Trending Topik

Karakteristik Pasir (Bed Sand Material) dan Agglomeration pada Boiler CFB

Pada boiler tipe CFB, pasir memiliki peranan yang vital dalam pembakaran. Namun melangkah sejauh ini penulis di bidang enjiniring pembangkitan sering menemui dan mengkaji RCFA tentang pengaruh pasir terhadap agglomeration, abrasion, corrosion dan fluktuatif temperatur operasi boiler. Pada dasarnya pasir (bed sand) boiler CFB yang direkomendasikan adalah yang tahan terhadap temperatur tinggi pembakaran (operasi boiler CFB umumnya di rentang 850-900 oC), sehingga pasir harus memiliki melting point diatas itu. Penulis juga pernah melakukan uji beberapa karakteristik pasir menggunakan teknologi X-ray Diffraction (XRD) sebagai berikut:


Dengan menggunakan metide spectrofotometri AAS didapatkan sebagai berikut:

Dari pengujian tersebut bisa diketahui bahwa komposisi dominan pasir adalah: silica (SiO2) kemudian diikuti komposisi kecil seperti alumunium oxide (Al2O3), Fe2O3 dan CaO. Silica memiliki melting point yang cukup tinggi yaitu 1450 oC. sehingga ketika digunakan pada pembakaran di boiler CFB aman dari potensi agglomerasi. Parameter lain yang harus juga dilihat adalah size dan hardness pasir, dimana size disesuaikan dengan standar dari manual book umumnya yang pernah penulis temukan adalah 0-1 mm. Hardness inline dengan kadar silica dalam pasir, dimana jika terlalu tinggi maka pasir sangat keras dan bersifat abbrasive terhadap refractory dan tube boiler. Pada boiler CFB, size yang terlalu besar kurang bagus karena sulit untuk bubbling sehingga potensi high temperature pada bottom boiler bisa terjadi dan juga tidak bagus jika terlalu kecil karena akan mudah sekali terhembus udara dan menuju ke cyclone akibatnya akan high temperature pada upper boiler.

BACA JUGA: Macam-Macam Boiler PLTU

Selain permasalahan diatas, terdapat hal yang cukup sering terjadi dan vital berpengaruh pada operasional di pembangkitan yaitu agglomerasi/penggumpalan pada bottom boiler/bottom ash. Untuk permasalahan ini harus dilihat secara overall fuel system yang terlibat di boiler CFB seperti batubara, pasir dan limestone (optional). Bottom ash adalah sisa pembakaran boiler yang terletak di dasar dan secara periodik dilakukan drain bottom ash untuk membuang fuel system yang tidak habis terbakar. Mengapa terdapat bottom ash?? di setiap proses pembakaran yang melibatkan macam-macam fuel system pasti tidak 100% terkonversi menjadi energi dan umumnya 75-85% saja sudah sangat bagus sehingga terdapat sisa fuel system yang tidak habis terbakar seperti batu, kerikil, batubara keras, tanah atau lapisan atas dari batubara tipe low rank coal dan materi unburned carbon lainnya. Komposisi batubara bisa dilihat di artikel berikut: Certificate of Analysis (CoA) Batubara Uji Laboratorium
Pada CoA batubara yang berpengaruh besar terhadap agglomerasi adalah kandungan alkali seperti K2O dan Na2O. Agglomerasi dibedakan menjadi 2 yaitu: [Mettanant et al, 2009]
  1. Defluidization & Sintering Induced Agglomeration, dipengaruhi karena terhambatnya proses fluidisasi di bed furnace bisa disebabkan karena water content pada fuel atau tekanan udara yang kurang. Hal ini mengakibatkan overheating pada spot bottom boiler sehingga tercapai melting point temperature bahkan diatas titik leleh fuel system misalnya saja potassium salt meleleh pada 754 oC [Basu, 2006]. Sintering adalah ikatan kimia sementara antara partikel yang disebabkan oleh difusi molekular pada interface partikel dan HANYA TERJADI ketika temperatur diatas temperatur penggumpalan mula bed partikel yang digunakan [Siegell, 1976].

  2. Melt Induced Agglomeration, terjadi karena kandungan kimia pada fuel system mencapai melting point-nya sehingga terjadi penggumpalan pada bottom boiler. Basu (2006) pernah melakukan eksperimen sebagai berikut:
Produk dari reaksi silica + alkali berupa eutectic mixture of silicate memiliki melting point 874 oC, sehingga ketika boiler furnace dioperasikan pada max 900 oC memiliki potensi untuk agglomerasi ketika batubara memiliki kandungan alkali yang besar (K2O dan Na2O). Umumnya untuk umpan batubara kecil kemungkinan terjadi namun tidak untuk biomass.
Hulkkonen et al (2003) melakukan publikasi untuk menentukan potensi agglomerasi suatu fuel system yang dinamakan "Agglomeration Index" seperti berikut:
Diketahui bahwa Gol IA-Alkali (K, Na) adalah PENYEBAB aglomerasi sedangkan Gol IIA-Alkali Tanah (Ca, Mg) adalah PENCEGAH aglomerasi. Berikut alternatif yang bisa digunakan untuk menghindari agglomerasi:
Bisa ditarik kesimpulan bahwa penggunaan pasir efektif untuk menghindari agglomerasi adalah yang dominan kandungan alumina ore/bauxite dan juga manganese ore. Sedangkan jika pasir yang dominan adalah silica/quartz maka bisa ditambahkan dolomite atau batu kapur. Namun juga terdapat pertimbangan, mengapa boiler CFB yang beroperasi di Indonesia kebanyakan tidak memakai umpan limestone/batu kapur ?? karena umpan batubara yang dipakai kebanyakan adalah tipe rendah/low rank coal, dimana ini adalah batubara muda yang letaknya paling atas sehingga masih bersentuhan dengan tanah dan kapur sehingga kandungan kapur masih cukup tinggi.

Penulis pernah melakukan uji bottom ash menggunakan XRD sebagai berikut: [Feriyanto, 2020]

Analisa:
  • Kandungan silica (SiO2) adalah chemical utama pada pasir dan normal ada di bottom ash dengan %komposisi tersebut
  • Al2O3 bisa berasal dari batubara + pasir, dengan tidak ada dampak penyebab agglomerasi pada pembakaran di furnace [Mettanant et al, 2009].

  • NaAlSi2O6 adalah senyawa kompleks yang merupakan gabungan antara Na + Al + 2 SiO2 + O2 . Ketika semua unsur bereaksi yaitu silica (SiO2) + alkali (Na/K) maka akan terbentuk eutectic mixture of silicate (NaSiO2) dan berdasarkan uji XRD ini terjadi di sampel tersebut. Tipe agglomerasi yang terbentuk adalah "melt-induced" yang terjadi pada temperatur tinggi >874 oC [Mettanant et al, 2009].

Rekomendasi:

  • Menambahkan serbuk batu kapur (CaCO3) atau dolomit (CaO-MgO) pada proses pembakaran di furnace boiler. Ini berfungsi sebagai penghambat terbentuknya agglomerasi [Mettanant et al, 2009].

  • Mengatur pola operasi dengan menjaga temperatur bed furnace <874 oC (berdasarkan hasil uji XRD bottom ash boiler). Hal ini karena alkali silicate (Na/K + SiO2) memiliki titik leleh yang rendah yaitu NaSiO2 pada 874 oC dan KSiO2 pada 754 oC [Basu, 2006].
  • Untuk kejadian ini dimungkinkan terjadi melt-induced agglomeration karena ditemukan senyawa eutectic mixture of silicate (NaSiO2) pada bottom ash
Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2020). Karakteristik Pasir (Bed Sand Material) dan Agglomeration pada Boiler CFB, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2020). Uji Laboratoium Bottom Ash Using XRD, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[2] Feriyanto, Y.E. (2020). Certificate of Analysis (CoA) Batubara Uji laboratorium, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[3] Mettanant, V., Basu, P., and Butler, J. (2009). Agglomeration of Biomass Fired Fluidized Bed Gasifier and Combustor. J. of Chem. Eng, Vol. 87

Ingin Konsultasi dengan Tim Website, Silakan Hubungi DISINI

Previous
« Prev Post