Trending Topik

Tahapan Start-Stop Boiler PLTU

Diposting oleh On Saturday, March 20, 2021

Terdapat beberapa tahapan sebelum start-stop boiler PLTU seperti berikut:

1. Sebelum Start

  • Memastikan seluruh pekerjaan maintenance sudah selesai dilakukan
  • Pengecekan seluruh fungsi alat telah bekerja normal
  • Pengoperasian sistem pendingin (cooling water)
  • Pengoperasian udara bertekanan (compressed air)
  • Memastikan ketersediaan demin water untuk make-up boiler
  • Memastikan sand feeding system dan coal fuel system
  • Pengecekan control & safety interlock system telah bekerja normal
2. Grid Pressure Drop Test

  1. Fungsi untuk mengecek kebuntuan grid nozzle
  2. Menguji setiap beban berbeda pada PA Fan
  3. Membandingkan antara data yang didapatkan dengan desain dan seharusnya tidak boleh >10% data desain
3Cold Start Boiler

Pada sistem cold start boiler terdapat beberapa tahapan seperti:
3.1 Fill Boiler
  • Melakukan close semua drain valve
  • Melakukan open semua air vent di steam drum & superheated
  • Membuka start-up vent valve 10-15%
  • Menaikkan pelan-pelan feed water/boiler water ke steam drum sampai level 1/3 dari sight glass
3.2 Start Fan
  • Start ID Fan
  • Start HP Blower
  • Start SA Fan
  • Start PA Fan

3.3 Boiler Interlock
Menyambungkan seluruh kesiapan boiler system operasi dan melakukan setting:
3.4 Purge
Sebelum start burner maka di furnace boiler harus dilakukan purging/flushing/pembersihan dari gas-gas yang mudah terbakar atau akumulasi bahan kimia yang bisa membuat boiler meledak. Purging time direkomendasikan rata-rata 5 menit (300 detik).
3.5 Start-Up Burner
Ketika semua peralatan pendukung boiler sudah OK dan siap dilanjutkan purging pembersihan di furnace system maka burner bisa dinyalakan. Berikut kondisi operasi burner boiler system:
  • Burner dinyalakan setelah memenuhi persyaratan seperti: [i] interlock boiler sudah OK, [ii] oil turbine pressure > minimum, [iii] control air pressure > minimum, dan [iv] atomizing air pressure > minimum
  • Burner akan mati jika bed temperature sudah mencapai >850 C, karena untuk CFB boiler akan diteruskan panasnya oleh bed sand (pasir)
3.6 Steam Drum & Deaerator Low Level Cut Off
Setelah pembakaran boiler sudah dilakukan maka untuk keberlanjutan operasi perlu dilakukan pengetesan sinyal & sensor apakah safety-nya bekerja. Cara melakukan seperti membuka valve drain sampai low level sehingga level steam drum dan deaerator turun dibawah minimum yang disyaratkan. Ketika sensor OK membaca maka bisa dilanjutkan untuk continuous operation.

3.7 Boiler Warm-Up
  • Menaikkan temperatur boiler perlahan untuk menghindari efek thermal stress pada part, refractory & steam drum
  • Kenaikan temperatur yang diijinkan adalah 60-80 oC/hr
  • Mengontrol flue gas temperatur <470 oC sampai steam flow > 10% MCR (Maximum Continuous Rating)
  • Close vent valve steam drum & superheat (SH) ketika P >2 bar
  • Meneruskan firing rate mengikuti kurva start-up rekomendasi dari pabrikan
  • Mengoperasikan desuperheater (DSH) ketika steam temperatur >30 oC dari design point
  • Secara perlahan close start-up & drain valve ketika steam flow >10% MCR
3.8 Feed Bed Material
  • Start feed sand (pasir) ketika bed temperature > 150 oC
  • Menghindari firing rate >30% dari desain ketika bed pressure < 20 mbar yang bisa berdampak pada overheating refractory & nozzle
  • Continyu feed bed/feed solid material sampai mencapai 30 mbar

3.9 Feed Solid Fuel

  • Memasukkan solid fuel ketika bed temperature >600 oC
  • Menambah feed solid setiap 1.5 menit (90 detik)
  • Memasukkan lime stone (jika ada akses) dan membuka jalur ash removal
  • Secara perlahan mengurangi burner firing rate ketika solid fuel perlahan dinaikkan
  • Menghentikan burner satu per satu dan mengobservasi kenaikan bed temperature
  • Memindah operasi ke mode auto agar otomatis alarm ketika ada gangguan/ketidaknormalan
3.10 Rise to MCR
  • Melanjutkan kenaikan temperature & pressure mengikuti kurva rekomendasi pabrikan sampai mencapai design point
  • Drain bottom ash ketika bed pressure >45-55 mbar
  • Pelan-pelan menutup start-up valve
  • Memonitor seluruh parameter dan memastikan sesuai standar

4. Shutdown Boiler

4.1 NORMAL Shutdown

  • Menurunkan boiler load sampai 50% MCR
  • Memonitor O2 dan bed temperature
  • Kontinyu menurunkan boiler load mengikuti kurva standar shutdown dari pabrikan
  • Menjaga SH steam >20 oC dari saturation temperature
  • Start burner ketika bed temperature < 50 oC
  • Mengosongkan solid fuel (coal bunker) & lime stone (jika ada) ketika bed material temperature >650 oC
  • Mengurangi burner firing rate mengikuti kurva yang direkomendasikan pabrikan
  • Menjaga drum level pada mode manual
  • Menghentikan umpan bahan bakar
  • Menjaga drum level mendekati upper limit
  • Meneruskan fluidizing sampai bed temperature mencapai 300 oC
  • Pelan-pelan close inlet damper PA Fan & SA Fan sehingga ID Fan dapat mengontrol furnace pressure dalam mode otomatis
  • Stop all fan sesudah semua damper close
  • Stop HP Blower 30 detik setelah ID Fan dimatikan
  • Stop chemical injection ketika BFP stop
  • Kontinyu mengoperasikan ash removal system sampai kosong
  • Open vent valve pada steam drum & superheated ketika drum pressure mencapai 1.5-2 bar
  • Open manhole disekeliling furnace ketika bed temperature <300 oC
4.2 EMERGENCY Shutdown
  • Boiler dapat didiamkan dalam keadaan hot stand by sekitar 8 jam
  • Hot condition adalah bed temperature masih >650 oC kemudian diikuti prosedur cold start-up
  • Boiler load dikendalikan sampai ke minimum operasi
  • Stop fuel feeding
  • Menunggu peningkatan kadar Osampai 2x dari operasi normal
  • Stop udara pembakaran untuk meminimalisir heat loss
5. Hot Restart
  • Purge boiler ketika bed temperature <600 oC
  • Start burner ketika bed temperature <500 oC
  • Memonitor kenaikan bed temperature
  • Jika bed temperature tidak naik sesudah menambahkan coal feeding maka dilakukan penghentian feeding dan start purging (terindikasi ada blocking pada sensor atau didalam furnace)
Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2021). Tahapan Start-Stop Boiler PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI

Unburned Carbon (UBC) Pembakaran Batubara dan Uji Loss On Ignition (LOI)/Hilang Pijar

Diposting oleh On Saturday, March 06, 2021

Unburned Carbon/Hydrocarbon (UBC) adalah karbon/bahan bakar yang tidak habis terbakar pada proses pembakaran. Semakin besar nilai UBC maka semakin tidak efisien suatu bahan bakar, karena banyak energi yang masih belum terkonversi. Artikel kali ini difokuskan pada unburned carbon di PLTU, dimana banyak kandungannya pada fly ash-bottom ash (FABA). Nilai unburned carbon yang tinggi tidak bagus untuk efisiensi proses pembakaran dan juga untuk lingkungan seperti bisa menyebabkan polusi groundwater, polusi udara, permasalahan pernafasan.

Coal ash terbagi menjadi 3 bagian yaitu: slag (kerak), fly ash & bottom ash. Komponen utama fly ash adalah unburned carbon & spherical ash (glass cenosphere, magnetic particle & Si-Al ash) [Xing et al, 2019]

Unburned Carbon tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dan hanya bisa diminimalisir, seperti pada jurnal Gurusingam et al (2017) dilaporkan bahwa pada fly ash kandungan UBC bisa diminimalisir sampai kandungannya menjadi 2-5% dari total %wt fly ash. Xing et al (2019) menuliskan kandungan carbon pada fly ash (UBC) antara 2-12% dengan detail untuk fly ash grade I nilai UBC <5%, berikut kutipannya:

Berdasarkan handbook Basu (2015), unburned carbon untuk PC boiler sebesar 0.25% sedangkan CFB sebesar 0.5%. Kutipannya sebagai berikut:

Gurusingam et al (2017) melakukan simulasi pembakaran pada soFtware Computational Fluid Dynamic (CFD) dengan variabel %excess O2 disimpulkan bahwa dengan penambahan 5.2% excess O2 bisa menurunkan 32% ppm unburned carbon. Mengapa %excess Oberpengaruh terhadap UBC???, bisa dibaca detail artikel Feriyanto (2020).

Proses terbentuknya unburned carbon menurut Xing et al (2019) sebagai berikut:

Terdapat 3 tahapan yaitu:
  • Drying & Preheating
Awal mula moisture content coal menguap karena suhu pemanasan yang semakin naik, ini juga diikuti oleh penguapan volatile matter batubara
  • Combustion
Batubara terbakar melibatkan kontak antara volatile matter + oksigen sehingga terjadi pembakaran awal partikel karbon dan pembakaran sempurna fixed carbon. Fixed carbon inilah yang memberikan energi panas boiler system.
  • Discharging
Setelah waktu pembakaran berjalan maka ash content terus bertambah & oksigen terus berkurang sehingga mengurangi daya bakar coal dan menyebabkan unburned carbon yang kemudian keluar lewat cerobong. 

Kandungan pada fly ash sebagai berikut: [Jdrusik and Wierczok, 2011]; [Grochowiak et al, 2004]


Penambahan kandungan unburned carbon di fly ash boiler dalam uji secara analis setara dengan Loss-on Ignition (LOI) yaitu bahan bakar yang lolos dari pembakaran (tidak terbakar) [David and Kopac, 2017]. Menurut Bjurstrom et al (2014), LOI adalah metode untuk menentukan apakah pembakaran menyisakan residu yang tidak bisa terserap oleh waterwall boiler system (water).
Berikut langkah-langkah uji LOI atau hilang pijar: [Feriyanto, 2016]
Peneliti seperti Bjurstrom et al (2014) memaparkan bahwa temperatur untuk uji LOI bisa berbeda-beda tergantung bahan bakar seperti:
  • Biomass (550 oC), alasan biomass dibuat temperatur rendah adalah agar potassium (K) dan chlorine (Cl) tidak dihitung sebagai oxidisable carbon
  • Coal (750 oC)
  • Coal (950 oC)
Metode yang hampir sama juga terdapat pada jurnal penelitian Yang et al (2020) sebagai berikut:
Xing et al (2019) menuliskan penyebab umum dari unburned carbon sebagai berikut:
Unburned carbon terbanyak ada pada fly ash dibandingkan bottom ash. Faktor yang mempengaruhi level UBC di fly ash adalah [1] desain sistem pembakaran, [2] kondisi operasi. Desain pembakaran meliputi: [i] tipe pembakaran, [ii] jumlah burner, [iii] kebutuhan udara/oksigen pembakaran (teknologi pembakaran), [iv] pembakaran sisa, [v] tekanan & temperatur pembakaran, [vi] ketersediaan oksigen, dan [vii] furnace heat loading. Selain itu juga ada pengaruh dari karakteristik batubara seperti coal rank, komposisi coal (volatile matter, moisture content), size batubara, coal car properties, coal mineral matter, coal blending [Xing et al, 2019].
Nilai Loss On Ignition (LOI)/hilang pijar tergantung pada ash batubara dan jika dirunut maka tergantung pada tipe batubara seperti: [i] lignite ash (LOI 0-5%), [ii] sub-bituminous ash (LOI 0-3%), dan [iii] bituminous ash (LOI 0-15%) [Xing et al, 2019].
Berdasarkan tabel tersebut terdapat perbedaan untuk kadar LOI berdasarkan tipe boiler yaitu pulverizer fuel (PF), nilai LOI sebesar 0.7-15 dan circulating fluidized bed (CFB), nilai LOI sebesar 2-12.
Terdapat pendekatan perhitungan dari EPRI "Heat Rate Improvement" berikut kutipannya:
Beberapa penyebab tingginya unburned carbon (UBC) di PLTU adalah:
  • Kurangnya excess air, hal ini berdampak pada pembakaran yang tidak sempurna pada hydrocarbon (batubara) sehingga masih meninggalkan carbon yang tidak habis terbakar
  • Sistem mixing antara bahan bakar dan udara yang kurang optimal di furnace, hal ini bisa karena letak inlet udara bakar atau besarnya bukaan damper (PA/SA Fan) yang kurang pas sehingga harus dilakukan combustion tuning
  • Untuk tipe boiler PF bisa karena setting size pulverizer yang tidak standar,  sehingga batubara yang berukuran terlalu besar tidak habis terbakar sampai waktu pembakarannya habis
Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2021). Unburned Carbon (UBC) Pembakaran Batubara dan Uji Loss On Ignition (LOI)/Hilang Pijar, Best Practice Expereince in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:

[1] Feriyanto, Y.E. (2020). Prinsip Pembakaran Hydrocarbon untuk Mencapai Efisiensi Tinggi di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

[2] Feriyanto, Y.E. (2016). Uji dan Analisa LOI/Hilang Pijar pada Bed Sand CFB, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

[3] Gurusingam, P., Ismail, F.B., Gumnasegaran, P., and Sundaram, T. (2017). Intelligent Monitoring System of Unburned Carbon of Fly Ash for Coal Fired Power Plant Boiler. MATEC Web of Conferences, Vol 131-02003

[4] Jdrusik, M and Wierczok, A. (2011). The Influence of UBC Particles on ESP Collection Effieciency. J. of Physics, Vo. 301, 012009

[5] David, E., and Kopac, J. (2017). Functional Carbon Structures Derived from UBC Contained in Fly Ash. Material Today:Proceeedings, Vol. 7, 817-827

[6] Yang, Z., Chang, G., Xia, Y., He, Q., Zeng, H, Xing, Y., and Gui, X. (2020). Utilization of Waste Cooking Oil for Highly Efficient Recovery of  Unburned Carbon from Coal Fly Ash. J. of. Cleaner Production

[7] Xing, Y., Guo, F., Xu, M., Gui, X., Li, H., Li, G., Xia, Y., and Han, H. (2019). Separation of Unburned Carbon from Coal Fly Ash: A Review. J. of Powder Technology, Vol. 353, pp. 372-384

[8] Bjurstrom, H., Lind, B., and Lagerkvist, A. (2014). Unburned Carbon in Combustion Residues from Solid Biofuels. J. of Fuel, Vol. 117, pp. 890-899

[9] Grochowiak, K.S., Golas, J., Jankowski, H., and Kozinski, S. (2004). Characterization of the Coal Fly Ash for the Purposes of Improvement of Industrial On-Line Measurement of Unburned Carbon Content. J. of Fuel, Vol. 83, pp. 1847-1853

[10] Basu, P. (2015). Circulating Fluidized Bed Boiler, Design, Operation and Maintenance. Canada

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI

Karakteristik Pasir (Bed Sand Material) dan Agglomeration pada Boiler CFB

Diposting oleh On Monday, February 22, 2021

Pada boiler tipe CFB, pasir memiliki peranan yang vital dalam pembakaran. Namun melangkah sejauh ini penulis di bidang enjiniring pembangkitan sering menemui dan mengkaji RCFA tentang pengaruh pasir terhadap agglomeration, abrasion, corrosion dan fluktuatif temperatur operasi boiler. Pada dasarnya pasir (bed sand) boiler CFB yang direkomendasikan adalah yang tahan terhadap temperatur tinggi pembakaran (operasi boiler CFB umumnya di rentang 850-900 oC), sehingga pasir harus memiliki melting point diatas itu. Penulis juga pernah melakukan uji beberapa karakteristik pasir menggunakan teknologi X-ray Diffraction (XRD) sebagai berikut:


Dengan menggunakan metide spectrofotometri AAS didapatkan sebagai berikut:

Dari pengujian tersebut bisa diketahui bahwa komposisi dominan pasir adalah: silica (SiO2) kemudian diikuti komposisi kecil seperti alumunium oxide (Al2O3), Fe2O3 dan CaO. Silica memiliki melting point yang cukup tinggi yaitu 1450 oC. sehingga ketika digunakan pada pembakaran di boiler CFB aman dari potensi agglomerasi. Parameter lain yang harus juga dilihat adalah size dan hardness pasir, dimana size disesuaikan dengan standar dari manual book umumnya yang pernah penulis temukan adalah 0-1 mm. Hardness inline dengan kadar silica dalam pasir, dimana jika terlalu tinggi maka pasir sangat keras dan bersifat abbrasive terhadap refractory dan tube boiler. Pada boiler CFB, size yang terlalu besar kurang bagus karena sulit untuk bubbling sehingga potensi high temperature pada bottom boiler bisa terjadi dan juga tidak bagus jika terlalu kecil karena akan mudah sekali terhembus udara dan menuju ke cyclone akibatnya akan high temperature pada upper boiler.

BACA JUGA: Macam-Macam Boiler PLTU

Selain permasalahan diatas, terdapat hal yang cukup sering terjadi dan vital berpengaruh pada operasional di pembangkitan yaitu agglomerasi/penggumpalan pada bottom boiler/bottom ash. Untuk permasalahan ini harus dilihat secara overall fuel system yang terlibat di boiler CFB seperti batubara, pasir dan limestone (optional). Bottom ash adalah sisa pembakaran boiler yang terletak di dasar dan secara periodik dilakukan drain bottom ash untuk membuang fuel system yang tidak habis terbakar. Mengapa terdapat bottom ash?? di setiap proses pembakaran yang melibatkan macam-macam fuel system pasti tidak 100% terkonversi menjadi energi dan umumnya 75-85% saja sudah sangat bagus sehingga terdapat sisa fuel system yang tidak habis terbakar seperti batu, kerikil, batubara keras, tanah atau lapisan atas dari batubara tipe low rank coal dan materi unburned carbon lainnya. Komposisi batubara bisa dilihat di artikel berikut: Certificate of Analysis (CoA) Batubara Uji Laboratorium
Pada CoA batubara yang berpengaruh besar terhadap agglomerasi adalah kandungan alkali seperti K2O dan Na2O. Agglomerasi dibedakan menjadi 2 yaitu: [Mettanant et al, 2009]
  1. Defluidization & Sintering Induced Agglomeration, dipengaruhi karena terhambatnya proses fluidisasi di bed furnace bisa disebabkan karena water content pada fuel atau tekanan udara yang kurang. Hal ini mengakibatkan overheating pada spot bottom boiler sehingga tercapai melting point temperature bahkan diatas titik leleh fuel system misalnya saja potassium salt meleleh pada 754 oC [Basu, 2006]. Sintering adalah ikatan kimia sementara antara partikel yang disebabkan oleh difusi molekular pada interface partikel dan HANYA TERJADI ketika temperatur diatas temperatur penggumpalan mula bed partikel yang digunakan [Siegell, 1976].

  2. Melt Induced Agglomeration, terjadi karena kandungan kimia pada fuel system mencapai melting point-nya sehingga terjadi penggumpalan pada bottom boiler. Basu (2006) pernah melakukan eksperimen sebagai berikut:
Produk dari reaksi silica + alkali berupa eutectic mixture of silicate memiliki melting point 874 oC, sehingga ketika boiler furnace dioperasikan pada max 900 oC memiliki potensi untuk agglomerasi ketika batubara memiliki kandungan alkali yang besar (K2O dan Na2O). Umumnya untuk umpan batubara kecil kemungkinan terjadi namun tidak untuk biomass.
Hulkkonen et al (2003) melakukan publikasi untuk menentukan potensi agglomerasi suatu fuel system yang dinamakan "Agglomeration Index" seperti berikut:
Diketahui bahwa Gol IA-Alkali (K, Na) adalah PENYEBAB aglomerasi sedangkan Gol IIA-Alkali Tanah (Ca, Mg) adalah PENCEGAH aglomerasi. Berikut alternatif yang bisa digunakan untuk menghindari agglomerasi:
Bisa ditarik kesimpulan bahwa penggunaan pasir efektif untuk menghindari agglomerasi adalah yang dominan kandungan alumina ore/bauxite dan juga manganese ore. Sedangkan jika pasir yang dominan adalah silica/quartz maka bisa ditambahkan dolomite atau batu kapur. Namun juga terdapat pertimbangan, mengapa boiler CFB yang beroperasi di Indonesia kebanyakan tidak memakai umpan limestone/batu kapur ?? karena umpan batubara yang dipakai kebanyakan adalah tipe rendah/low rank coal, dimana ini adalah batubara muda yang letaknya paling atas sehingga masih bersentuhan dengan tanah dan kapur sehingga kandungan kapur masih cukup tinggi.

Penulis pernah melakukan uji bottom ash menggunakan XRD sebagai berikut: [Feriyanto, 2020]

Analisa:
  • Kandungan silica (SiO2) adalah chemical utama pada pasir dan normal ada di bottom ash dengan %komposisi tersebut
  • Al2O3 bisa berasal dari batubara + pasir, dengan tidak ada dampak penyebab agglomerasi pada pembakaran di furnace [Mettanant et al, 2009].

  • NaAlSi2O6 adalah senyawa kompleks yang merupakan gabungan antara Na + Al + 2 SiO2 + O2 . Ketika semua unsur bereaksi yaitu silica (SiO2) + alkali (Na/K) maka akan terbentuk eutectic mixture of silicate (NaSiO2) dan berdasarkan uji XRD ini terjadi di sampel tersebut. Tipe agglomerasi yang terbentuk adalah "melt-induced" yang terjadi pada temperatur tinggi >874 oC [Mettanant et al, 2009].

Rekomendasi:

  • Menambahkan serbuk batu kapur (CaCO3) atau dolomit (CaO-MgO) pada proses pembakaran di furnace boiler. Ini berfungsi sebagai penghambat terbentuknya agglomerasi [Mettanant et al, 2009].

  • Mengatur pola operasi dengan menjaga temperatur bed furnace <874 oC (berdasarkan hasil uji XRD bottom ash boiler). Hal ini karena alkali silicate (Na/K + SiO2) memiliki titik leleh yang rendah yaitu NaSiO2 pada 874 oC dan KSiO2 pada 754 oC [Basu, 2006].
  • Untuk kejadian ini dimungkinkan terjadi melt-induced agglomeration karena ditemukan senyawa eutectic mixture of silicate (NaSiO2) pada bottom ash
Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Karakteristik Pasir (Bed Sand Material) dan Agglomeration pada Boiler CFB, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2020). Uji Laboratoium Bottom Ash Using XRD, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] Feriyanto, Y.E. (2020). Certificate of Analysis (CoA) Batubara Uji laboratorium, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[3] Mettanant, V., Basu, P., and Butler, J. (2009). Agglomeration of Biomass Fired Fluidized Bed Gasifier and Combustor. J. of Chem. Eng, Vol. 87

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI

Siklus All Volatile Treatment (AVT) Uap-Air di PLTU

Diposting oleh On Wednesday, February 10, 2021

All Volatile Treatment (AVT) adalah tindakan injeksi kimia yang hanya menggunakan chemical volatile (mudah menguap/terurai) sehingga meninggalkan minimum endapan solid. Injeksi tersebut digunakan untuk mengurangi pemborosan energi pada proses selama operasional boiler PLTU seperti menghilangkan blowdown system, pengurangan injeksi kimia phospate dan mengurangi kemungkinan deposit silica carry-over sampai ke blade turbine.
Macam-Macam Volatile Chemical:
  • Hydrazine (N2H2), tidak pernah digunakan pada tipe boiler supercritical/ultra-supercritical [Dooley et al, 2010]
  • Formic acid/Asam semut (CH2O2)
  • Acetic acid/Asam cuka/Asam etanoat (CH3COOH)
  • Chloride high volatile (as hydrochloric acid-HCl), minor volatile (as ammonium chloride-(NH4Cl) dan low volatile (as sodium chloride-NaCl)
  • Sodium hydroxide (NaOH)
  • Phosporic acid (H3PO4)
  • Ammonia (NH3)
  • Amine (-NH2)
Macam-Macam Non-Volatile Chemical:
  • Trisodium phospate (Na3PO4)

Terdapat 3 AVT yang umum ditemui di sistem siklus uap-air PLTU: [EPRI Guidelines]
  • Reducing All-Volatile (AVT-R), adalah penggunaan reducing agent dengan nilai electrochemical potential negatif (sangat rendah). Contoh bahan kimia AVT-R adalah hydrazine dan ammonia untuk menaikkan pH, dimana Oxidation-Reduction Potential (ORP) bernilai dalam range -300 s/d -350 mV [electrode : Ag/AgCl/sat, KCl) dan range dijaga pada nilai tersebut dengan tujuan untuk melindungi mixed metallurgy tube boiler terutama copper (Cu) alloy agar tidak terjadi copper transport. Penggunaan AVT pada feedwater dijaga pada pH antara 8.8-9.8 dan terbagi menjadi 2 kategori yaitu: (i) low level AVT, pH antara 8.8-9.3 (khusus Cu alloy) dan high-level AVT, pH antara 9.2-9.8 [Dooley et al, 2010]
Berdasarkan Schweitzer (2010), material Cu tidak tahan terhadap larutan ammonia, amina dan nitrat, berikut kutipannya:
  • Oxidizing All-Volatile (AVT-O), peniadaan reducing agent sehingga nilai electrochemical potential positif (sangat tinggi) dengan sistem oxygen scavenger hanya memanfaatkan mechanical deaerator tanpa chemical dan penggunaan chemical hanya ammonia untuk menaikkan pH sehingga ORP bernilai 0 mV atau bernilai positif. Rekomendasi yang umum diberikan sebaiknya tidak menggunakan AVT (O) pada material boiler dan condenser yang terdapat bahan copper (Cu).
  • Oxygenated Treatment (OT), penggunaan oxidizing agent (ex: hydrogen peroxide, oxygen) dan ammonia untuk menaikkan pH, dimana ORP bernilai +100 s/d +150 mV. OT sebenarnya difokuskan untuk mengurangi single-phase FAC (Flow Accelerated Corrosion) dan meminimalisir perpindahan iron dari feedwater.
Aplikasi yang cocok untuk:
  • All-ferrous material: AVT-O dan OT
  • All-ferrous & mixed metallurgy: AVT-R
Parameter yang digunakan di AVT meliputi: [Kurita, 1999] [Frayne, 2002]
  • Total Carryover (TC)
Yaitu total endapan berlebih di steam drum yang meliputi mechanical dan vaporous yang merupakan konsentrasi saturated steam yang keluar dari steam drum yang biasanya pengukurannya di sistem blowdown.
Analisa total carryover menggunakan pengukuran sodium (Na)
TC = Na saturated steam / Na blowdown
  • Conductivity
  • Silica
  • Iron
  • Copper (Cu) dan Nickel (Ni)
  • pH
  • Amine
  • Hydrazine
  • Total Solid
  • Ammonia
  • Sodium
Kutip Artikel Ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Siklus All Volatile Treatment (AVT) Uap-Air di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] EPRI. Cycle Chemistry Guidelines for Combined Cycle Heat Recovery Steam Generators
[2] Dooley, B., and Svoboda, R. (2010). Improving Thermal Cycle Efficiency in Advanced Power Plants
[3] Frayne, C. (2002). Boiler Water Treatment, Principle and Practice. Vol. 1 and 2. New York-USA
[4] Schweitzer, P.A. (2010). Handbook of Fundamentals of Corrosion Mechanisms, Causes, and Preventative Methods. CRC Press. London & New York

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI

Ultrasonic Testing (UT) Teknik NDT (Non-Destructive Testing)

Diposting oleh On Tuesday, January 05, 2021

Ultrasonic Testing (UT) adalah salah satu teknik uji Non-Destructive Testing (NDT) yang memanfaatkan gelombang suara jenis ultrasonik. Terdapat 3 jenis gelombang yang kita kenal yaitu infrasonic (frekuensi <20 Hz), audiosonic (frekuensi 20-20.000 Hz) dan ultrasonic (frekuensi >20.000 Hz). Berdasarkan referensi EPRI Guidelines, UT NDT memanfaatkan frekuensi antara 0.5 MHz-50 MHz. Di lingkup teknik, khususnya di peralatan pembangkit listrik, teknologi ini banyak dimanfaatkan untuk identifikasi thickness, cacat (flaw), dimensi, diskontinuitas, flow dan size Macam-macam uji yang memanfaatkan UT sebagai berikut:

Berikut skema proses ultrasonic testing (UT):
Prinsip UT testing adalah MEMASUKKAN getaran ultrasonic ke spesimen dan spesimen MENGUBAH getaran dengan beberapa cara yang kemudian DIDETEKSI menggunakan perangkat sehingga timbul INDIKASI.
2 Fakta Getaran adalah:
  • Getaran adalah gerakan maju-mundur
  • Getaran adalah energi yang bergerak
  • Setiap benda yang bergetar akan kembali ke bentuk semula dan jika digambarkan sebagai berikut:
Beberapa istilah yang sering dipakai berdasarkan gambar tersebut:
  • 1 Siklus adalah 1 gunung dan 1 lembah (ABCDE) atau 1 maju dan 1 mundur atau 1 renggangan dan  1 rapatan
  • Period adalah waktu yang diperlukan untuk membentuk 1 siklus
  • Frekuensi adalah banyaknya siklus yang terbentuk pada 1 detik (period tertentu)
Pada UT testing menggunakan peralatan yang disebut probe/transducer dengan memanfaatkan efek piezoelectric. Transducer berfungsi sebagai converter energi dari energi listrik menjadi mekanis (sender) dan energi mekanis menjadi listrik (receiver). Berikut penampang transducer:
Material kristal didalam transducer seperti: quartz lithium sulphate dan polarized ceramic
Penggunaan 2 probe/transducer (1 sender dan 1 receiver) seperti berikut:
Penggunaan 1 probe/transducer (sebagai sender dan receiver) seperti berikut:
Dalam prakteknya, UT testing menggunakan cairan couplant seperti /minyak/gliserin/gemuk/oli dengan tujuan menutup rongga udara karena sifat udara yang buruk dalam perambatan gelombang suara. Berbeda dengan baja, air dan minyak yang sangat bagus dalam perambatan gelombang suara. Couplant yang umum dipakai adalah 1 bagian gliserin: 2 bagian air.
Tujuan penggunaan couplant:
  • Menghilangkan udara dari kedua permukaan karena udara adalah penghantar gelombang yang buruk
  • Menghaluskan ketidakteraturan permukaan (roughness) pada spesimen
  • Membantu pergerakan transducer sepanjang permukaan spesimen pada teknik contact testing
Terdapat 2 Teknik UT Testing:
  1. Pengujian Kontak (Contact Testing)
  2. Pengujian Terendam (Immersion Testing)
Couplant harus mudah dibersihkan dan diaplikasikan setipis mungkin karena jika tebal akan menyebabkan terjadinya penyimpangan arah berkas gelombang suara. Seperti profil berikut:
Berdasarkan profil tersebut bisa terlihat ketika penggunaan couplant berlebihan/terlalu tebal maka akan membuat gelombang ultrasonic menyebar dan tidak fokus sehingga membuat bias pembacaan.

Terdapat hubungan antara kecepatan rambat (V), panjang gelombang (λ) dan frekuensi (f) ---> 
V = λ/f. Kecepatan rambat gelombang selalu tetap namun panjang gelombang dan frekuensi bisa diubah-ubah, misalnya menginginkan panjang gelombang (λ) pendek maka frekuensi harus diperbesar sehingga yang berperan dalam UT testing untuk parameter yang bisa disetting adalah frekuensi.
  • Semakin TINGGI FREKUENSI transducer, semakin KECIL penyebaran berkas suaranya dan semakin BESAR SENSITIFITAS (kemampuan untuk mendeteksi diskontinuitas berukuran kecil) dan RESOLUSI (kemampuan memisahkan pantulan suara dari 2 buah diskontinuitas yang jaraknya berdekatan)
  • Semakin RENDAH FREKUENSI, semakin DALAM PENETRASI ENERGI SUARA karena semakin sedikit hamburannya
Profil peak yang dihasilkan seperti ilustrasi berikut:

Pada UT phased array terdapat macam-macam tampilan data dan dikenal dengan istilah A-scan, B-scan, C-scan dan S-scan, berikut detailnya:
  • A-Scan, Tampilan ini berbentuk peak-peak ketika terdapat cacat/diskontinuitas yang ter-scan oleh UT setelah dibandingkan dengan referensi non-cacat. Sumbu-X adalah jarak seiring waktu dan sumbu-Y adalah sinyal amplitudo

  • B-Scan, Tampilan berupa batang yang menunjukkan ada perbedaan struktur permukaan yang dilewati UT dengan tampilan pandangan penampang melintang. Sumbu-X adalah lokasi dan sumbu-Y adalah waktu.
Terdapat 2 macam B-Scan yaitu single value dan cross sectional.



Ketika tampilan A-Scan dan B-Scan digabungkan akan tampil sebagai berikut:

  • C-Scan, Tampilan pandangan atas yang mirip dengan scan sinar-X. C-Scan memperlihatkan bentuk dan letak diskontinuitas namun tidak menunjukkan kedalaman

  • S-Scan


Permasalahan yang umum di UT testing adalah "DEAD ZONE" area dimana diskontinuitas yang letaknya didekat permukaan uji (tepat dibawah probe/transducer) tertutupi oleh pulse awal. Indikasi pada alat UT testing seperti peak berikut:


Berikut contoh uji menggunakan UT phased array pada pipe:
  • Preparation, Menyiapakan peralatan UT phased array
  • Cleaning, Membersihkan area yang akan diuji agar pengotor yang menutupi permukaan hilang dan transducer/probe UT tidak terganggu pembacaannya
  • Application, Scanning UT phased array mengelilingi area yang diuji
  • Monitoring, Mengendalikan dengan software, melakukan analisa dan recording
Secara umum prinsip kerja UT phased array sebagai berikut:


Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2021). Ultrasonic Testing (UT) Teknik NDT (Non-Destructive Testing), Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] EPRI. Guidelines for the Non-Destructive Examination of Boiler
[2] Feriyanto, Y.E. Training & Sertifikasi UT NDT Level 2. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI