Trending Topik

Analisa Sistem Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi di PLTU dengan Jar Test (2 of 2)

5.3      PEMILIHAN pH OPTIMUM REAKSI
5.31 MENGGUNAKAN ADJUST pH HCl dan Na2CO3 (Soda Ash)
KONDISI OPERASI KOAGULAN
  • Dosis Injeksi                             : 1 tetes = 0.04 mL
  • RPM Agitator                            : 120 RPM
  • Waktu Reaksi                           : < 10 detik 
  • Lokasi Sampling                       : Intake Kanal Luar 
  • Asam Adjustment                     : HCl 
  • Basa Adjustment                      : Na2CO3 (Soda Ash) 
Tabel 8. Data Air Laut beserta Treatment pH

BEAKER NO - 1
BEAKER NO - 2
BEAKER NO - 3
BEAKER NO - 4
pH Air Laut
8.14
8.15
8.16
8.16
Turbidity Air Laut (NTU)
6.69
6.52
6.86
7.32
pH Air Laut After Adjustment
6.31
7.97
8.93
9.77
Penurunan Turbidity dari Nilai Awal
5.68 %
-22.24 %
-30.17 %
-33.47 %
Tabel 9 . Percobaan Untuk Mengetahui pH Optimum Reaksi (Koagulan)
NO
pH KOAGULAN + AIR LAUT
TURBIDITY AFTER KOAGULASI (NTU)
PENURUNAN TURBIDITY DARI NILAI AWAL
HASIL VISUAL
1
6.29
4.63
26.62 %
Masih terlihat jernih
2
7.75
5.29
33.63 %
Flok halus mulai terbentuk
3
8.77
6.47
27.55 %
Flok terbentuk banyak namun halus
4
9.68
10.30
-5.42 %
Flok kasar dengan cepat terbentuk

Gambar 22. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 9
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
  1. Penambahan asam adjustment (HCl) membuat penurunan turbidity namun penambahan basa adjustment (Na2CO3) membuat penambahan turbidity  dan membentuk sedimen putih sesuai reaksi berikut :
    NaCO + Ca(HCO) ---> CaCO + 2NaHCO
    CaCO3 itulah lumpur hasil ikatan carbonat
  2. pH reaksi optimum untuk koagulan secara berurutan adalah 7.75, 8.77 dan 6.29 sehingga bisa disebutkan pH optimum adalah 6.3 - 8.8 dan ini sesuai teori bahwa alum based bekerja efektif pada range 6 - 9
  3. Penggunaan soda ash (Na2CO3) tidak disarankan karena walaupun sangat efektif dan cepat membentuk flok, efeknya adalah menambah TSS yang besar sehingga nilai turbidity pun juga akan bertambah 
KONDISI OPERASI FLOKULAN
  • Jenis Flokulan             : Polymer
  • Putaran Agitator          : 40 RPM (standar <40 RPM)
  • Dosis Flokulan            : 1 tetes pipet injeksi (1 tetes = 0.08 mL) 
Tabel 10 . Percobaan Untuk Mengetahui pH Optimum Reaksi (Flokulan)
NO
RESIDENCE TIME (MENIT)
pH AFTER FLOKULASI
TURBIDITY AFTER FLOKULASI (NTU)
PENURUNAN TURBIDITY DARI NILAI AWAL
HASIL VISUAL
1
20
6.40
3.74
19.22 %
Flok mulai mengumpul menjadi satu
60
6.71
1.01
78.19 %
Flok mengendap warna hitam namun jumlahnya dibawah beaker no. 3 dan diatas beaker no. 2
2
20
7.30
4.59
13.23 %
Terlihat jernih dan flok halus hampir tidak terlihat
60
7.86
3.16
40.26 %
Endapan flok sedikit
3
20
8.84
7.94
-22.72 %
Sudah trebentuk flok lumayan besar dan paling banyak diantara semuanya
60
8.77
7.10
-9.74 %
Flok mengumpul dibawah dan besar
4
20
9.69
1.81
82.43 %
Terbentuk flok sangat cepat, di 2 menit pertama lansgsung terlihat
60
9.55
8.35
18.93 %
Warna air keruh, endapat putih banyak dan tidak nampak flok
Gambar 23. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 9 untuk Waktu 3 Menit
Gambar 24. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 9 untuk Waktu 20 Menit
Gambar 25. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 9 untuk Waktu 60 Menit Tampak Samping
Gambar 26. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 9 untuk Waktu 60 Menit (Tampak Atas)
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
  1. pH optimum reaksi flokulan secara berurutan adalah 6.4 - 6.7 dan 7.3 - 7.9 sehingga bisa dikatakan pH optimum flokulan adalah 6 - 8
  2. Adjustment pH diperlukan bilamana kondisi air laut yang masuk bersifat sangat sam maupun sangat basa
5.32 MENGGUNAKAN ADJUST pH NaOH (Soda Caustic) dan Ca(OH)2 (Kapur)
Tabel 11. Data Air Laut beserta Treatment pH

Beaker 1 (NaOH)
Beaker 2 Ca(OH)2
pH Air Laut
8.12
8.13
Turbidity Air Laut
8.19
8.32
pH Air Laut After Adjust pH
9.68
9.02
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
1.  Urutan kekuatan menaikkan pH dalam dosis yang sama secara berurutan yaitu NaOH, Na2CO3 (sesuai data di Tabel 8) dan Ca(OH)2
KONDISI OPERASI KOAGULAN
  • Dosis Injeksi                             : 2 - 5 tetes = 0.08 - 0.1 mL
  • RPM Agitator                            : 120 RPM
  • Waktu Reaksi                           : < 10 detik 
  • Lokasi Sampling                       : Intake Kanal Luar 
  • Basa Adjustment                      : NaOH (Soda Caustic) dan Ca(OH)2 (Kapur) 

Tabel 12. Percobaan Untuk Pemilihan Basa Adjustment (Koagulan)
VARIABEL
DOSIS
pH AIR LAUT + KOAGULAN
TURBIDITY AFTER KOAGULASI
Beaker 1 (NaOH)
2 tetes
9.56
-
Beaker 2 Ca(OH)2
9.02
-
Beaker 1 (NaOH)
5 tetes
9.26
12.4
Beaker 2 Ca(OH)2
8.91
11.9

Gambar 26. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 12 untuk 2 Tetes Koagulan
Gambar 27. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 12 untuk 5 Tetes Koagulan
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
  1. Pemakaian basa adjustment akan meningkatkan turbidity air laut 
  2. Pembentukan flok untuk basa adjustment NaOH lebih halus dan lebih lama namun endapan sedikit
  3. Pembentukan flok untuk basa adjustment Ca(OH)2 lebih kasar, lebih cepat namun endapan banyak 
  4. Semakin banyak dosis koagulan yang diberikan maka semakin cepat flok mulai terbentuk 
KONDISI OPERASI FLOKULAN
  • Jenis Flokulan             : Polyme
  • Putaran Agitator          : 40 RPM (standar <40 RPM)
  • Dosis Flokulan            : 1 tetes pipet injeksi (1 tetes = 0.08 mL) 

Tabel 13. Percobaan Untuk Pemilihan Basa Adjustment (Flokulan)
VARIABEL
RESIDENCE TIME (MENIT)
TURBIDITY AFTER FLOKULASI
pH AFTER FLOKULASI
Beaker 1 (NaOH)
20
1.74
9.26
30
1.38
Beaker 2 Ca(OH)2
20
2.63
8.95
30
1.60

Gambar 28. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 13 untuk 20 Menit Flokulasi
Gambar 29. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 13 untuk 30 Menit Flokulasi
Gambar 30. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 13 untuk 30 Menit Flokulasi (Tampak Atas) - Kiri untuk NaOH dan Kanan Ca(OH)2
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
  1. Penambahan basa adjustment pH NaOH lebih efektif dalam penurunan turbidity dibandingkan dengan Ca(OH)2 namun efeknya adalah peningkatan nilai pH diakhir flokulasi (namun tidak masalah karena masih masuk range membran RO yaitu 7 – 11)
  2. Sedimen yang terbentuk jika menggunakan NaOH yaitu lebih halus, lebih sedikit dibandingkan dengan Ca(OH)2  
5.4  PEMILIHAN RPM AGITATOR
  • Residence time disetting sama : 20 menit
  • Kondisi RPM antara Koagulan dan Flokulan adalah sama
Tabel 14. Percobaan Untuk Pemilihan RPM Agitator
VARIABEL RPM
TURBIDITY AWAL
TURBIDITY AKHIR
PENURUNAN TURBIDITY DARI NILAI AWAL
PENGAMATAN VISUAL
40
6.60
2.12
67.88 %
Flok sudah mulai terbentuk besar di menit ke - 10 namun belum ada endapan dan dimenit ke - 20 sudah mulai ada sedimen
80
6.68
3.31
50.45 %
Flok halus di menit ke - 10 sudah terbentuk namun di menit ke - 20 tetap tidak dihasilkan sedimen
120
6.07
5.28
13.01 %
Flok halus di menit ke - 10 sudah terbentuk namun di menit ke - 20 tetap tidak dihasilkan sedimen
200
5.43
4.98
8.29 %
Flok yang terbentuk halusa saja dan tidak ada endapan sedimen sama sekali
Gambar 31. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 14 untuk 40 RPM
Gambar 32. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 14 untuk 80 RPM
Gambar 33. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 14 untuk 120 RPM
Gambar 34. Hasil Percobaan Sesuai Tabel 14 untuk 200 RPM
Dari data percobaan diatas bisa diketahui bahwa:
  1. Semakin tinggi RPM maka flok yang terbentuk semakin sedikit bahkan sedimentasi sangat sulit terbentuk
  2. RPM yang dianjurkan untuk flokulasi adalah < 40 RPM karena pada kecepatan itulah bibit flok cepat terbentuk dan dalam residence time yang pendek sudah mulai terbentuk endapan dan dihasilkan air yang jernih (turbidity rendah).
VI.          KESIMPULAN
Dari beberapa variabel yang telah dilakukan dalam percobaan jar test ini dapat disimpulkan seperti Gambar 35 berikut:
Gambar 35. Kesimpulan dari Beberapa Variabel di Jar Test
  1. Dosis yang digunakan untuk flokulan adalah 1 - 2x dosis yang direkomendasikan supplier dengan residence time antara 20 - 30 menit
  2. pH optimum reaksi koagulan adalah 7.75 (rentang 6.29 - 8.77) sedangkan pH optimum flokulan adalah 6.7 - 7.8
  3. Asam adjustment yang direkomendasikan adalah HCl sedangkan basa adjustment adalah NaOH 
  4. RPM Agitator yang dianjurkan untuk keefektifan pembentukan flok adalah ≤ 40 RPM atau 40 – 80 RPM  
     VII. REKOMENDASI DAN SARAN
7.1 REKOMENDASI
Dari hasil studi lapangan dan percobaan di laboratorium, direkomendasikan hal - hal sebagai berikut :
  • Desain letak injeksi flokulan perlu dipertimbangkan kembali mengingat residence time yang dibutuhkan untuk terjadinya pembentukan flok adalah minimal 20 menit
  • Letak injeksi koagulan sudah tepat dan sudah benar dengan penggunaan static mixer
  • Sistem overflow perlu dikaji ulang karena untuk mengurangi TSS penggunaan sistem tersebut sangat efektif dan jika diterapkan akan mengurangi penggunaan flokulan dan meringankan kerja Roughing - Polisihing 
  • Lamella Clarifier perlu dilakukan cleaning menggunakan surfactant yang bisa bekerja hidrofobic dan hidrofilic seperti sabun, polyphospate dan lain sebagainya dengan tujuan untuk memperbaiki performa 
  • Saat WTP shutdown lakukan pembersihan sludge di dasar Clarifier serta lakukan identifikasi apakah sludge pump bekerja normal 
  • Sebaiknya penempatan injeksi flokulan adalah saat air tenang (laminer) (rekomendasi penempatan beberapa hal sebagai berikut :  

Alternatif 1: Injeksi flokulan ditempatkan di clean tank clarifier 1 yaitu sesudah lamella clarifier 1
Gambar 36. Clarifier 1 dan Clarifier 2 Sistem Operasi SERI
Gambar 37. Letak Tapping Injeksi Flokulan Alternatif 1

Sistem yang dipakai di Alternatif 1 adalah:
  • Clean tank lamella 2 alirannya bersifat laminer dan cocok untuk proses flokulasi
  • Letak tapping injeksi flokulan adalah tepat di aliran outflow lamella clarifier 2, dengan tujuan agar dorongan air membawa flokulan lebih merata ke segala arah
  • Overflow produk akan lanjut ke Clarifier 2 melewati bypass pipa dan direkomendasikan pipa diberi kain kassa (kain berpori kecil dimana partkel halus bisa lewat namun partikel floating tertangkap) 
  • Dibutuhkan line drain sludge, sehingga ada 2 alternatif yaitu menggunakan vertical pump untuk menyedot lumpur atau membuatkan jalur drain di bagian bawah clean tank 1 
  • Jika dengan tapping seperti ini, nilai turbidity tidak menunjukkan penurunan yang bagus maka diperlukan pengadukan manual dengan kayu (sebagai trial) kemudian dicek apakah dengan adanya pengadukan mnurunkan pH. Jika jawabannya “YA” maka di tempat tersebut harus di install agitator RPM rendah, namun jika “TIDAK” maka letak tapping flokulan tidak tepat dan lanjut memilih ke alternatif berikutnya. 
  • Kelemahannya adalah lamella 2 harus benar – benar bagus performanya, karena jika kotor/rusak atau ditumbuhi mikorroganisme maka turbidity akhir langsung jatuh. 
  Alternatif 2: Injeksi flokulan di holding tank clarifier 2
Gambar 38. Letak Tapping Injeksi Flokulan di Holding Tank Clarifier 2

Sistem yang dipakai di Alternatif 2 adalah:
  • Clarifier 2 murni sebagai tempat koagulasi dan filterisasi primer
  • Holding Tank Clarifier 2 dipilih karena alirannya laminer, TSS sudah terminimalisir oleh lamella 1 sehingga kerja flokulan lebih ringan
  • Keuntungan ditempat ini adalah tidak membutuhkan agitator karena ruangan yang sudah sempit sehingga dengan flow air saja sudah bisa membuat flokulan homogen, namun jika target penurunan turbidity tidak tercapai maka di pinggir dinding holding tank 2 dipasang baffle sehingga bisa menambah residence time reaksi antara flokulan dengan air 
  • Jika tapping disini diterapkan maka membutuhkan line drain sludge yaitu bisa berupa vertical pump atau dibuatkan jalur sendiri dari bawah 
  • Kelemahannya sama dengan alternatif 1 
Alternatif 3: Menjalankan lamella clarifier 2 saja sedangkan clarifier 1 didesain sebagai bak sedimentasi saja
Sistem yang dipakai di Alternatif 3 adalah:
  • Lamella clarifier 1 diangkat dan dijadikan bak sedimentasi sistem overflow sedangkan clarifier 2 desain sesuai existing
  • Clarifier 1 membutuhkan baffle sebagai sistem overflow dan ditempat ini didesain terdapat injeksi flokulan
  • Kelemahannya adalah jika lamella 2 kotor / rusak / terkontaminasi lumut / mikoorganisame atau bahan filter rusak maka langsung mencemari produk akhir 
Alternatif 4: Menjalankan lamella clarifier 1 saja sedangkan clarifier 2 didesain sebagai bak sedimentasi (kebalikan alternatif 3)
Sistem yang dipakai di Alternatif 4 adalah:
  • Kelemahannya adalah kerja lamella 1 berat dalam menurunkan turbidity karena terletak di filter primer
  • Flokulasi bisa diterapkan seperti alternatif 1
  • Kelebihannya adalah tidak ada bahan pencemar lain sampai produk akhir, karena di clarifier 2 murni sistem overflow saja tanpa ada treatment lain 
7.2 SARAN
Jika peralatan memadai (kemampuan menimbang dan mengukur besaran analis sesuai perbandingan riil di lapangan yang di scale down) maka perlu dilakukan percobaan agar variabel yang didapat lebih mewakili kondisi di lapangan walaupun hasil scale up jar test laporan ini sudah cukup bisa mewakili kondisi proses.

CATATAN :
·         Acuan Pemberian WARNA
Rundown Kegiatan Jar Test
Tanggal
Percobaan Jar Test
Durasi
01 Agustus 2017
Variabel Letak Sampling
2 - 3 jam
Variabel Dosis untuk Intake Kanal Luar
2 - 3 jam
02 Agustus 2017
Variabel Dosis dan Residence Time untuk Intake Kanal Dalam
3 - 4 jam
Variabel pH Reaksi dengan Adjust HCl dan Na2CO3
2 - 3 jam
03 Agustus 2017
Variabel pH Reaksi dengan Adjust NaOH dan Ca(OH)2
2 - 3 jam
Variabel RPM Agitator
1 - 2 jam

Silakan Downloading International Proceeding Journal Open Acces di https://doi.org/10.1088/1757-899X/1096/1/012102

Kutip Artikel ini sebagai Referensi (Citation):
Feriyanto, Y.E. (2018). Analisa Sistem Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi di PLTU dengan Jar Test, Best Practice Experience in Power Plantwww.caesarvery.com. Surabaya

Referensi
[2] Feriyanto, Y.E. (2017). Jar Test Sistem Sedimentasi di PLTU 2 x 16.5 MW. Surabaya

Ingin Konsultasi dengan Tim Expert Website, Silakan Hubungi KLIK

Previous
« Prev Post