Trending Topik

Apakah Obligasi itu ??

Diposting oleh On Wednesday, November 07, 2018

Obligasi (bond) adalah surat pernyataan hutang. Misalnya si A ingin uang maka dia menerbitkan kuitansi sebanyak 10 buah dan disebarkan ke beberapa orang untuk membeli kuitansi tersebut maka si A akan mendapatkan uang sesuai pernyataan di kuitansi tersebut dan orang yang membeli akan mendapat kupon (bunga) beserta surat pernyataan jatuh tempo dibayarkan kupon dan uang pokoknya.

Apa perbedaan obligasi dengan saham terkait sistemnya ??
Obliglasi sudah menetapkan return di awal perjanjian sedangkan saham belum (tergantung pasar) dan Obligasi memiliki jatuh tempo pengembalian pokok hutang sedangkan saham akan terus ikut mengalir selama proses bisnis perusahaan berjalan.
Bentuk Fisik Surat Obligasi ,sumber : www.liputan6.com
Apa kelebihan investasi di obligasi ??
Return sudah bisa dipastikan rata-rata range 8-11%, tentunya nominal tersebut diatas deposito dan reksadana (pasar uang, pendapatan tetap dan campuran). Uang sedikit aman terhadap gejolak keuangan pasar karena si penerbit obligasi yang bertanggung jawab terhadap pengembalian hutang tersebut sedangkan si pemberi hutang tinggal menunggu return.

Adakah kekurangan investasi obligasi ??
Perusahaan yang pailit dan telat bayar kupon tentu kemungkinan masih bisa terjadi karena usaha yang terus-menerus mengalami kemorosotan. Obligasi memiliki return yang masih rendah jika dibandingkan dengan saham atau reksadana saham.
Bagaimana memilih obligasi yang aman ??
Obligasi yang sebagian besar aman adalah yang diterbitkan oleh pemerintah karena sangat jarang pemerintah akan telat atau bahkan tidak membayar kupon karena negara akan tetap menerapkan kebijakan finansial untuk negara sehingga perekonomian akan terus berjalan.

Berapa minimal pembelian investasi di obligasi ??
Antara Rp5.000.000 sampai tak terbatas dan umumnya banyak diminati oleh investor ketika kondisi pasar global lagi memanas/krisis sehingga mereka mencari tempat investasi yang aman.

Mengapa perusahaan ada yang memilih mendapatkan dana segar dari obligasi ??
Karena sistem obligasi sudah bisa diprediksikan jumlah uang yang diterima dan tanggung jawab pengembalian dalam jangka waktu tertentu sehingga ini memudahkan dalam mengatur cashflow perusahaan. Selain itu, sistem penjualan obligasi juga tak seribet saham yang harus melewati beberapa audit dan assesment kelayakan untuk go-public.

Mengapa ada istilah obligasi syariah/sukuk ??
Sukuk berasal dari Bahasa Arab yang artinya cek/surat berharga dan istilah ini muncul karena perdebatan tentang halal/haram-nya akad yang terjadi di obligasi. Mengapa demikian ?? karena menurut sebagian muslim, ketika salah seorang meminjamkan uang dan dikembalikan dalam jumlah uang yang berlebih maka kelebihan itu dinamakan "riba". Sukuk mencoba memperbaiki akad yang terjadi didalam proses tersebut, dimana penerbit obligasi seolah menjual aset (barang berwujud) dengan nominal tertentu dan sudah tertulis sedangkan pembeli obligasi mendapatkan aset berwujud tersebut namun pada waktu jatuh tempo yang sudah disepakati si penerbit obligasi membeli kembali aset-nya. Cara ini menurut sebagian muslim juga diperdebatkan, karena akad jual beli "saling suka sama suka" dihilangkan karena ada keterikatan perjanjian di awal yaitu wajib diserahkan jika dibeli kembali.

Referensi: 

[1] Pengalaman Pribadi pada Tema Terkaitwww.caesarvery.com

Proses Treatment Batu Bara di PLTU

Diposting oleh On Monday, November 05, 2018

Batu bara adalah bahan bakar utama di PLTU dan sesuai regulasi pemerintah terbaru, penggunaan hasil olahan minyak bumi (solar HSD, residual) dan gas alam mulai dibatasi penggunaannya. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar karena persediaan melimpah di Indonesia dan lebih irit dari sisi biaya bahan baku namun treatment adalah yang paling sulit.
Batu bara yang masuk ke PLTU dilakukan pre-treatment kualitas dan kuantitas. Berikut urutan prosesnya:
  • Batu bara diangkut dengan tongkang (kapal terbuka) dari perusahaan tambang menuju PLTU. Akses dari PLTU adalah jetty dengan peralatan ship unloader crane yang digunakan untuk memindahkan batu bara ke silo conveyor untuk ditransportasikan menuju ke coal yard
Gambar 1. Ship Unloader
Gambar 2. Belt Conveyor

BACA JUGA: Anti Biofouling Agent Oxidizing dan Non-Oxidizing
  • Coal yard terdiri dari 2 tipe yaitu terbuka dan tertutup. Tipe terbuka untuk penampungan tahap awal sedangkan tipe tertutup untuk penampungan tahap akhir yang siap digunakan untuk proses produksi. Tujuan dari tipe tertutup (dome) adalah menghindarkan penambahan water content/humidity batu bara yang bisa mengurangi nilai kalori. Batu bara dipindahkan dari coal yard terbuka ke tertutup menggunakan excavator dan wheel loader
Gambar 3. Coal Yard
Gambar 4. Wheel Loader
Gambar 5. Excavator
Batu bara yang datang, terlebih dahulu di cek secara laboratorium parameter-parameter kimianya dan tahap awal dilakukan sampling yang dimulai dari:
  • Mengambil sampel di wadah kemudian melakukan penimbangan awal sebelum di oven untuk dijadikan data %water content batu bara dengan perhitungannya adalah : [(sampel sebelum oven-sampel sesudah oven)/(sampel sebelum oven)]
Gambar 6. Sekat untuk Meratakan Sampel
Gambar 7. Sampel Batu Bara
Gambar 8. Jenis-Jenis Timbangan


Gambar 9. Sampel Batu Bara Ditimbang
Gambar 10. Oven
  • Sesudah dilakukan pengukuran %water content kemudian sampel dilakukan penghancuran untuk menghasilkan mesh (satuan diameter) sesuai standar ukuran peralatan laboratorium
Gambar 11. Jaw Crusher (Outer)
Gambar 12. Jaw Crusher (Inner)

BACA JUGA: Scope Ash Handling Plant PLTU

Gambar 13. Jaw Cruher (Inner)
  • Sesudah sampel batu bara dilakukan penghancuran kemudian dilakukan mixing antara sampel dari beberapa wadah yang berfungsi membuat homogen dari beberapa titik sampling. Cara yang dilakukan adalah terdapat bejana berputar dan sampel ditaruh di silo yang secara perlahan akan meratakan ke setiap wadah

Gambar 14. Peralatan untuk Homogenisasi Sampel Batu Bara (Depan)
Gambar 15. Peralatan untuk Homogenisasi Sampel Batu Bara (Atas)
  • Sampel dilakukan penyaringan sesuai mesh yang distandarkan dengan menggunakan vibrating screen
Gambar 16. Vibrating Screen (Depan)

Gambar 17. Vibrating Screen (Atas)
  • Sampel yang dilakukan analisa, dilakukan arsip gudang untuk keperluan verifikasi jika sewaktu-waktu terdapat komplain atau data yang dirasa kurang bisa diterima

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Proses Treatment Batu Bara di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Batu Bara, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Penampakan Didalam Boiler PLTU

Diposting oleh On Friday, November 02, 2018

Tipe boiler yang umum digunakan di PLTU adalah water tube, dimana air terletak di sisi dalam dan api memanaskan dari luar tube. Boiler terdiri dari 3 bagian yaitu furnace sebagai tempat pembakaran, cyclone separator sebagai tempat penyaring padatan yang tidak habis terbakar dan backpass sebagai area pemanfaatan kembali gas buang (flue gas). Sangat jarang ditemui foto riil isi didalam boiler PLTU dan berikut foto ketika isolasi dan manhole boiler dibuka.
  • FURNACE
Di furnace terdapat pembakaran bahan bakar seperti batu bara, gas alam atau minyak bumi. Udara di furnace didistribusikan melewati wind cap (untuk tipe boiler CFB) yang dimaksudkan untuk membuat bubbling batu bara dan pasir di ruang furnace. Wind cap didesain sedemikian rupa sehingga aliran udara melewati kisi-kisi di bawah topi dan ketika batu bara dan pasir menumpuk di atasnya, udara akan tetap menyembur melewati celah-celahnya

BACA JUGA: Macam-Macam Boiler

Gambar 1. Windcap Boiler Furnace
Disekeliling windcap terdapat walltube boiler yang berduri. Duri ini disebut anchor sebagai tempat pegangan material refractory (sebagai isolasi wall tube dari abrasif/gesekan batu bara dan pasir yang terbuat semen tahan api namun bagus dalam penghantaran panas). Wall tube tersebut nantinya tertutup oleh refractory yaitu bagian bawah dan atas sedangkan untuk area tengah tidak ada. Penempatan refractory di bagian bawah dimaksudkan agar tube terlindung dari abrasif material yang memiliki density besar sedangkan bagian atas untuk melindungi tube dari material velocity yang besar.
Gambar 2. Boiler Furnace Wall Tube (1)
Gambar 3. Boiler Furnace Wall Tube (2)
Gambar 4. Boiler Furnace Wall Tube (3)
Furnace terdiri dari beberapa area yaitu saturated, superheated, reheated dan steam drum. Di area superheated dimana fase fluida adalah 100% murni uap mendapatkan panas yang tinggi dan area gesekan material (abrasif) yang tingi sehingga membutuhkan coating khusus agar tube berumur panjang misalnya penggunaan lapisan ceramic.
Gambar 5. Boiler Furnace Wall Tube with Metal Coating
Gambar 6. Boiler Furnace Wall Tube with Metal Coating (2)
Sedangkan dari sisi luar terlihat tube rata tanpa ada duri namun terdapat kawat-kawat panjang sebagai pegangan isolasi. Isolasi bagian luar meliputi wool dan alumunium.

BACA JUGA: Bagian-Bagian Furnace & Boiler

Gambar 7. Boiler Furnace Bagian Luar
Di furnace terjadi perubahan fase air dari air menjadi semi uap (saturated) dan uap murni (superheated). Pemisahan antara cair dan semi uap (saturated) di steam drum yaitu berupa bejana lonjong yang terdapat riser sebagai penyembur air sehingga yang fase saturated menuju ke atas sedangkan fase cair jatuh ke lubang menuju ke furnace kembali.
Gambar 8. Steam Drum Boiler
  • CYCLONE SEPARATOR
Berfungsi memisahkan padatan material (batu bara dan pasir) yang tidak terbakar dengan gas buang atau partikel yang halus (fly ash). Cyclone tersusun juga sama dengan furnace yaitu wall tube.
Gambar 9. Cyclone Separator Dari Luar
Gambar 10. Cyclone Separator Dari Luar (2)
  • BACKPASS
Area ini adalah sebagai heat recovery pemanfaatan gas buang, terdiri dari wall tube juga. Tidak terdapat material refractory karena tidak terlalu abrasif.

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Penampakan Didalam Boiler PLTU, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Proses Pengambilan Keputusan Multikriteria (Multicriteria Decision Making-MCDM)

Diposting oleh On Monday, October 29, 2018

Ciptomulyono (2010) dalam “pidato prngukuhan untuk jabatan guru besar dalam bidang ilmu pengambilan keputusan multikriteria” memaparkan bahwa pengambilan keputusan bukan selalu memilih yang benar tetapi apa yang diperlukan adalah memastikan hasil keputusan dicapai melalui suatu proses yang transparan. Proses ini berupa serangkaian aktivitas yang menganalisis alternatif solusi keputusan, parameter, serta kendala yang ada dan kemudian memilih “terbaik”. Tidak ada pengambilan keputusan yang benar atau salah, karena waktulah yang akan menentukan kebenaran itu. Tetapi yang lebih penting adalah pilihan yang ditetapkan harus dapat memberikan kepuasan bagi pengambil keputusan sesuai dengan tingkat aspirasi yang diinginkan dan percaya pada hasil proses itu
Tidak ada pemahaman yang definitif, tetapi dapat dikatakan secara singkat bahwa proses pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif tindakan yang dipilih dengan proses melalui mekanisme tertentu dalam suatu keterbatasan sumber daya dengan harapan memperoleh solusi keputusan yang terbaik.
Suatu pengambilan keputusan bisa rasional, non-rasional atau irrasional. Keputusan rasional bilamana dasar pengambilan keputusan tersebut didasari pendekatan dan dianalisis secara ilmiah. Dalam konteks pengambilan keputusan yang rasional, model keputusan dikonstruksikan sebagai suatu representasi hubungan-hubungan logis yang mendasari permasalahan keputusan itu kedalam suatu model matematika
Pengambilan keputusan non-rasional didasarkan hanya pada intuisi, perasaan dan emosinya serta pengalaman pengambil keputusan saat melakukan proses keputusan, tanpa memanfaatkan hasil analisis ilmiah. Sehingga acap kali sulit menjelaskan mengapa mereka membuat keputusan seperti itu. Permasalahannya, pengambilan keputusan menjadi sesuatu yang formal dalam organisasi karena keputusan tersebut harus dipertanggung-jawabkan.



Bagi pengambil keputusan yang rasional, mereka menerapkan suatu prosedur sistematis dan scientific dalam mengambil keputusan (Turban et al., 2005). Prosedur itu mengikuti tahapan sebagai berikut: (i) melakukan identifikasi situasi keputusan yang terkait dengan masalah yang akan diselesaikan, (ii) membuat klarifikasi tujuan yang diinginkan oleh pengambil keputusan, (iii) membangkitkan berbagai alternatif untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (iv) mendapatkan solusi yang tepat dari model dan melakukan evaluasi berdasarkan kriteria penilaian yang ditetapkan, (v) memilih dan merekomendasikan impelemntasi alternatif solusi keputusan kedalam problem nyata
Penggambaran proses pengambilan keputusan rasional menurut model Simon (Turban et al., 2005) dalam alur pikir yang terdiri dari tiga tahapan utama.

  • Fase Intelligence: pengambil keputusan melakukan proses identifikasi atas semua lingkup masalah yang harus diselesaikan. Tahap ini pengambilan keputusan harus memahami realitas dan mendefinisikan masalah dengan menguji data yang diperoleh.
  • Fase Design: melakukan pemodelan problem yang didefinisikan dengan terlebih dahulu menguraikan elemen keputusan, alternatif variabel keputusan, kriteria evaluasi yang dipilih. Perlu dipaparkan asumsi yang menyederhanakan realitas dan diformulasikan semua hubungan elemennya. Model kemudian di-validasi serta berdasarkan kriteria yang ditetapkan untuk melakukan evaluasi terhadap alternatif keputusan yang akan dipilihnya. Penentuan solusi merupakan proses mendesain dan mengembangkan alternatif keputusan, menentukan sejumlah tindakan yang akan diambil sekaligus penetapan konsekuensi atas pilihan dan tindakan yang diambil sesuai dengan problem yang sudah didefinisikan. Pada tahap ini juga menetapkan nilai dan bobot yang diberikan kepada setiap alternatif.
  • Fase Pemilihan: merupakan tahapan pemilihan terhadap solusi yang dihasilkan dari model. Bilamana solusi bisa diterima pada fase terakhir ini lalu implementasi solusi keputusan pada dunia nyata.
Pengambilan keputusan sebagai domain bidang keilmuan memiliki aspek ontologi, epistomologi maupun axiologi memiliki kaidah pendekatan ilmiah tertentu yang sistematis, spesifik, teratur dan terarah. Dari ranah paradigma pengambilan keputusan, pendekatan yang banyak dikaji di masa sekarang adalah pengambilan keputusan rasional yaitu bentuk pengambilan keputusan yang diperhitungkan secara matematis atau statistik, ini bukan berarti pengambilan keputusan “non-rasional” tidak penting.
Menyadari bahwa dalam proses pengambilan keputusan informasi sebagai dasar pembuatan keputusan tidak sempurna, adanya kendala waktu, biaya serta keterbatasan pengambil keputusan yang rasional untuk mengerti dan memahami masalah, maka keputusan diarahkan pada konsep keputusan dengan rasional terbatas (bounded rationality). Rasionalitas terbatas ini berupa proses penyederhanaan model pengambil keputusan tanpa melibatkan seluruh masalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998). Sehingga model keputusan yang dihasilkan dari pendekatan ini hanya berupa “satisficing model”. Salah satu representasi model dan teknik keputusan yang mendasarkan pada konsep rasional terbatas ini adalah metode pengambil keputusan multikriteria.
Metode MCDA adalah teknik yang digunakan untuk analisa sistem keputusan yang memiliki banyak kriteria/variabel. Ciptomulyono (2010) memaparkan bahwa metode MCDA adalah suatu metode proses pemilihan alternatif untuk mendapatkan solusi optimal dari beberapa alternatif keputusan dengan memperhitungkan kriteria atau objektif yang lebih dari satu yang berada dalam situasi yang bertentangan (conficting). Paradigma ini berbeda dengan cara pandang tradisional problem pencarian solusi optimal suatu keputusan. Problem keputusan yang kompleks dimodelkan hanya sebagai problem sederhana dari model optimasi keputusan berobjektif tunggal, sehingga terjadi simplikasi realitas problem yang berlebihan dan akhirnya solusi keputusan gagal mencari solusi permasalahan yang sebenarnya. Artinya pendekatan model optimasi pendekatan tunggal gagal mengakomodasikan “heterogenitas”, dinamika dan kondisi kriteria yang mengalami konflik tersebut.
Dalam situasi keputusan objektif tunggal proses evaluasi mendapatkan solusi optimal dari satu set alternatif solusi dapat dilakukan dengan relatif mudah, karena solusi keputusan adalah solusi yang unik ditinjau dari satu objektif saja, artinya keputusan tersebut tanpa menemui suatu situasi “trade off” dengan pencapaian objektif lain (Ciptomulyono, 2010). Menurut Hwang dan Yoon (1981) didalam pidato pengukuhan untuk jabatan guru besar Ciptomulyono (2010) taksonomi keilmuan pengambilan keputusan multikriteria terbagi menjadi 2 pendekatan yang berbeda yaitu multiple objective decision making (MODM) dan multiple attribute decision making (MADM). Masing-masing memiliki karakter, atribut dan sifat serta aplikasi penyelesaian ragam persoalan keputusan yang berbeda seperti berikut.

 
Pendekatan MODM berkenaan dengan penyelesaian model optimasi yang memiliki objektif majemuk dan objektifnya bersifat saling mengalami konflik. Keberadaan adanya solusi optimal untuk objektif yang majemuk ini akan menjadi pembeda dengan pendekatan optimasi klasik objektif tunggal semacam linear programming. Proses penyelesaian model multiobjektif ini secara teknis memerlukan informasi mengenai preferensi subjektif dari pengambil keputusan (dalam bentuk pembobotan) sehingga persoalan pembobotan dan preferensi-nya menjadi peranan kunci dalam pengembangan dan riset penyelesaian. Contoh metode pendekatan MODM adalah global criteria method, compromise programming, goal programming dan masih banyak lainnya (Ciptomulyono, 2010)
Pendekatan MADM adalah teknik penyelesaian multikriteria untuk persoalan pemilihan atau seleksi, tidak diperlukan pendekatan program matematik klasik. Variabel keputusan dipertimbangkan sebagai variabel diskrit yang terbatas. Pendekatan ini hanya ditujukan sebagai alat bantu keputusan supaya bisa mempelajari dan memahami problem yang dihadapi, menentukan prioritas, values, objektif melalui eksplorasi komponen keputusan itu sehingga mempermudah bagi pengambil keputusan nantinya untuk mengidentifikasi mana pilihan terbaik yang disukai. Karena mendasarkan pada faktor preferensi pengambil keputusan, maka subjektifitas selalu terkait khususnya dalam pemilihan serta pemberian bobot kriteria yang dipergunakan dalam proses keputusan, juga judgment subjektif dalam menurunkan kriteria yang dipertimbangkan dalam proses keputusan yang jelas. Contoh metode pendekatan MADM adalah AHP, ANP, ELECTREE, PROMTHEE, TOPSIS dan masih banyak lagi lainnya (Ciptomulyono, 2010). Berikut dipaparkan beberapa metode MADM yang umum digunakan oleh peneliti dalam pengambilan keputusan

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Proses Pengambilan Keputusan Multikriteria (Multicriteria Decision Making-MCDM). www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Ciptomulyono, Udisubakti. (2010). Paradigma Pengambilan Keputusan Multikriteria dalam Perspektif Pengembangan Projek dan Industri yang Berwawasan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Pengambilan Keputusan Multikriteria, Jurusan Teknik Industri, ITS-Surabaya
[2] Feriyanto, Y.E. (2018). Aplikasi Multicriteria Decision Analysis untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi Terbaik di Pre-Treatment Water System PLTU. Thesis Magister Manajemen Teknologi ITS-Surabaya
[2] Turban, E. J.E. Aronson., dan T.P Liang. (2005). Decision Support Systems and Intelligent Systems. Pearson Education
[3] Suryadi, K., dan M.A Ramdhani. (1998). Sistem Pendukung Keputusan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung
[4] Hwang, C.L dan Yoon, K. (1981). Multiple Attribute Decision Making : Methods and Applications. New York, Springer-Verlag

Jar Test Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi

Diposting oleh On Wednesday, October 24, 2018

Penelitian skala laboratorium diperlukan untuk analisa empiris permasalahan yang ada di lapangan yang menggunakan proses dan operasi yang berubah-ubah sehingga membutuhkan beberapa percobaan untuk mengetahui pilihan kombinasi dari beberapa proses dan operasi yang menjadi variabel dari kondisi di lapangan. Teknik yang sudah umum digunakan adalah jar test yaitu teknik percobaan skala laboratorium menggunakan sampel air umumnya 1 liter atau 2 liter menggunakan automatic paddle motor yang dilakukan secara bersamaan
Gambar 1. Set Jar Test Kit

Pada umumnya terdapat dua tipe jar test berdasarkan volume sampel yang diuji yaitu 1 liter dan 2 liter. Kedua tipe memiliki karakteristik berbeda dan menurut Grevile (1997) keterbatasan tipe jar test volume beaker glass 1 liter adalah:
  • Volume sampel yang kecil akan menambah jarak error yang lebih besar ketika dilakukan pada uji nyata di lapangan
  • Air akan berputar secepat putaran pengaduk sehingga mengurangi keefektifan laju pengadukan
  • Sulit dalam pengamatan waktu pengendapan (settling time)
  • Sangat sedikit endapan yang dihasilkan
Karakteristik tipe jar test volume beaker glass 2 liter adalah :
  • Volume yang besar mengurangi jarak error ketika dilakukan uji nyata di lapangan
  • Kecepatan pengendapan mudah diamati
  • Banyak dihasilkan endapan sehingga mempermudah pengamatan
Rumus perhitungan dosis dan waktu tinggal yang dipakai di jar test adalah: (Grevile, 1997)
  • Larutan (solution) 1% didefinisikan sebagai 1% berat (1% w/w) yang artinya terdapat 1 gram atau 1000 miligram zat terlarut (solute/chemical) di dalam 99 gram zat pelarut (solvent/water) untuk total larutan 100 gram. Jadi jika terdapat pengambilan sampel 1 mL di 1% larutan tersebut maka kandunganmya sebagai berikut :
(1   mL/100 mL) x 1000 mg = 10 mg
  • Jika 10 mg dilarutkan dalam air 1 liter maka didapatkan 10 mg/L setara dengan 10 ppm
  • Menentukan waktu tinggal (residence time) dengan rumusnya :
Td = V/Q
keterangan :  
Td  : detention time (menit)
V    : volume bejana (m3)
Q    : laju alir (m3/menit)
Variabel parameter ini sesuai standar umum manual book PLTU dan studi literatur jurnal penelitian terdahulu seperti Beltran et al. (2009) menggunakan parameter COD, turbidity, pH, conductivity, warna, TSS dan biaya untuk mengukur kualitas air limbah sesudah dilakukan pambubuhan beberapa jenis koagulan.
Boughou et al. (2016) menggunakan parameter TSS, temperatur, pH, turbidity, conductivity, BOD dan COD untuk mengukur keefektifan penggunaan koagulan FeCl3 yang digunakan pada sampel air limbah pemukiman.
Greville (1997) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kualitas air umpan dipengaruhi oleh alkalinity, pH, turbidity, warna, temperatur, hardness, rasa dan bau. Daud et al. (2015) menggunakan parameter COD, TSS, warna, minyak dan pH untuk mengukur keefektifan koagulasi-flokulasi pada limbah biodiesel.
Berdasarkan beberapa data yang telah dipaparkan diatas, percobaan jar test untuk koagulasi-flokulasi mengacu ke 2 variabel utama yaitu variabel kriteria (parameter kualitas air) serta variabel proses dan operasi. Berikut penjelasan lebih detailnya.
Variabel kriteria adalah parameter terukur hasil jar test yang menunjukkan kualitas air yang dihasilkan sedangkan variabel proses dan operasi adalah variabel yang mempengaruhi kinerja koagulan-koagulan aid.
Proses dan operasi adalah  2 hal yang berbeda, dimana proses adalah terdapat reaksi kimia pengikatan seperti variabel dosis sedangkan operasi adalah lingkungan tempat reaksi bisa lebih efektif seperti waktu tinggal dan putaran pengaduk.

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Jar Test Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi :
[2] Feriyanto, Y.E. (2018). Jar Test Proses dam Operasi Koagulasi-Flokulasi, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[5] Greville, A. (1997). How to Select a Chemical Coagulant and Flocculant. 22th Annual Seminar, Alberta Water & Wastewater Operators Association. 11-14 March
[6] Beltran, P., Roca, J., Pia, A. Melon, M., dan Ruiz, E. (2009). Application of Multicriteria Decision Analysis to Jar Test Result for Chemicals Selection in the Physical-Chemical Treatment of Textile Wastewater. Hazardous Materials, Vol. 164, pp. 288-295
[7] Boughou, N., Majdy, I., Cherkaoul, E., Khamar, M., dan Nounah, A. (2016). The Physico-Chemical Treatment by Coagulation-Flocculation Releases of Slaughterhouse Wastewater in the City of Rabat (Morocco). Journal of CODEN (USA) : PCHHAX, Vol. 8(19), pp. 93-99
[8] Daud, Z., Awang, H., Latif, A., Nasir, N., Ridzuan dan M., dan Ahmad, Z. (2015). Suspended Solid, Color, COD and Oil and Grease Removal from Biodiesel Wastewater by Coagulation and Flocculation Processes. Proceeding of The World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship, Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol. 195, pp. 2407-2411

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Electrochlorination Plant di PLTU

Diposting oleh On Thursday, October 18, 2018

Electrochlorination (EC) plant adalah set peralatan yang digunakan untuk memproduksi zat aktif chlorin. Umumnya menggunakan sistem elektrolisis air laut. Chlorin berperan vital di pengolahan air PLTU karena untuk menghambat perkembangbiakan biota laut di sepanjang perpipaan atau peralatan yang memanfaatkan pendingin air laut.
Keberadaan biota laut mengganggu sistem transfer panas di heat exchanger (condenser) dan menyebabkan abrasi di inner pipe.
Gambar 1. Kerang Menyumbat Inner Tube Condenser
Berdasarkan Gambar 1 tersebut, kerang yang menumpuk di condenser menyebabkan transfer panas berkurang sehingga debit air pendingin harus dinaikkan dan seiring kenaikan tersebut menyebabkan abrasi di inner tube. Dampaknya adalah tube bocor dan harus di plug.
Untuk mencegah perkembangbiakan biota laut (kerang, zebra muzzle dan biota laut lainnya) maka diperlukan EC plant. Berikut urutan prosesnya:
  • Air laut dari CWP atau SWP di filter menggunakan strainer
Gambar 2. Line Feed Electrolyzer + Strainer
Air laut sebelum memasuki EC plant terlebih dahulu disaring di strainer (lingkaran merah) berupa saringan dengan diameter kecil dari material SS umumnya) untuk mencegah padatan terikut ke sistem elektrolisis yang bisa menyebabkan kebuntuan di electrolyzer


Gambar 3. Strainer
  • Rectifier mengubah arus AC menjadi DC
Gambar 4. Rectifier
Rectifier adalah suatu generator yang difungsikan mengubah arus dari AC menjadi DC
  • Electrolyzer Module sebagai tempat proses elektrolisis
Gambar 5. Electrolyzer tipe Shell and Plate Vertical
Gambar 6. Electrolyzer tipe Tube Horizontal (chloropack)
Terdapat bermacam-macam tipe electrolyzer yaitu shell and plate dan tube. Electrolyzer ini sebagai tempat reaksi elektrolisis yang didalamnya terdapat logam katoda-anoda.
  • Hasil elektrolisis berupa NaOCl dan H2 disimpan di tangki yang dilengkapi dengan blower (berfungsi menghembuskan H2 ke atmosfer dengan sistem dilution)
Gambar 7. Tangki Chlorin tipe Profil Tank
Gambar 8. Tangki Chlorin tipe Conical
Sistem penampungan hasil elektrolisis didesain sedemikian rupa sehingga untuk membuang drain garam/padatan yang mengendap. Garam dapat menurunkan tingkat kemurnian produk NaOCl
  • Secara kontinyu diinjeksikan ke intake sea water
Gambar 9. Injeksi Chlorin

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Electrochlorination Plant di PLTU, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi:
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Electrochlorination Plant di PLTU, Best Practice Experience in Power Plant. Surabaya
[3] Feriyanto, Y.E. (2018). Sistem Standard Proses Electrochlorination Plant. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Metode MCDA Tipe Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)

Diposting oleh On Monday, October 15, 2018

TOPSIS dikemukakan oleh Hwang dan Yoon (1981) yang digunakan untuk menentukan solusi ideal positif (Ai+) dan solusi ideal negatif (Ai-). TOPSIS umum digunakan karena kemampuannya yang efektif dalam memberikan keputusan berdasarkan data riil yang ada, namun juga memiliki kelemahan dalam hal pengambilan keputusan yang kriteria-nya kurang pasti. Pemilihan alternatif terbaik adalah data yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif.
Langkah - langkah dalam perhitungan metode TOPSIS sebagai berikut: (Chang et al, 2015)
  • Menyusun matriks keputusan yang sudah dinormalkan. Nilai penormalan (rij) dihitung sesuai rumus:

  • Menyusun bobot matriks keputusan yang sudah dinormalkan. Nilai bobot normalisasi matriks (vij) dihitung sesuai rumus:

  • Menentukan solusi ideal positif dan negatif

  • Menghitung jarak Euclidean antara solusi ideal positif dan negatif untuk setiap kriteria/alternatif

  • Menghitung relative closeness terhadap solusi ideal positif untuk setiap alternatif

  • Membuat rangking prioritas dengan memilih maksimum CCi+
Penggunaan TOPSIS banyak digunakan oleh peneliti untuk menyempurnakan proses perangkingan metode AHP atau ANP. Pendekatan metode TOPSIS tetap membutuhkan metode AHP/ANP sebagai input bobot dan umumnya aplikasi perhitungan menggunakan metode ini adalah dengan perpaduan antara AHP/ANP-TOPSIS. Lebih detail baca di "MCDM Tipe AHP-ANP".

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

Kutip Artikel ini Sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Metode MCDA Tipe Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS). www.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[1] Feriyanto, Y.E. (2018). Aplikasi Multicriteria Decision Analysis untuk Pemilihan Proses dan Operasi Koagulasi-Flokulasi di Pretreatment Water System PLTU. Thesis Magister Manajemen Teknologi Industri, ITS-Surabaya