0.8 µm (EN 12662)
    • Cold-Filter Plugging Temperature (CFPP), merupakan temperature terendah biodiesel yang bisa menyebabkan penyumbatan filter karena kristalisasi atau gelatin
    • Cetane Number (ASTM D613), merupakan unjuk kerja penyalaan BBM yang diperoleh dengan membandingkan reference fuel didalam mesin uji yang telah distandarisasi. Parameter yang mempengaruhi cetane number adalah kecepatan aliran bahan bakar, waktu injeksi dan kompresi. Semakin tinggi cetane number maka mutu BBM semakin baik karena semakin pendek kelambatan pembakaran sehingga jumlah bahan bakar yang digunakan sedikit sehingga efisiensi menjadi tinggi
    • Densitas, merupakan berat jenis dengan satuan gram/cm3 atau kg/m3 dan umumnya dinyatakan dalam specific gravity (S.G) yang ditunjukkan dengan 2 angka suhu misalnya 60/60 oF, 60/60 oC yang menunjukkan angka depan adalah suhu zat dan belakang adalah suhu air
    • Viskositas, terdapat 2 macam viskositas yaitu:
    1. Dynamic Viscosity, ukuran tahanan untuk mengalir yang dipengaruhi oleh tegangan geser dan kecepatan geser yang mempunyai ketergantungan terhadap waktu sinusoidal
    2. Kinematic Viscosity, tahanan cairan untuk mengalir karena gaya berat yang dipengaruhi oleh kerapatan cairan
    • Carbon Residue, merupakan kontaminan yang terbentuk dari penguapan dan degradasi panas dari suatu bahan yang mengandung karbon. Terdapat 2 tipe yaitu:
    1. Residu Karbon
    2. Coke, terjadi karena proses pengubahan karbon  dalam proses pirolisis
    Berdasarkan SK DirJen MiGas No. 146.K/0/DJM/20220 tentang "Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan 
    Bakar Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri, berikut datanya:
    • Cloud Point, titik temperatur diatas pour point dimana lemak cair menjadi cloudy karena pembentukan kristal dan penjenuhan larutan menjadi solid
    Beberapa poin yang harus diperhatikan ketika mencampur solar dengan biodiesel misalnya B30 adalah:
    • Memastikan temperatur kedua bahan bakar sama untuk mendapatkan campuran homogen
    • Memastikan temperatur di lokasi pencampuran diatas titik kabut biodiesel untuk menghindari pembentukan presipitasi biodiesel yang berdampak mengendap di dasar tanki
    • Memastikan ketepatan konsentrasi pencampuran, bisa menggunakan beberapa metode yaitu: (i) in-line blending; (ii) sequence in tank blending; (ii) sequence in vessel blending

    Spesifikasi biodiesel B30 ditetapkan dalam SK DirJen MiGas No. 0262.K/10/DJM/2018 yang mengatur toleransi persentasi yang diijinkan pada B30 adalah 5% (nilai 28.5%-31.5%)
    Perbedaan sifat dan karakteristik antara biodiesel dan minyak solar sebagai berikut:
    Konsekuensi dan pencampuran biodiesel dalam minyak solar (B30) sebagai berikut:
    Kesesuaian material logam untuk biodiesel sebagai berikut:
    Sifat & Karakteristik SOLAR sebagai berikut:
    • Solar terdiri dari hydrocarbon alifatik rantai terbuka dengan ikatan tunggal (jenuh) atau ikatan rangkap (tak jenuh)
    • Kualitas penyalaaan solar lebih baik dibandingkan biodiesel
    Sifat & Karakteristik BIODIESEL sebagai berikut:
    • Biodiesel mudah ter-degradasi oksidatif dibandingkan minyak solar karena tingginya senyawa ester poli tak jenuh yang banyak ikatan rangkap. Stabilisasi oksidasi dibatasi minimal 10 jam (SK DirJen EBTKE No. 189.K/DJE/10/2019) dan rata-rata stabilisasi oksidasi biodiesel tanpa tambahan anti-oxidant adalah 12 jam. Beberapa hal yang mempengaruhi reaksi oksidasi biodiesel adalah: (i) Oxygen; (ii) Metal traces; (iii) High temperature; (iv) Jumlah unsaturated fatty acid. Oxidation stability ini alami tanpa penambahan anti-oxidant seperti tert-butylated hydroxy toluene (BHT), tert-butyl hydroxyanisole (BHA), pyrogallol (PY), propylgalate (PrG), tert-butyl hydroxyl quinone (TBHQ)
    • Keberadaan oksigen dalam biodiesel selain memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan dibandingkn solar yang tidak mengandung oksigen sama sekali yaitu: (i) Menimgkatkan kemampuan lubricity; (ii) Mengurangi emisi pembakaran dengan cara meningkatkan NOx [Fazal et al., 2019]
    • Biodiesel mengandung senyawa aromatic yaitu ester metil asam lemak-EMAL atau fatty acid methyl esters-FAME (ester adalah senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian satu/lebih atom H pada gugus karboksil dengan gugus organik-R). Kandungan senyawa ester/aromatic ini bersifat sebagai pembersih kotoran/kerak pada dinding tangki penyimpanan sehingga B30 ini salah satunya bersifat cleaner tank sehingga B30 ini masih menjadi PR bagaimana filter harus secara rutin di-cleaning atau material tangki penyimpanan dibuat khusus yang tahan terhadap biodiesel
    • Emisi gas buang yang dihasilkan biodiesel lebih baik dibandingkan solar (B20 memiliki emisi 10-20% lebih rendah dari solar, B30 menghasilkan emisi 5-20% dari B20) karena dalam prosesnya biodiesel tidak menghasilkan sulfur
    • Biodiesel (B30) meningkatkan kualitas penyalaan yaitu menaikkan cetane number, solar memiliki cetane number 48-51 dan B30 pada 50-52.5
    • Menurunkan emisi gas COx dan SOx karena produksi biodiesel tidak digunakan/dihasilkan sulfur. B30 menurunkan sulfur sampai 30% dibandingkan solar
    • Kontaminan yang harus menjadi perhatian biodiesel (B30) adalah gliserol-monogliserida + water. Water ini bisa berasal dari proses pemurnian yang belum sempurna atau bertambah akibat prosedur penanganan yag belum maksimal. Akumulasi air ini akan mendorong pertumbuhan mikroba dan bisa menyumbat saluran injector. Water separation bisa dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 
    1. Centrifuge, metode pemisahan berdasarkan perbedaan densitas
    2. High Flow Rate Filter (HFRF), filter dengan desain spesifik untuk menyaring kontaminasi partikulat untuk aplikasi flowrate tinggi. HFRF terdiri dari media filter dan konfigurasi elemen filter
    3. Water Stripping Filter/Vacuum Distillation
    4. Water Coalescence Filter/Multistage Filter, terdiri dari 2 elemen filter yaitu tahap awal kontaminan (karat, lumpur, kotoran dan dissolved water) di-filtrasi dan free water dipisahkan pada tahap kedua sehingga dihasilkan biodiesel yang bebas pengotor
    5. Rock Salt Filter Absorb, menggunakan garam-garam yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi
    6. Vacuum Dehydration, metode purifikasi yang memanfaatkan thermal untuk menguapkan water dari biodiesel sehingga dihasilkan pure biodiesel
    • Kandungan energi biodiesel lebih rendah 12% daripada solar [DirJen EBTKE, 2020], Karena biodiesel mengandung oxygen (sekitar 11%) sehingga kandungan C dan H rendah dibandingkan solar sehingga energinya 10% lebih rendah dari solar. Karena biodiesel memiliki density yang lebih besar daripada solar maka energy content-nya 5-6% lebih rendah dari solar karena dihitung per volumetric basis. Berdasarkan mass basis energy content, renewable diesel [seperti catalytic hydroprocessing/biodistillate triglyceride, thermal conversion lignocellulose (gasification & pyrolisis)] lebih tinggi dari biodiesel sedangkan volumetric basis, energy content biodiesel dan renewable diesel adalah sama [Hoekman et al., 2012]
    • Biodiesel dapat men-degradasi selang/hose, gasket, elastomer, lem dan plastik. Senyawa karet alam/nitril, propylene, polyvinyl, tygon, chloropene/neoprene sangat rentan/tidak compatible ketika kontak dengan biodiesel sehingga penggunaan B30 terhadap komponen mesin diesel juga harus memperhatikan potensi kebocoran hose dan gasket  [DirJen EBTKE, 2020] [Sorate and Bhale, 2015]
    • Fluorocarbon adalah material good resistance dan disarankan untuk biodiesel [Sorate and Bhale, 2015]
    • Sampel biodiesel tidak boleh menggunakan plastik (kecuali berbahan fluorinated polyethylene, fluorinated polypropylene, teflon, fiberglass) dan disarankan memakai botol kaca bening dan carbon steel
    • Seiring meningkatnya waktu penyimpanan biodiesel maka potensi air terserap biodiesel besar dan karena reaksi pembentukan biodiesel dari BBN adalah reversible (bolak-balik) maka biodiesel bisa reconvert ester/FAME menjadi alcohol + free fatty acid melewati hydrolytic reaction
    Berikut Spesifikasi Standard Biodiesel di US, Europe, Germany:
    Berikut grafik persent yield vs time antara biodiesel dengan bahan baku lemak biodiesel (nabati/hewani)
    Ketika biodiesel disimpan maka seiring berjalannya waktu akan terbentuk endapan glycerol + air. Glycerol ini merupakan side product hasil konversi selama proses pembentukan biodiesel. Sehingga yang menjadi PR penggunaan biodiesel untuk mesin bakar adalah potensi plugging filter dan sistem purifikasi dari tangki penyimpanan.
    Renewable diesel fuel/green diesel diproduksi dengan catalytic hydroprocessing/biodistillate menggunakan bahan baku triglyceride. Kelebihan dalam prosesnya tidak menggunakan alkohol dan tidak dihasilkan side product berupa glycerol dengan main product bukan FAAE melainkan biohydrocarbon [Hoekman et al., 2012].
    Proses lain selain trans-esterifikasi yang menghasilkan biodiesel yang masih banyak kelemahan untuk digunakan sebagai BBM maka terdapat beberapa teknologi yang bisa dilirik dan ramah untuk mesin pembakaran seperti catalytic hydroprocessing/biodistillate triglyceride, thermal conversion lignocellulose (gasification & pyrolisis)
    Berdasarkan jurnal Hoekman et al. (2012) berikut 6 fuel quality concern biodiesel:
    1. Stability and Deposit Formation, merupakan kestabilan terhadap oksidasi tanpa bahan anti-oxidant dan pengaruh terhadap pembentukan sedimen/deposit ketika penyimpanan
    2. Cold Temperature Handling and Operability, merupakan kestabilan masih bisa mengalir pada temperatur rendah sehingga tidak terhambat di injector mesin pembakaran serta tidak membeku ketika penyimpanan
    3. Solvency, merupakan tingkat kelarutan biodiesel yang homogen dan purity yang tinggi dengan minim impurities seperti glycerol dan water
    4. Microbial Contaminants, merupakan indikator adanya kontaminan water yang berlebih sehingga mikroba/bakteri bisa tumbuh di tangki penyimpanan
    5. Water Separation, merupakan teknik yang digunakan untuk purifikasi biodiesel untuk meminimalisir water content dan  terdapat 5 metode yaitu: (i) Centrifuge; (ii) High Flow Rate Filter (HFRF); (iii) Water Stripping Filter/Vacuum Distillation; (iv) Water Coalescence Filter/Multistage Filter; (v) Rock Salt Filter Absorb; (vi) dan Vacuum Dehydration
    6. Material Compatibility, merupakan ketahanan material pada mesin terhadap biodiesel karena karakteristik biodiesel yang men-degradasi elastomer, plastik dan material lain. Detail sudah dijelaskan diatas untuk material
    Salah satu yang menjadi issue tentang biodiesel untuk diterapkan pada otomotif karena: 
    1. Keberadaan moisture absorption
    2. Oxidation stability
    3. Contaminant
    4. Cold flow properties
    5. Lubricity
    6. Corrosive and acidic nature, Biodiesel lebih korosif untuk material copper (Cu), bronze (CuSn) dan alumunium (Al) sedangkan untuk material stainless steel tidak, sedangkan semua material tersebut aman kontak dengan solar [Fazal et al., 2019] . Pitting corrosion ditemukan pada sintered nozzle dengan material CuSn (bronze) sesudah 10 jam operasi dengan biodiesel pada temperature 70oC [Fazal et al., 2012] [Sorate and Bhale, 2015].
    Trans-esterifikasi dipengaruhi beberapa parameter sebagai berikut: [Baskar and Aiswarya, 2016]
    1. Konsentrasi katalis
    2. Rasio BBN to metanol
    3. Temperature and time selama proses produksi
    Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
    Feriyanto, Y.E. (2022). Mengenal Tentang Biodiesel (B30-Bxx), Standard dan Parameternyawww.caesarvery.com

    Referensi:
    [1] Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel dan Campuran Biodiesel (B30). (2020). Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Kementerian ESDM
    [5] Hoekman, S.K., Broch, A., Robbins, C., Ceniceros, E., and Natarajan, M. (2012). Review of Biodiesel Composition, Properties, and Specifications. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 16, pp. 143-169
    [6] Fazal, M.A., Haseeb, A.S.M.A., and Masjuki, H.H. (2012). Degradation of Automotive Materials in Palm Biodiesel. J. of Energy. Vol. 40, pp. 76-83
    [7] Sorate, K.A., and Bhale, P.V. (2015). Biodiesel Properties and Automotive System Compatibility Issues. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 41, pp. 777-798
    [8] Fazal, M.A., Rubaiee, S., and Al-Zahrani, A. (2019). Overview of the Interactions between Automotive Materials and Biodiesel Obtained from Different Feedstocks. J. of Fuel Processing Technology. Vol. 196, pp. 106178
    [9] Baskar, G., and Aiswarya, R. (2016). Trends in Catalytic Production of Biodiesel from Various Feedstocks. J. of Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 57, pp. 496-504

    Previous
    « Prev Post